SKETSA ( PRESIDEN PRABOWO ) Vs DED ( MENTERI )
Prolog
Beberapa hari terakhir di Republik muncul isu hangat yang ramai diperbincangkan. Presiden Prabowo dikhabarkan kesal, geram bahkan marah kepada para menteri yang gemar membuat peraturan teknis, petunjuk pelaksanaan dari peraturan presiden, keputusan presiden dan instruksi presiden. Kedongkolan dan kemarahan presiden dapat dipahami, karena yang namanya penjabaran keputusan presiden hingga ke level detail teknis, pasti membutuhkan waktu dan effort ( usaha ) lebih banyak untuk penerapan / implementasi. Kedua hal itu membuat urusan yang terkait jadi lambat, sementara dalam situasi dan kondisi perekonomian yang sulit, kecepatan aliran data, informasi, materi dan energi sangat dibutuhkan. Sepertinya Republik terjebak di dalam paradoks birokrasi.
Paradoks itu mengatakan bahwa niat untuk melakukan deregulasi / debirokratisasi justru melahirkan regulasi baru dan cengkeraman gurita / tentakel birokrasi makin kuat. Hal ini terjadi karena ke dua pihak tidak menyadari posisi masing masing sampai ke tataran filosofis. Presiden adalah pemimpin tertinggi yang terbiasa berpikir global, lintas sektoral, umum, teoritisi dan konseptual. Menteri adalah pemimpin sektoral yang terbiasa berpikir detail teknis. Masing masing pihak memiliki dasar pemikiran yang logis. Dua pihak berada di dua kutub ekstrim, terpisah oleh gap / jurang yang sulit dijembatani dengan cara konvensional.
Tulisan ini berupaya menjembatani dua posisi yang berseberangan. Akan diungkapkan keunggulan dan kelemahan dari masing masing posisi, sekaligus memaparkan solusi umum, bersifat garis besar saja. Sebenarnya bukan menjadi tugas dan tanggung jawab penulis untuk memikirkan solusi, karena penulis tidak menikmati gaji, tunjangan dan fasilitas dari negara. Tugas itu menjadi tanggung jawab pejabat yang sudah digaji besar dan menikmati fasilitas mewah dari negara sebagai menteri. Penulis lakukan upaya ini karena semata mata rasa simpati kepada presiden Prabowo Subianto yang sudah berjuang keras selama puluhan tahun untuk meraih posisi RI 1.
Presiden Sebagai Sketsa dan Menteri Sebagai DED
Presiden berada di posisi yang bersifat abstrak / umum diumpamakan seperti sketsa sebuah bangunan rumah tinggal dan posisi menteri yang bersifat detail teknis diumpamakan seperti DED ( Detail Engineering Design ) bangunan yang sama. Sebelum melangkah lebih lanjut, perlu dijelaskan beberapa definisi konseptual dari beberapa konsep yang digunakan.
Definisi Konseptual
Sketsa adalah gambaran awal atau rancangan yang dibuat untuk merekam ide / gagasan. Sketsa biasanya merupakan gambaran kasar yang menggambarkan bagian bagian suatu objek. Kata Sketsa berasal dari kata dalam bahasa Yunani schedios / done extrempore yang artinya karya yang tidak dimaksudkan sebagai karya akhir. Berdasarkan definisi di atas, Peraturan Presiden / Keputusan Presiden / instruksi Presiden dapat dianalogikan sebagai sketsa, berisi ketentuan umum, tidak merinci pada suatu aspek, objek tertentu. Jika produk kebijakan presiden akan diimplementasikan, dapat menimbulkan keraguan, kegamangan pada pejabat level pelaksana. Para Pejabat tersebut diliputi rasa khawatir akan terjadi multi tafsir terhadap suatu kebijakan. Para pejabat pelaksana membutuhkan kebijakan yang lebih rinci dan detail, sementara presiden terbiasa berpikir global dan komprehensif. Presiden berharap para pejabat di bawahnya dapat bertindak seperti yang diharapkannya.
Detail Engineering Design disingkat menjadi DED adalah desain teknis bangunan yang terdiri dari gambar teknis, spesifikasi teknis dan spesifikasi umum, mencakup dimensi ukuran, satuan ukuran, volume dan biaya serta mitigasi risiko yang mungkin terjadi. DED merupakan penjabaran lebih detail dari Basic Engineering Design ( BED ). Berdasarkan definisi di atas, Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dapat dianalogikan dengan DED. Kebijakan Menteri bersifat detail, rinci dan sangat teknis, sehingga dapat diimplementasikan oleh pejabat di bawahnya. Sedemikian rincinya kebijakan teknis dari menteri, sehingga menutup peluang untuk terjadinya multi tafsir. Konsekuensi logis dari keadaan itu adalah butuh waktu lama untuk dapat dilaksanakan.
Model adalah representasi dalam bentuk miniatur dari realitas ( objek, benda, ide / gagasan, yang disederhanakan ). Model lebih rinci dibandingkan dengan sketsa, tetapi masih mengandung kondisi abstrak dari realitas. Jika model diabstraksikan akan membentuk sketsa, dan jika dirincikan akan membentuk DED. Realitas alam yang rumit, disederhakan ke dalam beberapa variabel sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk persamaan matematis. Jika suatu model sudah ditransformasikan dalam bentuk persamaan matematis, maka model dapat memprediksi apa yang bakal terjadi.
Jika ke tiga konsep tersebut diterapkan pada tampilan objek berupa bangunan rumah tinggal, pada sketsa, gambaran yang tampak adalah gambar kasar sebuah rumah. Komponen bangunan yang tampak hanya atap, dinding, pintu, jendela sederhana. Gambar yang sama ditampilkan dalam bentuk model, sudah tampak lebih detail, tetapi masih belum rinci. Sudah tampak kusen pintu, handle pintu, tetapi belum memuat engsel pintu berikut lubang kunci. Gambar yang sama ditampilkan dalam bentuk DED, sudah tampak lebih rinci, memuat detail teknis, dimensi ukuran pintu, termasuk gambar detail bagian yang tidak tampak mata pada realitanya, seperti pondasi, berikut perhitungan kekuatan daya dukungnya. Untuk lebih memperjelas uraian di atas, di bawah ini di tampilkan ilustrasi dalam bentuk diagram.
Analisis
Produk hukum, Peraturan Perundang undangan dan kebijakan yang diterbitkan oleh Presiden, bersifat umum memiliki beberapa keunggulan antara lain cakupan luas, daya kelenturan yang tinggi, tetapi juga mengandung kelemahan yaitu, tidak rinci. Kondisi ini membuat pejabat di tingkat lebih rendah ragu ragu membuat keputusan ketika akan melaksanakannya. Dibutuhkan keberanian dan kreativitas tingkat tinggi untuk menjalankannya dan banyak pejabat justru tidak memiliki ke dua hal itu. Akibat kondisi ini adalah kebijakan presiden jadi tidak efektif.
Untuk membuat kebijakan presiden dapat diaplikasikan, menteri kemudian membuat kebijakan yang lebih rinci dalam bentuk Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Instruksi Menteri. Biasanya kebijakan menteri dibuat sangat detail, rinci dan sangat teknis. Demikian rincinya kebijakan itu, sehingga setiap pejabat di tingkat lebih rendah perlu belajar lama untuk memahaminya. Kebijakan seperti ini bersifat kaku, tidak memberi ruang untuk berkreasi, berimprovisasi, dan menutup celah untuk timbulnya multi tafsir. Untuk membuat kebijakan itu berjalan dibutuhkan waktu lama, sehingga presiden merasa para menteri bekerja lamban, tidak cekatan.
Kebijakan yang sangat rinci, biasanya menuntut banyak persyaratan, kualifikasi yang harus dipenuhi, yang banyak para stakeholder tidak mampu memenuhinya. Misalnya di sektor perdagangan, Menteri Perdagangan menerbitkan kebijakan import beberapa jenis komoditi, seperti beras, gula, kedelai, daging. Jumlah barang yang diimport dibatasi volumenya dengan menetapkan kuota jumlah komoditi yang boleh diimport. Kuota yang terbatas akan jadi rebutan di antara perusahaan importir karena tergiur oleh besarnya potensi keuntungan yang bakal diperoleh. Misalkan ada perusahaan yang memiliki kedekatan hubungan personal dan emosional dengan pejabat yang berwenang, berpeluang besar mendapatkan jatah kuota, sementara perusahan tersebut tidak memiliki persyaratan dan kualifikasi yang dibutuhkan. Perusahan itu dapat menjual kuota yang dimilikinya kepada perusahaan lain yang memenuhi persyaratan dengan harga tertentu setelah memperhitungkan besaran rente yang diperolehnya. Perusahan itu tak lebih dari pemburu rente yang menimbulkan inefisiensi. Perusahan pembeli kuota juga tidak mau rugi, akan menetapkan harga lebih tinggi barang yang diimportnya. Dengan panjangnya rantai pasokan, tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen pasti tinggi. Dengan kata lain, kebijakan yang terlalu rinci memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
- membutuhkan waktu lama untuk dapat menjalankannya.
- membuka peluang / celah untuk terjadinya fenomena korupsi, kolusi, nepotisme ( KKN ).
- Berpeluang besar menciptakan rantai birokrasi yang panjang dan berbelit belit.
- Pada akhirnya harga barang dan jasa di pasaran sudah tidak kompetitif.
Semua kelemahan di atas pasti berujung pada kondisi inefisiensi, suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh presiden dan rakyat.Kelemahan kelemahan itu menyebabkan lambatnya aliran data, informasi, materi dan energi di dalam sistem perekonomian.
Dua kondisi yang tercipta dari dua jenis kebijakan di atas sama sama menimbulkan ekses yang tidak diharapkan. Fenomena inilah yang umum terjadi di Republik. Kebijakan presiden tidak sinkron dengan kebijakan pejabat di bawahnya, sementara masing masing pihak tetap kukuh dengan pendiriannya. Dalam situasi demikian dibutuhkan figur pemikir generalis sekaligus spesialis untuk memecahkan kebuntuan, memberikan solusi yang dapat dijalankan. Masalahnya figur seperti itu sangat langka di Republik. Kalaupun ada, orang seperti itu selalu diabaikan, karena tidak punya basis dukungan politik, tidak mau menjilat atasan, tidak dapat diajak berkomplot dalam memperjuangkan kepentingan kelompok. Ingatlah selalu kisah kisah fiksi di dalam dunia persilatan, ilmu ilmu yang dahsyat biasanya terdapat di dalam diri para pendekar tunggal yang tidak berafiliasi dengan rumah perguruan atau partai tertentu.
Untuk saat keluar dari situasi kebutuhan itu di sini hanya diberikan solusi garis besar saja. Presiden selaku pejabat tertinggi yang memikul tanggung jawab terbesar harus mau menurunkan tingkat abstraksinya satu level hingga berada di level model. Sebaliknya Menteri harus mau menaikkan level abstraksinya hingga bertemu di level model. Model adalah titik pertemuan dua jenis kebijakan itu. Model adalah kombinasi ideal dalam hal tingkat abtraksi, tidak terlalu umum, sekaligus tidak terlalu detail. Dibutuhkan skill khusus untuk meramu tingkat abstraksi hingga tercapai keseimbangan ideal. Jika dianalogikan dengan tingkat abstaksi teori ilmiah, model termasuk dalam kategori middle range theory.
Epilog
Solusi yang ditawarkan tampaknya saja mudah dilakukan, tetapi pada pada kenyataannya sangat sulit. Mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dilakukan. Hal ini disebabkan karena dibutuhkan skill tingkat tinggi. Sekadar menguasai ilmu kebijakan publik tingkat tertinggi sekalipun, belum cukup untuk melaksanakan solusi tersebut. Ingat saja kisah telur Colombus yang terkenal itu. Segalanya jadi mudah setelah dibentangkan kunci utamanya. Hal ini sama halnya dengan pembuatan model yang dimaksud. Banyak orang mampu membuat model, tetapi itu masih belum cukup. Masih ada beberapa persyaratan lain yang dibutuhkan. Pemilik gagasan adalah orang yang paling tahu soal mulai dari A sampai Z dalam pemecahan masalah dimaksud. Penulis tidak akan mengungkapkan seluruh detail kunci utama untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi manajemen pemerintahan Republik. Guru yang ingin eksis dan tidak dimanipulasi oleh muridnya selalu menyembunyikan satu atau dua jurus pamugkas yang tidak diajarkan kepada para murid yang paling terpercaya sekalipun. Pengalaman selama bertahun tahun di birokrasi Republik, membuat penulis mengambil sikap seperti itu. Kunci utama untuk melaksanakan solusi diberikan hanya kepada presiden selaku pimpinan tertinggi. Beliau tahu dimana dan siapa yang memiiki kunci itu dan bagaimana cara mendapatkannya.
Comments
Post a Comment