IJAZAH: ARTEFAK MULTI FUNGSI

  

 IN MEMORIAM ALBERTUS ( BERT ) JONATHAN TUPAMAHU

Lahir di Batavia 20 Januari 1929

Wafat di desa Ciujung, Serang, Banten 26 Januari 2001.


 



Foto 1 : Bert Tupamahu dan isteri 

Sumber : Koleksi keluarga Tupamahu




Foto No 2 : Bert sedang bertugas di lapangan

Sumber : Koleksi keluarga Tupamahu

Kisah hidup Bert di bagian akhir dapat menginspirasi generasi masa kini dan masa depan agar tidak menjadikan ijazah sebagai berhala modern.

 


Prolog

Dua minggu terakhir, masyarakat di Republik dihebohkan dengan berita dugaan bahwa ijazah  Presiden Joko Widodo diragukan keasliannya, alias palsu. Pihak Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Yogyakarta sebagai Almamater Joko Widodo sudah memberikan klariifikasi, bahwa ijazah yang dimiliki oleh Joko Widodo asli. Walaupun pihak UGM sudah memberikan penjelasan rinci, tidak otomatis issue ijazah palsu mereda. Di seluruh dunia, mungkin hanya di Republik ada gugatan hukum yang ditujukan kepada seorang presiden dengan tuduhan menggunakan ijazah palsu. 

Agaknya di Republik ijazah adalah benda super sakral yang menentukan hidup mati seseorang. Mengingat pentingnya persoalan ijazah, perlu ditelusuri lebih serius agar diperoleh pemahaman yang lebih baik, komphrehensif tentang benda yang dinamakan ijazah. Penulis menggunakan ilmu arkeologi untuk menyingkap lapis demi lapis selubung yang membungkus ijazah, yang selama ini menutup penglihatan banyak orang. Dengan terbukanya selubung tersebut, diharapkan orang dapat memahami fungsi /  peran ijazah dalam khazanah peradaban dan mengerti mengapa ada kasus pemalsuan ijazah. Pemalsuan ijazah bukan sekadar gosip, tetapi ada faktanya. Seperti kata pepatah, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api.

 

Kategori Benda Menurut Ilmu Arkeologi

Ilmu arkeologi menyusun kategori Benda benda di alam dalam beberapa kelompok, yaitu : 

1. Artefak, adalah benda alam yang telah mendapat sentuhan / rekayasa oleh tangan manusia, baik seluruhnya maupun sebagian.

2. Ekofak, adalah benda alam yang tidak dibuat oleh manusia, tetapi berhubungan erat dengan kehidupan manusia, seperti kulit ( sekam ) padi, biji tanaman, tulang hewan. 

3. Feature, adalah jejak / bekas bekas aktivitas manusia, seperti timbunan sampah, bekas bekas api unggun, bekas lubang galian.

Arkeolog profesional memiliki penglihatan yang tajam, terlatih, dapat memindai jejak aktivitas manusia yang paling samar sekalipun. Nyaris tidak ada fenomena yang terlewatkan dari pelacakan dan pengendusan arkeolog. Ada moto terkenal di kalangan para arkeolog profesional bahwa alam adalah penyimpan jejak yang terbaik. Semua aktivitas manusia di alam pasti meninggalkan jejak walaupun sudah tertimbun tanah selama ribuan atau jutaan tahun.

 

Klasifikasi Artefak Berdasarkan Fungsi

Seorang ahli antropologi terkenal bernama Melford Elliot Spiro menjelaskan konsep fungsi dalam tiga pengertian, yaitu: 

1. Fungsi diartikan sebagai guna.

2. Fungsi diartikan sebagai notasi matematika yang menyatakan nilai dari dua atau beberapa variabel. Fungsi X ----> Y = 0. Jika nilai variabel X berubah, maka akan diikuti dengan perubahan nilai variabel Y.

3. Fungsi diartikan sebagai relasi di antara komponen komponen sebagai sub sistem dari sebuah sistem.

Ketiga pengertian fungsi di atas digunakan untuk membahas ijazah sebagai artefak.

Arkeolog terkenal bernama Lewis Roberts  Binford yang dikenal sebagai nabi dari paradigma prosesual di dalam arkeologi menyusun sistem taksonomi artefak. Paradigma prosesual dibangun di atas landasan filsafat positivisme. Binford mengklasifikasikan artefak berdasarkan fungsi, yaitu : 

1. Artefak teknomik, yaitu artefak yang berfungsi dalam penggarapan / ekstraksi sumberdaya alam, seperti kapak, parang, jala ikan, pancing, busur dan anak panah, batu asah.

2. Artefak sosioteknik, yaitu artefak yang berfungsi dalam sistem sosial, simbol status seperti baju / jubah kebesaran, singgasana, tongkat kebesaran / tongkat komando, medali, tanda pangkat, lencana. 

3. Artefak ideoteknik, yaitu artefak yang berfungsi dalam sistem kepercayaan, ideologi, seperti kitab suci, benda kelengkapan upacara keagamaan, arca / patung, tasbih, bendera.

Sistem klasifikasi artefak tidak bersifat kaku. Satu artefak dapat memiliki fungsi ganda, tergantung pada konteks suatu artefak dengan atrfak lain pada dimensi ruang - waktu. Sebuah kapak batu yang tergolong sebagai atrtefak teknomik, dapat juga memiliki fungsi sebagai artefak ideotenik, jika ditemukan berasosiasi dengan rangka manusia di dalam tanah dan bersama artefak ritual keagamaan, mengalami transformasi fungsi menjadi artefak ideoteknik. Selain itu suatu artefak dapat memiliki fungsi ganda pada saat yang sama, tanpa menghilangkan fungsi pertama. Suatu artefak dapat berfungsi sebagai artefak teknomik dan pada saat yang sama juga memiliki fungsi sebagai artefak sosioteknik dan artefak ideoteknik, sehingga disebut sebagai artefak multi fungsi. Artefak jenis ini biasanya  memiliki peran penting dan vital di dalam masyarakat. Ijazah tergolong artefak jenis ini. 

 

Ijazah Sebagai Artefak Teknomik

Pada mulanya ijazah diciptakan dan diberikan kepada seseorang dimaksudkan hanya sebagai tanda bahwa seseorang telah menyelesaikan satu tahap pendidikan formal yang terstruktur, terjadwal dalam durasi waktu tertentu di suatu lembaga pendidikan. Pemegang ijazah dianggap telah memiliki pengetahuan di atas rata rata orang awam yang tidak menempuh proses belajar formal. Untuk membedakan secara fisik antara pemilik ijazah dengan non pemilik ijazah, diberikan gelar tertentu, seperti magistratus, magistro, magister. Dari kata inilah asal kata majestro atau maestro. Kata maestro digunakan untuk menunjukan bahwa pemiliknya memiliki pengetahuan / skill khusus dengan tingkat kemahiran di atas rata rata. Misalnya keterampilan melukis, memahat, pertukangan, pengobatan, orasi, menari, olah raga permainan sepakbola, bulutangkis dan sebagainya. Dengan skill tingkat dewa yang dimilikinya, seseorang dapat memberikan jasa pelayanan kepada orang yang membutuhkan, dan memperoleh imbalan jasa yang mampu memberikan hidup nyaman, bahkan hidup mewah. Untuk menimbulkan kesan dan suasana spesifik, ketika seseorang akan diberikan tanda kelulusan / ijazah, dibuat acara seremonial,  yang kemudian diformalkan sehingga sudah menjadi seperti prosesi ritual keagamaan. Kesan itu terasa sangat kental, terlihat dari pakaian yang dikenakan oleh para mahaguru dan para anak didiknya berupa jubah hitam, topi hitam ( toga ), seperti yang dikenakan pada acara seremonial pentahbisan pendeta di abad pertengahan. Pada momen puncak acara itu dilakukan pemindahan posisi kuncir pada topi toga yang dikenakan siswa / mahasiswa oleh seorang guru besar / pimpinan lembaga pendidikan. Coba perhatikan arah gerakan tangan guru besar ketika memindahkan kuncir, mirip dengan gerakan membentuk tanda salib. Itulah sisa gerakan prosesi pentahbisan pendeta di abad pertengahan di Eropa. Tradisi itu kemudian di bawa ke Hindia Belanda ( Indonesia ), oleh para guru besar bangsa Belanda yang mengajar di universitas yang didirikan oleh pemerintah.

Jadi pada mulanya pemegang ijazah memiliki pengetahuan dan skill yang dapat diuji secara face validity / content validity, artinya skill pemilik ijazah dapat dilihat secara langsung oleh publik. Pemilik ijazah dapat memperlihatkan apa yang mampu dilakukannya, bukan hanya apa yang diketahuinya. Pada kondisi ini ijazah benar benar berfungsi sebagai artefak teknomik. Pemilik ijazah tidak berkesempatan menikmati tingkat tarif jasa yang tinggi dan berbagai fasilitas, jika tidak memiliki skill yang tinggi. Dengan demikian orang melihat tidak ada gunanya melakukan pemalsuan ijazah, tanpa memiliki skill dan hal ini langsung mematikan hasrat orang untuk membuat ijazah palsu. Kondisi ini sangat sesuai dengan dalil piramida di alam, bahwa jumlah populasi yang memiliki skill tinggi tidak banyak. Terbentuknya strata berdasarkan tingkat skill di masyarakat berlangsung secara alamiah. 

 

Ijazah Sebagai Artefak Sosioteknik

Sejak dua abad terakhir terjadi perubahan arah trend perkembangan dunia keilmuan. Ilmu pengetahuan semakin bersifat teoritis, konseptual. Hal ini terlihat dari perkembangan matematika yang semakin pesat, meninggalkan alam empirik, semakin abstrak. Begitu juga dengan fisika kuantum, mekanika kuantum, biologi molekuler. Universitas terlihat semakin banyak mengajarkan ilmu ilmu yang bersifat teoritis. Sementara pengetahuan praktis dan keterampilan skill, dikembangkan oleh akademi, lembaga pendidikan kejuruan dan politeknik, lembaga pendidikan profesi. Pendidikan profesi yang berbasiskan kompetensi lebih cenderung memberikan sertifikat kompetensi dibandingkan ijazah. Sertifikat kompetensi bersifat spesifik, dengan masa berlaku yang singkat 3 - 5 tahun, dan harus diperpanjang masa berlakunya setiap habis masa berlakunya. Sementara ijazah bersifat umum dan berlaku selamanya. Akibatnya masyarakat lebih menghargai ijazah dibandingkan dengan sertifikat kompetensi. Jika sertifikat kompetensi menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh para pemiliknya, maka ijazah menunjukkan apa yang diketahui oleh pemiliknya. Masyarakat dan dunia akademik lebih memanjakan pemegang ijazah dibandingkan dengan pemilik sertifikat kompetensi. Hal ini juga terlihat dari imbalan gaji, bonus dan fasilitas yang diterima pemegang ijazah lebih tinggi dari pemegang sertifikat kompetensi.

Berbarengan dengan itu, terjadi perluasan dan kemudahan akses memasuki universitas. Terjadi gelombang besar orang muda memasuki universitas ( pendidikan umum ). Akibatnya lahir lapisan masyarakat terdidik yang memiliki ijazah dalam jumlah besar. Para pemilik ijazah ini mendapat prioritas dan kemudahan dalam memilih pekerjaan / karir, mendapat prioritas dalam mengikuti pelatihan, mendapat promosi jabatan. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat juga memberikan respek yang tinggi kepada para pemilik ijazah, termasuk mendapat prioritas untuk diterima menjadi menantu oleh suatu keluarga. Jika pemilik ijazah adalah wanita, maka orang tuanya berpeluang menetapkan mahar ( mas kawin ), yang relatif besar, ketika anaknya dilamar oleh seorang pria. Melihat banyaknya prioritas yang didapat pemegang ijazah, seiring dengan makin banyaknya orang yang memiliki ijazah, maka ijazah mengalami perluasan fungsi. Selain berfungsi sebagai artefak teknomik, ijazah juga memiliki fungsi sebagai artefak sosioteknik. Ijazah dapat digunakan untuk meningkatkan status sosial seseorang, prestise para pemiliknya. 

 

Ijazah Sebagai Artefak Ideoteknik

Pemilik ijazah dipandng oleh masyarakat sebagai orang yang memiliki kelebihan dibanding orang awam. Oleh karena itu wajar jika masyarakat menuntut lebih banyak pada pemilik ijazah. Masyarakat menaruh harapan besar pada pemilik ijazah ( sarjana ), untuk memimpin di garis terdepan dari gerakan gerakan pembaharuan, perubahan sosial. Masyarakat menuntut komitmen dan kesediaan pemilik ijazah dalam merumuskan landasan ideologi dan cita cita gerakan perubahan di masyarakat. Peran seperti itu telah dijalankan oleh generasi generasi 1928, 1945, 1966 dan 1998. 

Semua uraian di atas telah memberi titik terang tentang faktor penyebab timbulnya fenomena pemalsuan ijazah. Pada awalnya ijazah memiliki peran / fungsi terbatas. Kemudian peran / fungsi ijazah diperluas disertai berbagai prioritas dan kesempatan yang diterima oleh para pemiliknya, sementara sertifikat kompetensi dipersempit fungsi / perannya dan mengalami penyusutan  penghargaan dari  masyarakat. 

 

Piramida Strata Masyarakat Terdidik 

Banyak orang menganggap bahwa sarjana adalah strata tertinggi dalam struktur piramida masyarakat terdidik, sehingga tidak mengherankan banyak orang bercita cita menjadi sarjana. Sebenarnya sarjana menempati strata terbawah di dalam piramida masyarakat terdidik. Uraian di bawah ini akan memperjelas pernyataan di atas. Adapun strata dimaksud sebagai berikut : 

1. Arif Bijaksana

Orang yang masuk dalam kelompok ini sangat sedikit. Orang arif bijaksana adalah orang yang mampu menyelesaikan satu masalah tanpa menimbulkan masalah lain. Orang yang mampu menarik sehelai rambut dari tumpukan tepung, tetapi tepung tidak terusik sedikitpun.  Orang yang berpikir dua langkah ke depan  sebelum mengatakan sesuatu. Orang yang berpikir 4 langkah ke depan sebelum melakukan sesuatu. Orang yang selalu memperkirakan dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu perkataan ataupun perbuatan.  

2. Intelektual 

Seorang intelektual adalah orang yang memiliki visi ke depan, memiliki cita cita untuk  mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Intelektual mampu merumuskan / mengartikulasikan bentuk dan sifat masyarakat yang diidealkan. Intelektual tidak hanya mampu merumuskan suatu narasi, tetapi juga siap berkorban apa saja, termasuk nyawanya, berani berdiri di garis terdepan untuk memperjuangkan cita citanya. Intelektual memiliki tanggung jawab moral untuk melakukan perubahan. Para pendiri negara Republik Indonesia umumnya termasuk berada di kelompok ini.  

3. Ilmuwan

Ilmuwan adalah orang yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan secara mandiri. Ilmuwan adalah orang diharapkan dapat membuat ilmu maju setapak demi setapak, atau melakukan lompatan besar, dengan cara merumuskan paradigma baru, merumuskan ontologi, epistemologi dan aksiologi dari paradigma yang dikembangkannya, termasuk merumuskan metodologi serta nstrumen penelitian. Kapasitas itu dilengkapi dengan kemampuan menuliskan laporan penelitian, menerbitkan publikasi hasil karyanya kepada khalayak luas, khususnya di kalangan komunitas ilmuwan. 

4. Sarjana

Sarjana adalah orang yang pernah belajar selama beberapa tahun di satu disiplin ilmu tertentu di suatu universitas. Sebagai tanda bahwa seseorang sudah menamatkan pelajaran sesuai kurikulum yang ditetapkan oleh konsorsium ilmu tertentu.  Ijazah adalah tanda telah menamatkan pelajaran, bukan menguasai pelajaran. Kemampuan yang diharapkan dari seorang sarjana adalah mampu menyelesaikan masalah dirinya pribadi atau keluarganya secara mandiri. Tidak banyak yang dapat diharapkan kontribusi dari seorang sarjana bagi peradaban. Sudah bagus bagi seorang sarjana jika dia tidak menjadi benalu /  parasit bagi orang lain.

Gambar 1 : Piramida Strata Masyarakat Terdidik        

Sumber     :  Wirtjes ( 2022 )

 

Desakralisasi Ijazah 

Soichiro Honda mungkin adalah orang pertama yang tercatat secara masiv melakukan desakralisasi ijazah. Soichiro Honda ( 1906 - 1991 ) adalah sosok fenomenal yang tidak pernah menganggap tinggi nilai ijazah. Ketika menempuh sekolah menengah teknik, dia meninggalkan bangku sekolah dan menekuni  eksperimen dalam membuat ring piston kendaraan bermotor. Berkali-kali Soichiro Honda mengalami kegagalan dalam upayanya membuat blok mesin yang handal. Setelah merenung, Honda sampai pada kesimpulan bahwa ilmu teknik metalurgi yang dikuasainya belum mumpuni. Dia memutuskan kembali ke sekolah dan belajar dengan tekun. Menjelang ujian akhir, Soichiro Honda merasa ilmunya sudah cukup matang dan siap kembali bekerja di bengkelnya, melanjutkan eksperimennya. Pada saat ujian dilangsungkan, para gurunya tidak melihat Honda di ruang ujian dan mereka menyayangkan murid yang berbakat itu tidak mengikuti ujian dan konsekuensinya tidak bakal mendapatkan ijazah. 

Beberapa bulan kemudian Honda berhasil merampungkan pekerjaannya dengan hasil memuaskan. Soichiro berhasil menciptakan mesin kendaraan bermotor yang handal dan diberi merek Honda, sesuai dengan namanya. Seorang gurunya bertemu dengan Honda dan menanyakan kenapa dia tidak mengikuti ujian akhir sehingga tidak mendapatkan ijazah. Jawaban Honda membuat gurunya dan semua orang yang mendengarnya terhenyak. Soichiro Honda berkata " dalam pandangan saya selembar karcis bioskop nilainya lebih tinggi dari selembar ijazah. Saya datang ke sekolah demi ilmu, bukan ijazah. Jika saya punya karcis bioskop, karcis itu mampu menjamin saya untuk masuk ke gedung bioskop dan menonton film. Ijazah tidak mampu menjamin saya untuk sukses dalam hidup ".

Soichiro Honda telah membuktikan ucapannya dan membuka kesadaran orang akan nilai ijazah yang sebenarnya dan hakekat ilmu pengetahuan. Soichiro Honda berhasil membuat kendaraan bermotor yang legendaris dan produknya merambah seluruh permukaan bumi. 

 

Letak Sumber Kekuatan Ijazah

Banyak orang yang tidak mau berpikir tentang letak sumber kekuatan ijazah. Kekuatan itu ada di benak orang yang mengandalkan ijazah ( kesadaran akan realitas intersubjektif ). Jika sebagian besar orang percaya akan manfaat ijazah, maka lembaran kertas yang disebut ijazah akan sangat dihargai, bahkan disakralkan, seperti berhala. Untuk mendapatkan ijazah, segala cara ditempuh, kalau perlu dipalsukan. Ketika sebagian besar orang sudah tidak percaya lagi kepada ijazah, maka dia berubah menjadi lembaran kertas tidak berharga.

Dengan mengetahui sumber kekuatan ijazah dalam konteks ingin memberantas peredaran ijazah palsu, maka orang harus mengubah mindsetnya tentang ijazah. Upaya yang datang dari kesadaran diri sendiri disebut upaya internal. Upaya ini saja tidak cukup, harus ada dorongan / tekanan dari pihak eksternal, yaitu negara, korporasi dan institusi lain untuk mendesakralisasi ijazah. Dengan demikian nilai ijazah jatuh ke dasar jurang dan orang tidak lagi  terangsang untuk memalsukan ijazah. Hapuskan saja ijazah dari daftar persyaratan administrasi untuk keperluan apapun. Sebagai gantinya, lakukan face validity test untuk melihat kompetensi seseorang. 

 

Epilog

Sebagai penutup, penulis terkenang pada suatu peristiwa puluhan tahun lalu, pada hari menerima judisium di Almamater. Seorang Profesor berkata kepada penulis dengan suara tegas " Yance, ijazah dan gelar akademis yang kami berikan bukan karena anda telah menghasilkan karya monumental. Ijazah dan gelar akademis itu adalah wujud kepercayaan kami kepada anda, bahwa di masa depan anda dapat berbuat kebaikan untuk kemanusiaan ".

 

Appendix

Mungkin pembaca masih bertanya tanya tentang sosok tokoh yang dikenang pada awal tulisan ini yaitu Albertus ( Bert ) Jonathan Tupamahu.  Di sini akan diuraikan biografi singkatnya dan akan terlihat relevansinya dengan topik tulisan ini.

Bert Tupamahu lahir di Batavia pada tanggal 20 Januari 1929.  Ayahnya seorang putera Maluku bernama Jan Tupamahu. Mereka hidup sederhana di kawasan Jalan Gunung Sahari, Jakarta. Sejak kecil Bert ditempa dengan kehidupan yang keras. Setelah pulang sekolah dia berjualan barang kebutuhan pokok yang di bawa dengan pikulan dari rumah ke rumah. Setelah tamat dari HBS, tahun 1950 Bert mendaftar jadi mahasiswa jurusan teknik perminyakan di ITB Bandung dan diterima jadi mahasiswa. Tahun 1951 Bert mendaftar untuk menerima bea siswa pertama dari Pemerintah Republik yang baru merdeka, dan dia lulus seleksi, di terima jadi mahasiswa teknik perminyakan di Universitas Oklahoma ( salah satu daerah penghasil minyak di Amerika Serikat ). Mengingat ini adalah rombongan pertama mahasiswa Republik yang berangkat ke ( AS ), Presiden Sukarno merasa perlu datang ke ITB untuk memberikan pembekalan dan wawasan kebangsaan. Kuliah umum dari Sukarno sangat membekas di benak Bert. 

Setelah menempuh pendidikan selama 4 tahun lebih Bert berhasil mendapatkan ijazah insinyur permiyakan dan kembali ke tanah air. Keputusan kembali ke Republik semata mata karena nasehat Sukarno yang terus diingatnya. Ijazah itu terus disimpannya di rumah ibunya, ( ayahnya sudah wafat tahun 1951 ) dan tidak pernah digunakan selama hayatnya. Bert bekerja di perusahaan minyak Caltex di Riau sebagai kuli angkut pipa dari jalan besar, menerobos hutan menuju lokasi pengeboran. Dia sama sekali tidak menunjukkan ijazah ketika diterima bekerja. Setiap hari Bert adalah orang pertama datang dan orang terakhir yang meninggalkan lokasi kerja. 

Pada suatu hari di tahun 1956 terjadi masalah di lokasi sumur minyak. Pimpinan lapangan yang orang Amerika tak mampu mengatasinya. Praktis seharian mereka tidak berproduksi. Hari ke dua Bert berinisiatif menemui pimpinan bermaksud akan mengambil alih pekerjaan memperbaiki instalasi. Atasannya mencemoohnya sambil berkata " kau seorang kuli kasar di sini, apa yang dapat kau lakukan?". Bert menjawab sopan dengan mengatakan " kita lihat apa yang dapat dilakukan seorang kuli kasar ". Dalam waktu 6 jam sumur minyak sudah dapat mengeluarkan minyak. Atasannya terdiam seribu bahasa, masuk ke ruang kerjanya dan melakukan kontak dengan atasannya di Jakarta. Dia melaporkan tentang semua yang terjadi dan mohon agar Bert diangkat menggantikan posisinya, sementara dia minta dimutasi ke tempat lain. Atasan Bert di lapangan ternyata seorang gentlement sejati. 

Beberapa hari hari kemudian bos tertinggi Caltex datang ke lokasi dan minta dipertemukan dengan Bert. Bosnya hanya menanyakan pendidikan Bert dan tidak minta diperlihatkan ijazahnya. Kemudian Bosnya di antar ke Pekan Baru oleh Bert dan supir. Menjelang berpisah bosnya bertanya kepada Bert, hadiah atau bonus apa yang dimintanya untuk jasanya kepada perusahaan.  Bert minta agar supirnya segera disekolahkan ke Oklahoma seperti dirinya dengan biaya Caltex. Tidak lama kemudian supirnya sudah menjadi mahasiswa teknik perminyakan di almamaternya.  

Tahun 1957 Pemerintah Republik mendirikan perusahaan minyak bernama PERMINA, yang kelak berubah nama menjadi Pertamina. Sukarno menunjuk dr Kolonel Ibnu Sutowo, kelak mencapai pangkat Letnan jenderal menjadi Direktur Utama dengan Mayor Pattiasina, kelak mencapai pangkat Brigadir Jenderal sebagai wakilnya. Beberapa hari kemudian Bert minta berhenti dari Caltex dan setelah atasannya gagal membujuknya agar tidak berhenti,  akhirnya Bert diperkenankan berhenti. Beberapa hari kemudian Bert sudah berada di ruang kerja Ibnu Sutowo yang masih serba kekurangan. Ibnu Sutowo tidak minta dia memperlihatkan ijazah, hanya sebatas interview singkat dan dia diterima menjadi pegawai Permina. Tidak ada gaji, fasilitas, bonus yang dibicarakan. Ibnu Sutowo bertanya kenapa dia meninggalkan Caltex yang sudah mapan dan bergabung dengan Permina yang masih tidak punya apa apa. Bert mengatakan bahwa ini adalah amanah Sukarno ketika melepas keberangkatannya ke AS. Dari pada bekerja di perusahaan asing dengan fasilitas mewah lebih baik bekerja di perusahaan bangsa sendiri, walaupun kondisinya serba kekurangan.

Ibnu Sutowo sangat terkesan dan langsung mengangkatnya sebagai orang no 2 di lapangan  ,di bawah Pattiasina.  Tugas pertamanya adalah memperbaiki kilang minyak Pangkalan Brandan di Sumatera Utara yang tinggal puing puing . Kehancuran kilang minyak itu karena taktik bumi hangus oleh Komandan Pejuang Mayor Jenderal Tituler Tengku Amir Hussein Al Mujahid. Berbulan bulan Bert dan Pattiasina bekerja keras memulihkan kilang minyak tersebut. Akhirnya pada tahun 1958 untuk pertama kalinya Permina menghasilkan minyak dari bumi Sumatera Utara dan Aceh. Ibnu Sutowo segera melaporkan hal itu kepada Bung Karno sambil tidak berhenti memuji muji peranan Bert. Uniknya Bung Karno masih ingat dengan sosok Bert yang diceritakan oleh Ibnu Sutowo. 

Beberapa tahun kemudian, sopir Bert pulang ke Republik dengan membawa ijazah insinyur teknik permiyakan. Pattiasina sudah ditarik ke Jakarta, Bert menggantikan posisinya. Sang supir menyusul langkah Bert masuk ke Permina dan menjadi wakil Bert di Sumatera Utara dan Aceh. Tahun 1968 Bert ditarik ke Medan menjadi orang no 2 setelah Kolonel M Husni ( jabatan politis karena seorang militer ). Dalam prakteknya Bert bertindak layaknya orang no 1. Tahun itu juga terjadi gonjang ganjing di Permina , ada upaya untuk mendongkel posisi Ibnu Sutowo. Presiden Suharto mempelajari situasi sebelum menjatuhkan vonisnya. Orang yang dipercaya Suharto untuk memberikan informasi lengkap tentang situasi di Permina adalah Bert. Suharto langsung menemui Bert di Pangkalan Brandan dan bicara empat mata. Hasilnya Ibnu Sutowo tetap di jabatan itu dan dia tahu benar bahwa juniornya itu telah menyelamatkan posisinya. Dua orang konglomerat nasional ( Tjong Djie dan Sukanto Tanoto ) pasti tidak pernah melupakan jasa baik Bert dalam membesarkan perusahaannya.

Tahun 1969 atas saran Ibnu Sutowo, Bert ditunjuk menjadi General Manager Asamera Oil Company, sebuah perusahan minyak asal Kanada hingga tahun 1981. Tahun 1982 Bert mengajukan permohonan pensiun dini dari Pertamina dalam posisi golongan 1, golongan karir puncak ( Direksi adalah jabatan politis) dan menetap di Medan hingga tahun 1999, lalu menetap di desa Ciujung, Serang, Banten hingga wafat tahun 2001. Penulis berinteraksi dengan Bert selama puluhan tahun, dan tidak sekalipun pernah melihat wujud ijazahnya. Begitu juga dengan anak anak dan isterinya. Praktis sejak lulus hingga wafatnya, Bert tidak pernah menggunakan ijazahnya dan penulis tidak pernah melihat dia sendiri atau siapapun menuliskan nama Albertus Jonathan Tupamahu di belakang kata Insinyur ( Ir ). Di kartu undangan pernikahannya pun ( 1962 ), Bert tidak mencantumkan gelar insinyur yang pada masa itu masih tergolong langka. Bert memiliki seorang isteri asal Aceh, 2 orang putera dan 2 orang puteri. Tidak terhitung entah berapa puluh kali penulis berdialog dan diskusi tentang beragam isu dengan Bert. Dia terus meng up date pengetahuannya. Menjelang kepindahannya ke Serang, Bert memberikan hadiah yang berharga kepada penulis, sebuah buku tebal, ukuran besar edisi hard cover berjudul Mysterious Regions.

 

Comments

Popular Posts