DARI SETETES AIR KE BANJIR BANDANG
Prolog
Dua minggu terakhir Swarnabhumi ( Sumatra ) diterjang banjir bandang dan longsor secara masiv. Sudah banyak pakar geo sains memberikan ulasan untuk memberikan pencerahan kepada rakyat Republik. Dari berbagai komentar orang awam, terlihat jelas sebagian besar tidak memahami proses yang terjadi. Banjir bandang dan longsor disebut bencana alam dan proses terjadinya dianggap mendadak, tiba tiba. Sebenarnya banjir bandang dan longsor atau gempa bumi, letusan gunung api adalah peristiwa alam yang normal. Konsep bencana alam sarat bias manusia / manusia sentris. Petistiwa alam normal / biasa diberi label bencana karena terkait dengan kepentingan manusia.
Peristiwa alam itu menimbulkan korban jiwa dan harta benda, karena memiliki daya rusak yang hebat. Kalau peristiwa alam tidak menimbulkan daya rusak, maka tidak disebut bencana alam. Gunung api meletus karena alam merenovasi dirinya. Jika dalam proses renovasi itu, ada manusia berada di daerah itu dan terkena yang menyebabkan kematian, maka yang disalahkan adalah manusia, karena berada di ruang dan waktu yang tidak tepat. Hal ini dapat dianalogikan dengan manusia yang merenovasi rumahnya. Dalam proses renovasi itu jika ada serangga yang mati karena terinjak atau tertimpa runtuhan bangunan, maka yang salah adalah hewan itu mengapa berada di dalam rumah yang akan direnovasi.
Gempa bumi tektonik terjadi karena lempeng tektonik bergerak saling bersenggolan, tabrakan. Pergerakan itu terjadi karena lempeng lempeng tektonik itu senantiasa mencari keseimbangan baru. Jika ada manusia bermukim di daerah patahan ( sesar / graben / fault ), atau berada di jalur gempa, yang salah adalah manusia yang memilih tempat itu sebagai tempat bermukim. Gempa bumi secara langsung tidak dapat membunuh manusia. Manusia mati karena tertimpa runtuhan bangunan yang dibuatnya sendiri. Manusia mendirikan bangunan di jalur gempa tetapi tidak mematuhi persyaratan spesifikasi teknis yang ditentukan. Di tempat yang sama, energi yang diterima tiap bangunan relatif sama, tetapi tidak semua bangunan runtuh, masih ada yang utuh dan ada yang runtuh sebagian. Bangunan yang utuh dibangun sesuai spesifikasi teknis yang ditentukan. Alam bersifat netral, objektif, tidak mengenal siapa yang dihajarnya. Siapapun yang tidak taat pada dalil alam, pasti akan digilasnya.
Di alam tidak ada kejadian yang muncul tiba tiba. Manusia terus menerus menumpuk kesalahan dari waktu ke waktu, melanggar batas toleransi yang dapat ditahan oleh alam. Sebelum terjadi peristiwa longsor, alam sudah memberikan tanda / sinyal sejak tiga tahun sebelum terjadi longsor. Manusia yang tidak cermat membaca tanda tanda alam. Ketika terjadi longsor, dikatakan peristiwa itu terjadi secara tiba-tiba. Banjir bandang juga terjadi tidak tiba tiba. Beberapa bulan atau tahun sebelum terjadi banjir bandang, melalui kajian cermat terhadap citra satelit yang diambil dari ketinggian 36.000 Km di angkasa, sudah dapat diduga bakal terjadi banjir bandang. Banyak orang tidak paham bahwa peristiwa banjir bandang dan longsor adalah petistiwa kembar, saling terkait yang dimulai dari setetas air dan dapat diamati pada skala mikroskopis. Oleh karena fenonena itu dimulai dari obsevasi pada skala mikro, dan luput dari skala obsevasi mata manusia pada umumnya, maka luput dari perhatian. Tulisan ini akan membongkar anatomi banjir bandang dan longsor, sehingga orang dapat melihat kedua peristiwa itu secara komphrehensif dan didapat pemahaman yang lebih lengkap / utuh.
Dalih / Alasan Yang Menyesatkan
Sebelum membongkar anatomi banjir dan longsor perlu dikemukan beberapa dalih / alasan penyebab terjadinya banjir dan longsor yang menyesatkan, diajukan banyak pihak. Begitu seringnya alasan itu diucapkan, sehingga seolah olah sudah menjadi dalil sains yang sudah teruji berulang kali. Orang melakukan upaya migrasi kenyataan dari realitas subjektif dan inter subjektif yang hanya ada di alam khayal menjadi realitas objektif di alam nyata. Beberapa dalih dan alasan tersebut adalah :
- Banjir bandang dan longsor bukan disebabkan oleh illegal logging, apalagi legal logging. Sebenarnya tidak ada perbedaan substansi antara keduanya, yaitu membuka hutan sebagai penutup lahan untuk diambil kayunya. Perbedaannya, pada legal logging ditentukan batas kordinatnya pada peta, walaupun tidak ada jaminan batas itu tidak dilanggar, atau aturan batas dimensi ukuran lingkar diameter kayu yang boleh ditebang ( pada prakteknya ketentuan ini juga dilanggar ) dan yang terpenting memiliki surat sakti ( surat ijin ), dengan konsekuensi pemilik ijin membayar pajak dan retribusi kepada negara. Sementara praktek illegal logging tidak memiliki surat ijin dan bebas menebang kayu segala ukuran serta tidak memberikan kontribusi apapun kepada negara. Kedua praktek itu sama sama menghilangkan penutup lahan berupa vegetasi dengan kerapatan tinggi. Keduanya memberikan kontribusi nyata terhadap terjadinya banjir. Dalam kondisi neraca hidrologis yang sudah rusak parah, yang terbaik untuk dilakukan adalah moratorium total penebangan hutan sambil melakukan reforestasi.
- Penyebab banjir bandang adalah perubahan cuaca ekstrim. Orang tidak tahu bahwa cuaca ekstrim bukan gejala aneh, sudah sering terjadi di masa lalu, masa kini dan bakal lebih sering terjadi di masa depan dengan frekuensi, intensitas dan bobot magnitude yang lebih besar. Kita sudah meninggalkan epoch / kala ( satuan waktu geologi ) holocene dan memasuki epoch / kala anthropocene yang penuh gejolak, guncangan dan amplitudo yang besar. Perubahan besar dengan durasi waktu yang singkat menjadi ciri khas kala anthropocene. Anthropocene muncul karena selama 2 atau 3 abad terakhir, ketika manusia telah banyak mengubah bentang alam bumi. Perairan diubah jadi daratan ( reklamasi ), daratan diubah jadi perairan ( kanal, waduk ), padang pasir diubah jadi lingkungan binaan ( areal pertanian, kota ), hutan tropis basah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi diubah jadi perkebunan mono kultur ), aliran sungai diubah / dialihkan, bumi dijadikan tempat pembuangan sampah anorganik dan limbah bahan beracun berbahaya, angkasa dipenuhi bahan pencemaran udara ( SOX, SO, NOX , CFC) sehingga mengubah komposisi udara. Perubahan perubahan itu memicu perubahan iklim global, cuaca, bentuk garis pantai, pola arus dan gelombang laut, migrasi biota air. Jejak perbuatan manusia terekam di dalam lapisan tanah dan batuan. Manusia telah berkontribusi dsn memicu perubahan besar di muka bumi, lautan dan angkasa. Manusia sudah ikut berperan memahat, mengukir tampilan rupa bumi, sehingga kala yang sedang kita lalui disebut anthropocene.
Rentetan Kerusakan Akibat Penebangan Hutan
Banyak orang masih menutup mata tentang pentingnya peran hutan sebagai regulator, stabilisator, homeostator neraca hidrologis. Hutan hujan tropis adalah ekosistem yang memiliki tingkat keanekaragaman / indeks diversitas tertinggi di dunia, yang diukur dengan konstanta Schrodinger, yang diukur dengan skala 0 - 1. Besaran nilai skala konstanta Schrodinger hutan hujan tropis R : P = ~ 1 ( mendekati 1 ). R adalah Respirasi dan P adalah Produktivitas. Konsekuensi logis dari besaran skala itu adalah hutan hujan tropis adalah ekosistem alam paling stabil di dunia. Konsekuensi berikutnya adalah rendahnya produktivitas di ekosistem hutan hujan tropis. Pada titik inilah manusia merasa tidak puas dan ingin memperbesar nilai P. Untuk memperbesar nilai P, satu satunya jalan adalah menebang hutan hujan tropis, mengambil kayunya dan menggantinya dengan tanaman monokultur, maka muncullah areal perkebunan. Pada saat tanah sudah terbuka, tanpa pelindung, maka dimulailah proses kehancuran tahap demi tahap. Kehadiran mesin penghancur dimulai dari tetesan demi tetesan air hujan.
I Menurunnya Kapasitas Infiltrasi Tanah.
Tanah yang tampak kokoh sebenarnya tidak padat / pejal, tetapi memiliki banyak rongga berukuran kecil. Tanah tersusun dari butir butiran mineral, bahan organik, kristal. Di antara butir butir halus itu terdapat rongga rongga yang diisi oleh udara. Ketika hujan turun, tetesan air hujan langsung diserap dan mengisi celah / rongga yang awalnya terisi udara. Kondisinya mirip spons yang diisi air. Jika hujan turun dengan intensitas tinggi ( hujan lebat ), pori pori tanah segera penuh terisi air. Jika hujan lebat turun dalam durasi waktu yang lama ( lebih dari 2 jam ), tanah mengalami jenuh air, dan pori pori tanah tidak dapat lagi menyerap air. Di permukaan tanah terbentuk genangan air di bagian cekungan. Setelah cekungan penuh terisi air, selanjutnya air mulai bergerak mengalir mencari tempat yang lebih rendah dan membentuk aliran yang melimpas di permukaan tanah yang dalam istilah teknis hidrologi, disebut run off ( limpasan permukaan ). Run off membawa serta material apa saja yang dapat diangkutnya.
Sementara itu butiran air hujan lebat yang berjumlah ratusan juta atau miliaran jatuh dengan kecepatan tinggi, menumbuk permukaan tanah, membongkar tanah, menimbulkan percikan tanah. Tanah terburai dan terangkat oleh aliran air dan yang tidak terangkut, menutupi pori pori tanah. Setelah hujan berhenti, maka terbentuk lapisan kerak tipis di permukaan tanah yang menutup pori pori tanah. Air hujan masuk mengisi pori pori tanah dan mengisi cadangan air tanah sekaligus menutup pintu jalan masuk air ke dalam tanah. Dalam istilah teknis hidrologi kondisi ini disebut erosi percikan ( splash erosion ). Air yang tidak dapat lagi masuk ke dalam tanah karena pori porinya sudah tertutup, mengalir mencari tempat yang lebih rendah dengan konsekuensi koefisien run off meningkat. Nilai besaran run off meningkat karena kapasitas Infiltrasi tanah menurun drastis. Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah meloloskan air ke dalam tanah per satuan waktu mm per jam yang terjadi akibat gaya gravitasi dan kapiler. Faktor faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi adalah jenis tanah, tekstur tanah ( fraksi antara lempung, pasir dan kerikil ), kepadatan dan kondisi permukaan tanah, porositas tanah, kelembaban awal, tutupan lahan dan intensitas curah hujan. Jika hujan turun dengan intensitas tinggi dan durasinya beberapa jam, akan terbentuk erosi alur ( rill erosion ). Jika hujan terus turun dengan intensitas tinggi, erosi alur akan berkembang, membentuk erosi parit ( gully erosion ). Limpasan permukaan yang terus meningkat, akhirnya masuk ke dalam sungai. Aliran air menghasilkan energi kinettik. Debit air sungai yang terus meningkat akan menimbulkan erosi tebing ( streambank erosion ).
Kesimpulan dari narasi di atas adalah dengan hilangnya vegetasi penutup lahan, tetesan air hujan lebat dengan intensitas tinggi ibarat bom serangan udara yang membongkar struktur tanah, melemahkan agregat tanah, melemahkan daya dukung tanah, menutup pori pori tanah, mengurangi pasokan oksigen ke dalam tanah. Akibatnya banyak hewan tanah mati, mengurangi populasi hewan tanah. Hewan tanah adalah komponen alam untuk menyuburkan tanah. Akibatnya tingkat kesuburan tanah berkurang. Pori pori tanah yang tertutup akan menurunkan level kapasitas dan laju infiltrasi tanah.
II Meningkatnya Tekanan Air Di Bawah Tanah
Permukaan tanah yang tidak dilindungi vegetasi penutup, ketika diterpa sinar matahari pada musim kemarau, akan mengalami keretakan dan membentuk celah. Pada saat turun hujan lebat, celah ini segera diisi air. Kondisinya mirip dengan orang menuangkan bergalon galon air ke pori pori tanah. Air segera memenuhi rongga udara di dalam tanah dalam waktu singkat, menciptakan tekanan air yang tinggi di dalam tanah. Tekanan air itu memisahkan tanah menjadi blok blok yang saling terpisah dan mendorong blok tanah meluncur turun menuruni lereng.
Pada beberapa area tanah terdapat lapisan tanah lempung di bagian bawah lapisan tanah gembur. Tanah lempung dalam keadaan kering memiliki sifat keras dan kaku. Dalam keadaan basah, tanah lempung berubah jadi lunak, elastis dan licin. Kondisi ini menyebabkan lapisan tanah lempung dapat meluncur turun membawa serta lapisan tanah di atasnya.
III Hilangnya Sabuk Pelindung dan Pengaman
Keberadaan hutan hujan tropis sangat vital bagi kestabilan neraca hidrologis. Tajuk pohon yang membentuk kanopi / perisai dari serangan butiran / tetesan air hujan lebat dengan intensitas tinggi. Tetesan air sebelum menyentuh permukaan tanah ditahan oleh daun, energi kinetiknya dikurangi, sebagian air menguap ( evaporasi ) dan sebagan jatuh menimpa tanah dengan kekuatan yang sudah jauh berkurang. Kondisi ini di kenal dengan istilah intersepsi. Air yang jatuh ke tanah masih diredam oleh lapisan serasah yang terdapat di sekeliling pohon. Sebagian air yang lolos dari daun, jatuh melalui ranting, dahan dan mengalir menyusuri batang hingga ke tanah. Kondisi ini disebut stemflow. Masa dan energi kinetik tetesan air yang jatuh dipecah jadi tiga, sehingga daya rusaknya sudah jauh berkurang.
Akar pohon yang menjalar di zona perakaran berfungsi sebagai jaring kawat baja yang mengikat lapisan tanah yang dapat mencegah terjadinya longsor. Daun daun pohon juga berfungsi sebagai penyalur air dari dalam tanah untuk dikembalikan ke angkasa melalui proses yang disebut evapotranspirasi. Air itu kemudian akan dijatuhkan lagi ke permukaan tanah dalam bentuk air hujan. Pohon pohon berperan penting dalam siklus hidrologi yang turut memelihara keseimbangan neraca hidrologi. Seandainya pohon ditebang, maka sudah pasti keseimbangan neraca hidrologi terganggu, dan hal itu akan memicu terjadinya banjir dan longsor. Dalam dimensi horizontal, air hujan di lahan terbuka akan menimbulkan genangan yang disebut banjir, dalam dimensi vertikal, air hujan akan merusak struktur tanah yang dapat menimbulkan erosi dan longsor.
Banjir bandang tidak hanya membawa masa air yang besar, tetapi juga batu batu besar, lumpur, dan batang batang, dahan dan ranting pohon. Gelondongan kayu berukuran besar yang dihanyutkan air adalah indikasi kuat telah terjadi penebangan hutan di hulu. Banjir bandang menimbulkan daya rusak yang besar. Beberapa bulan sebelum terjadi banjir bandang, kejadian itu sudah dapat diprediksi berdasarkan kajian pada citra satelit. Pada tampilan citra terlihat terbentuk danau danau dadakan di dekat aliran sungai. Danau dadakan itu terjadi karena banyak tumpukan batang, dahan dan ranting pohon yang menghalangi aliran air sungai. Tumpukan material pohon itu menjadi semacam bendungan alam. Air sungai kemudian melimpas ke luar badan air, menggenangi cekungan cekungan di sekitar sungai, sehingga membentuk telaga / danau. Pada suatu hari turun hujan lebat dengan intensitas tinggi, membawa batu gelondongan berukuran besar dan menghantam simpul simpul tumpukan kayu, lalu pecah, terbuka. Berikutnya aliran air deras beserta hanyutan material kayu, batu, lumpur menerjang ke arah hilir. Air yang mengisi cekungan ikut tertarik oleh gaya gravitasi masuk ke badan air, menambah volume dan debit air yang sudah tinggi dan menambah kecepatan aliran air. Akibatnya aliran air bah beserta material kayu, batu dan lumpur menerjang apa saja yang dilaluimya.
IV Perjalanan Air Dari Hulu Ke Hilir
Sungai alami memiliki bentuk berkelok kelok. Alam mendesain bentuk seperti itu untuk mengurangi daya rusak energi kinetik dari aliran air. Air yang membentur tebing di kelokan sungai, melepaskan sebagian energi kinetiknya dan memperlambat kecepatan aliran. Di beberapa tempat di tepian sungai terdapat dataran banjir ( flood plain ). Secara alamiah sungai mencari bentuk keseimbangan stabil. Ketika volume dan debit air meningkat akibat hujan deras, air sungai meluap dari badan air dan menggenangi daerah di sekitar tepi sungai. Dataran banjir diperuntukkan oleh alam sebagai tempat tampungan sementara luapan air sungai. Manusia merusak keseimbangan itu dengan mendirikan perkampungan / perumahan dan membuat lahan pertanian. Ketika dataran banjir digenangi air, maka disebut bencana banjir. Jadi manusia yang "mencari penyakit sendiri". Contoh kebodohan manusia, mendirikan kompleks perumahan di dataran banjir adalah kompleks de' Flamboyan di jalan Flamboyan Raya, Medan yang selalu jadi langganan banjir. Developernya bodoh, tetapi konsumennya lebih bodoh. Selain daerah dataran banjir, daerah tapal kuda yang diapit oleh kelokan tajam aliran sungai ( meander ), seperti daerah Bintaro di Jakarta yang dijadikan pemukiman, selalu kebanjiran. Bantaran sungai yang jelas berbahaya dan dilarang dihuni, justru dijadikan lokasi pemukiman yang super padat, seperti Kampung Aur di Medan. Begitulah kelakuan manusia yang selalu melawan dalil alam. Ketika terkena banjir merepotkan semua penduduk kota. Pemerintah tidak bertanggung jawab dengan membiarkan daerah itu dihuni, didata sebagai warga kota, dikenakan pajak bumi dan bangunan, retribusi lain.
V Kota Sebagai "Booster" Banjir
Kondisi kota sangat berbeda dengan desa, hutan, kebun dan sawah. Wilayah yang disebutkan di atas memiliki nilai koefisien infiltrasi dan kapasitas infiltrasi yang jauh lebih baik dari kota. Sebagian besar lahan di kota diperkeras, sehingga sangat menonjol sifat impermeabilitas ( tidak menyerap air ). Semua komponen bangunan mulai dari atap, lantai bangunan, halaman disemen, jalan raya diaspal, trotoar disemen, saluran drainase disemen telah menyebabkan kapasitas infiltrasi mendekati nol ( 0 ). Sebaliknya koefisien limpasan ( run off ), sangat besar. Air hujan melimpas dengan cepat di atas landasan keras mencari satu satunya tempat yang diperuntukkan bagi jalan air yaitu drainase buatan, berupa parit, gorong gorong, riol. Sebenarnya secara ekologis dan hidrologis, drainase buatan sangat rentan, rawan, rapuh. Kelalaian upaya maintenance, dapat menyebabkan banjir di kota. Tumpukan sampah, sedimen di penutup saluran drainase, dan dalam saluran drainase dapat mengurangi kapasitasnya. Akibatnya air hujan dengan cepat memenuhi saluran drainase dan air akan dikeluarkan lagi dan terbentuk banjir. Air yang meluap dari sungai ditambah luapan air dari saluran drainase menimbulkan banjir di kota. Beberapa kota melakukan pelurusan bentuk aliran sungai. Tujuannya untuk mempercepat laju aliran sungai menuju ke laut. Niat baik ini dapat digagalkan oleh buruknya pemeliharaan sungai. Jika dasar sungai dipenuhi tumpukan sedimen, volume daya tampung sungai menurun. Akibatnya kota kota yang melakukan pelurusan aliran sungai, rentan terhadap serangan banjir. Untuk kota kota di tepi pantai kondisinya diperburuk lagi dengan datangnya banjir rob dari laut. Banjir rob disebabkan karena adanya pasang naik. Akibatnya kota menderita serangan air dari 4 arah, yaitu dari atas ( hujan ), dari belakang ( sungai ), dari bawah ( saluran drainase ) dan dari laut ( rob ). Serangan secara simultan dari 4 arah, membuat penduduk kota menderita setiap datang banjir. Kerugian yang diderita sangat besar, meliputi jiwa manusia, harta benda, kerusakan infrastruktur, waktu produktif, jam belajar siswa, stres dan traumatic akibat bencana, batalnya transaksi bisnis berskala besar.
Epilog
Banjir bandang atau banjir biasa dan longsor berskala besar ternyata dimulai dari air berukuran mikro berupa tetesan air. Kelalaian manusia membuat air berskala kecil itu membesar, hingga manusia tidak mampu menanggulanginya. Manusia menyadari ancaman banjir dan longsor ketika sudah sangat terlambat. Keadaan itu selalu terulang, karena masyarakat Republik memiliki kebiasaan cepat melupakan segala sesuatu, dan tidak mau belajar dari pengalaman masa lalu. Kondisi itu diperburuk oleh rendahnya tingkat kedisiplinan sebagian besar masyarakat. Banjir dan longsor sebenarnya tidak terjadi tiba tiba. Tanda tanda akan terjadi banjir dan longsor sudah dapat diketahui beberapa waktu sebelum terjadi. Rendahnya tingkat pengetahuan dan budaya literasi sebagian besar masyarakat telah membuat mereka terjebak dalam situasi sulit. Mereka akhirnya hanya dapat melakukan upaya penanggulangan, bukan pencegahan.
Kondisi masyarakat ketika mengalami bencana banjir dan longsor seperti adegan drama tragedi. Masyarakat panik, mengungsi menyelamatkan diri. Pemerintah dan pejabat sibuk turun ke lapangan dengan diringi rombongan besar, diliput oleh media penyiaran. Berbagai pihak membuka dompet kemanusiaan, mengumpulkan donasi dari berbagai kalangan masyarakat, membentuk kelompok relawan, terjun ke lapangan membagikan logistik, mendirikan posko, tempat penampungan darurat. Kelompok akademisi, tidak ketinggalan dalam kenduri besar dengan mengadakan berbagai kegiatan webinar, diskusi, seminar. Semua adegan panggung itu tidak pernah tuntas menjawab satu pertanyaan mendasar, yaitu sampai kapan kekonyolan ini berlangsung dan kapan mau diakhiri ?. Semua pihak larut dalam orchestra kebodohan.
Dari puncak tebing sungai Belawan di tempat yang diberi nama De La Rive Ouest, sambil menatap aliran sungai, penulis bergumam pelan "Dasar Republik".
.png)

Comments
Post a Comment