TWILIGHT IN THE SEPAKU HILL
Prolog
Judul tulisan ini sengaja dibuat dalam bahasa Inggris, dengan tujuan mendramatisir momen hari hari terakhir pemerintahan rejim Joko Widodo ( Jokowi ). Judul di atas mengingatkan akan sebuah buku berjudul Twilight in The Forbeiden City ( Senja di Kota Terlarang ), karya Reginald Johnstone. Dia adalah guru yang diundang khusus dari Inggris ke Beijing, di kompleks Kota Terlarang ( kompleks istana Kekaisaran Dinasti Ching ). Luas kompleks yang dibangun pada tahun 1406 - 1420 jaman kaisar Yung Lo, kaisar ke tiga dari dinasti Ming ( 1368 - 1644 ) 72,363 Ha, panjang 961m dan lebar 753 meter, meliputi 12 istana, 980 bangunan dan 8728 kamar. Di istana itu kaisar terakhir dinasti Ching, Aisin Gioro Puyi ( Henri Puyi ) bergelar kaisar Hsuan Tung menghabiskan masa kanak kanak hingga dewasa ( 1908 - 1924 ).
Tahun 1912 melalui dekrit yang ditanda tangani oleh Ibu Suri Long Yu, sebagai wali kaisar yang masih di bawah umur, Kaisar Puyi menyerahkan hak memerintah kepada presiden Yuan Shi Kay dan Cina mengubah bentuk negara dari Kerajaan menjadi Republik, dengan Yuan Shi Kay menjadi presiden. Kaisar Puyi tetap boleh menggunakan gelar kebesarannya dan memerintah di kompleks Kota Terlarang dengan tunjangan uang pensiun sebesar 4 juta dollar Amerika Serikat per tahun dari Pemerintah Republik yang tidak pernah sekalipun dibayarkan oleh pemerintah Republik Cina. Reginald Johnstone mulai mengajar di istana mulai tahun 1920 saat kekaisaran Cina sudah memasuki masa senja menjelang kematiannya. Dia memilih kata senja sebagai metafora untuk menggambarkan masa suram kehidupan di pusat kekuasaan rejim yang sudah lapuk dimakan usia.
Kondisi di atas mirip dengan yang dialami presiden Jokowi. Memasuki 40 hari terakhir masa jabatannya Jokowi mengumumkan akan berkantor di IKN ( Ibu Kota Nusantara ), yang tidak penulis akui sebagai ibu kota berdasarkan argumentasi yang nanti akan dipaparkan. Untuk menolak sebutan IKN, penulis menggunakan nama tapak lokasi berdirinya istana kepresidenan dan kantor presiden, dan kantor pemerintahan yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara, tepatnya di kawasan Bukit Sepaku. Ucapan dan perilaku Jokowi tersebut dapat ditafsirkan bahwa dia mencemaskan nasib lKN pada pasca lengser dari jabatan presiden. Jokowi ingin menegaskan bahwa proyek IKN harus terus berlanjut. Kenyataannya IKN belum siap menjalankan fungsi sebagai pusat pemerintahan. Akibatnya Jokowi cenderung memaksakan kehendak mewujudkan impiannya, walaupun gagal merealisasikan fungsi IKN, minimal dia berupaya maksimal mewujudkan ambisinya dari aspek simbol. Banyak orang tahu bahwa menjalankan tidak pemerintahan dari lokasi yang belum siap adslah langkah yang tidak efektif dan tidak efisien. Oleh karena Jokowi, sudah memindahkan medan pertarungan dari aspek fungsi ( realita ) ke area simbol ( makna ), maka penulis akan meladeni jurus Jokowi yang mengajak berargumentasi dengan menggunakan ilmu semiotika dan simbologi.
Penulis merasa jatuh iba dan kasihan melihat Jokowi menghabiskan masa senja rejimnya dalam lamunan seolah olah kekuasaannya masih berada dipuncak kejayaan. Jokowi menghabiskan sisa masa kepresidenannya dalam suasana sepi di istana yang masih dikelilingi belantara hutan eucaliptus.
Foto No 2 : Istana Garuda dalam desain rancangan.
Sumber : Google
Metode Pendekatan Yang Digunakan
Metode pendekatan yang digunakan dalam menguliti kekonyolan tindakan Jokowi berbasiskan ilmu semiotika dan simbologi. Pendekatan ini penulis kembangkan sendiri sejak 3 tahun lalu dan sudah dua kali digunakan dalam membuat kajian di bidang perkebunan dan arsitektur ( Wirtjes, 2022 ) Pendekatan ini penulis beri nama BUSPROFUSI ( Bentuk, Ukuran, Struktur, Proses, Fungsi, Simbol ). Kajian dimulai dengan melakukan observasi terhadap tampilan objek yang ada di Sepaku. Dengan meneliti aspek bentuk dan ukuran objek, maka terbuka peluang untuk mempelajari struktur objek. Dengan mempelajari struktur objek termasuk struktur keruangan dan konteks antara satu objek dengan objek lain, maka terbuka peluang untuk mempelajari proses yang sedang berlangsung. Kajian tentang proses akan membuka peluang untuk mempelajari aspek fungsi. Dengan mengetahui aspek fungsi, maka terbuka kesempatan untuk mengetahui aspek simbol. Dengan mengetahui aspek fimbol, maka dapat dibongkar gagasan, arti, makna dari pikiran, ucapan dan tindakan Jokowi.
Bentuk dan Dimensi Ukuran Kawasan Terbangun
Untuk membahas mengenai bentuk dan dimensi ukuran luas Ibu Kota Nusantara ( IKN ), digunakan data ysng terdapat di dalam buku Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara dan gambar desain rancangan IKN. Berdasarkan buku dan desain rancangan tersebut, maka dapat dikatakan tampilan fisik IKN sekarang belum berwujud Kota atau ibu kota. Berdasarkan pernyataan presiden Jokowi pada bulan Agustus 2024, progres pembangunan IKN baru mencapai 15% dari rencana, dan berdasarkan obsevasi pada tampilan citra satelit dan pemandangan dari ketinggian dengan menggunakan pesawat terbang, yang tampak bukan wujud Kota, tetapi klaster bangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan, seluas 6.671 Ha atau 66,71 Km2, meliputi istana negara, istana garuda, kompleks perkantoran Kementerian Koordinator ( Kemenko ).I,II,III, IV, kompleks perumahan menteri, kompleks perumahan Tentara Nasional Indonesia ( TNI ), Polisi Republik Indonesia ( POLRI ), Aparatur Sipil Nrgara ( ASN ), Badan Intelijen Negara ( BIN ), tumah sakit, hotel, kompleks olah raga,jalan raya, taman, embung, jaringan listrik, air, telekomunikasi. Fasilitas Kota yang lain seperti pasar, sekolah belum ada. Bandara sudah ada tetapi belum selesai pekerjaan konstruksi, belum uji coba, belum kondisioning, kalibrasi sampai akhir bulan Agustus 2024.
Gambar No. 4 : Citra Satelit yang menampilkan Kawasan Inti Pusat Pemerin tahan di Kecamatan Sepaku.
Sumber : Google
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa tampilan bentuk IKN belum utuh sebagai kota atau ibu kota. Jika di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan saja, bentuknya belum utuh, bagaimana pula dengan Kawasan Ibu Kota Nusantara ( KIKN ) yang luasnya mencapai 56.180 Ha atau 561,8 Km2. Demikian juga dengan Kawasan Pengembangan Ibu Kota Nusantara ( KPIKN ) yang luasnya mencapai 199.962 Ha atau 1999,62 Km2. Total luas IKN mencapai 256.142 Ha atau 2.561,42 Km2. Sebagai perbandingan luas kota Jakarta 66.152 Ha, atau 661,52 Km2. Luas IKN lebih kurang 4 kali luas Jakarta. Berarti IKN sudah menyimpang dari filosofi yang melandasi alasan pemindahan ibu kota negara, yaitu meninggalkan kesemrawutan dan kesumpekan Jakarta. IKN sejak awal didesain bukan untuk menjadi pusat pemerintahan yang teratur, tertata rapi, bersih, indah, nyaman, tetapi menjadi Gigapolitan ( pusat segalanya ). IKN didesain untuk memindahkan problem kota raksasa dari Jakarta ke IKN. Dengan adanya kesenjangan antara rencana dengan tampilan hari ini, dapat dikatakan IKN masih jauh dari mimpi yang ingin diwujudkan. Jika demikian halnya ada keinginan terburu buru dari Jokowi untuk segera pindah dari Jakarta ke kawasan Sepaku, walaupun kondisinya masih serba darurat. Jokowi seperti sedang membeli waktu yang secara faktual tidak lagi dimilikinya.
Foto No 6 : Peta Tata Guna Lahan dan Zonasi IKN
Sumber : Google
Struktur IKN
Kondisi tampilan IKN hari ini jelas belum memiliki struktur keruangan. Bagaimana mungkin tercipta sebuah struktur tata ruang kota, jika bentuknya belum jelas. Struktur IKN masih belum terwujud di alam realita, hanya di atas kertas. Segala sesuatu yang masih belum jelas, membuka peluang untuk perubahan . Penguasa pasca Jokowi dapat saja mengubah desain rancangan awal. Jokowi ingin segera mewujudkan IKN karena memang demikian sifat dan karakter semua penguasa. Dia ingin meninggalkan warisan monumental, agar keberadaannya terus dikenang sampai jauh melampaui masa hidupnya. Jokowi ingin dikenang sebagai orang yang berhasil memindahkan ibu kota negara. Dengan struktur yang belum tercipta, sangat mungkin penguasa berikutnya tergoda untuk mengubah rancangan desain IKN, agar dirinya juga dikenang sebagai orang yang ikut berkontribusi terhadap terbentuknya struktur keruangan yang berbeda dari rancangan Jokowi. Dengan demikian Jokowi bukan satu satunya orang yang berperan penting dalam pembentukan IKN.
Kondisi yang diuraikan bakal mungkin terwujud, karena sudah sering terjadi di masa lalu. Sebagai contoh, candi Borobudur dibangun selama 75 tahun, melibatkan 5 orang raja. Setiap naiknya seorang raja baru, terjadi perubahan desain rancangan bangunan candi. Setiap raja ingin dikenang sebagai pembangun candi Borobudur. Bekas / Jejak pernah terjadi 5 kali perubahan desain candi Borobudur masih dapat dilacak pada bentuk dan struktur kaki asli candi, lorong tiap tingkat berikut pagar langkan ( bagian rupa datu dan struktur bagian arupa datu ). Hal yang sama terlihat juga di masa kini. Setiap kali .terjadi pergantian menteri di suatu departemen atau kementerian, maka berubah pula kebijakannya.
Proses Pembangunan IKN
Struktur yang tidak jelas membuat proses pembangunan IKN tidak terarah. Masa berkuasa yang relatif singkat tidak memungkinkan Jokowi menempuh proses yang wajar. Terjadi lompatan besar melewati tahap tahapan normal suatu pembangunan berskala besar. Awal tahun 2022, tapak lokasi pembangunan IKN masih berupa hutan, ysng dapat disebut sebagai ekosistem naturalis. Ciri ekosistem naturalis di daerah khatulistiwa adalah tingkat keanekaragaman yang tinggi dengan tingkat kestabilan tinggi, tetapi tingkat produktivitasnya rendah. Hal ini sesuai dengan nilai konstantanta ( tetapan ) Schroedinger ( perbandingan nilai produktivitas dengan nilai proses respirasi mendekati 1 ). Jika dinyatakan dengan notasi matematika adalah sebagai berikut :
P ( produktivitas )
------ ~ 1
R ( respirasi )
Untuk meningkatkan nilai P, harus dimasukkan input berupa materi, energi dan informasi dalam jumlah besar. Konsekuensi dari upaya menaikkan nilai P adalah berkurangnya tingkat kestabilan ekosistem. Misalnya sebuah kawasan hutan seluas 100 Ha, dapat menghidupi 40 jiwa. Untuk meningkatkan produktivitas lahan, hutan tersebut dijadikan sawah irigasi teknis (ekosistem domestikasi ) dengan menggunakan benih unggul, aneka ragam pupuk, pestisida, insetisuda, herbisida, peralatan mekanis ( traktor ) berikut bahan bakar minyak, operator traktor. Produktivitas meningkat pesat. Dengan mengubah penutup lahan dari aneka ragam tanaman menjadi tanaman monokultur, maka sawah itu menjadi rentan terhadap serangan hama, karena tingkat kestabilan ekosistem domestikasi sangat rendah.
Untuk lebih meningkatkan produktivitas lahan tersebut, harus dimasukkan lagi materi, energi dan informasi dalam jumlah lebih besar lagi, dengan mengubahnya menjadi kompleks industri yang disebut ekosistem fabrikasi. Produktivitas di ekosistem fabrikasi masih dapat lagi ditingkatkan dengan mengubahnya menjadi ekosistem nanotech melalui pasokan materi,energi dan informasi dalam jumlah lebih besar. Kenaikan tiap level ekosistem harus dilakukan bertahap, agar tidak menimbulkan keguncangan ekosistem dan hal itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Jokowi yang yidak memiliki banyak waktu terpaksa melakukan lompatan besar melewati tahap tahapan normal dalam sekali gebrakan. Diubahnya ekosistem hutan di lokasi IKN dari level naturalis menjadi nanotech, yaitu kota cerdas ( smart city ). Akibatnya terjadi guncangan pada ekosistem, aliran materi, energi dan informasi berjalan sangat cepat dalam volume besar. Kondisi itu dapat dipertahankan selama pasokan materi, energi dsn informasi berjalan konstan. Ketika pasokan berkurang sebentar saja, maka sistem mengalami degradasi, aliran mantab berubah menjadi turbulance. Kejadian itu sangat mungkin terjadi ketika laju pertumbuhan ekonomi melambat, kucuran dana ke IKN tersendat, maka aliran materi, energi dan informasi di dalam berjalan sangat kencang, tidak terkendali dan terjadi penyusutan ukuran sistem serta tidak tertutup kemungkinan sistem hancur total lalu IKN jadi terbengkalai, ditinggalkan penghuninya. Upaya lompatan besar mungkin saja dilakukan jika dapat dijamin kelancaran pasokan materi, energi dan informasi. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh Jokowi, karena keterbatasan waktu dan sumberdaya. Itu sebabnya Jokowi sangat getol mencari investor, tetapi investor juga tidak bodoh mau berspekulasi di tengah kerawanan sistem yang tidak stabil.
Membangun kota baru yang bakal dijadikan ibu kota, bukan perkara gampang, dapat diselesaikan dalam waktu 5 tahun. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk berproses. Brasil butuh waktu 30 tahun untuk memantabkan posisi ibu kota baru yang diberi nama Brasilia. Demikian juga dengan Nigeria memidahkan ibu kota lama Lagos ke Abuja. Myanmar sudah 20 tahun memindahkan ibu kota dari Yangon ke Naypyidaw, belum berhasil memapankan posisi ibu kota baru. Pakistan butuh waktu lebih 30 tahun untuk memantabkan posisi Ibu kota baru, Islamabad, setelah meninggalkan ibu kota lama Karachi. Australia juga butuh waktu lama untuk memindahkan ibu kota dari Melbourne ke Canberra. Pengalaman negara negara tersebut menunjukkan, bahwa selain pengucuran material dan dana besar besaran, masih dibutuhkan waktu yang lama untuk proses pemindahan dan pembangunan ibu kota baru. Ada satu fakta menarik dari berbagai fenomena pemindahan ibu kota di negara negara lain termasuk Indonesia. Ibu kota lama biasanya terletak di tepi pantai dan ibu kota baru terletak di pedalaman. Apakah ini suatu kebetulan atau memang ada dalil yang berlaku dalam proses itu?. Mungkin dibutuhkan suatu riset serius untuk mendapat jawaban yang dapat diandalkan.
Fungsi IKN
Proses pembangunan IKN yang ingin serba cepat, tetapi tidak didukung input yang besar menimbulkan potensi eksternslitas yang berakhir dengan munculnya kota mati sebelum berfungsi. Mungkin kelak akan muncul Candi IKN ( mega proyek mangkrak ). IKN didesain untuk menjadi pusat pemerintahan yang indah, asri, yang dapat memberikan suasana kondusif dalam bekerja. IKN dirancang bukan untuk menjadi pusat bisnis, pusat seni, pusat segalanya, termasuk pusat penyaluran / distribusi logistik. Posisi letak IKN di pedalaman tidak memungkinkan untuk dijadikan pusat segalanya. Daya angkut moda transportasi udara tidak sebesar moda transportasi laut. Dengan mencermati peta tata guna lahan dan peta zonasi IKN, sepertinya IKN ingin mengulangi kesalahan yang dibuat di Jakarta. IKN dirancang untuk menjadi yang SERBA TER......( terbesar, terluas, terindah, tercanggih dan seterusnya ). Fungsi pusat pemerintahan tidak harus menjadi yang serba super. Dari peta tata guna lahan dan peta zonasi, luas IKN diproyeksikan menjadi 4 kali lebih besar dari Jakarta. Fungsi sebagai pusat pemerintahan saja, IKN sudah megap megap, tidak mampu memenuhinya. Jadi mengapa mau mengambil banyak peran dan multi fungsi. Jokowi ingin segera pindah ke IKN untuk mewujudkan fungsi IKN sebagai pusat pemerintahan, tetapi dari aspek aspek bentuk / dimensi ukuran, struktur dan proses tidak mampu menjalankan peran itu. Secara fungsional, ambisi Jokowi sudah gagal. Dia sudah kehabisan sumberdaya dan waktu, IKN belum dapat menjalankan fungsinya sebagai pusat pemerintahan.
Dimulai dari kegagalan mewujudkan bentuk tampilan ibu kota baru, diikuti dengan kegagalan menampilkan struktur keruangan sebuah kota, memicu kegagalan proses melampaui banyak tahapan level, karena kekurangan waktu dan sumbedaya. Kemudian gagal pula memenuhi minimal satu fungsi sebagai pusat pemerintahan, sebenarnya kekalahan Jokowi sudah diambang pintu dan di depan mata. Jokowi memang seorang pertarungan sejati yang pantang menyerah sampai titik darah terakhir. Layaknya seorang field marshal ( Jenderal lapangan ) yang tangguh, dia merasa belum kalah, karena masih menyimpan satu kartu troef terakhir yang belum dijatuhkan. Kekalahan di banyak medan pertempuran masih dapat dikonversi menjadi kemenangan di medan tempur terakhir. Dalam waktu 40 hari terakhir dapat dilihat bagaimana situasi di medan tempur terakhir. Kekalahan di medan tempur bentuk, struktur, proses dan fungsional akan berusaha ditebus di medan tempur simbolik.
Tindakan Simbolik Seorang Jokowi
Melihat peluang mewujudkan fungsi IKN sebagai pusat pemerintahan di akhir masa kekuasaannya, Jokowi memainkan kartu terakhir dengan berspekulasi secara untung untungan. Jokowi mengumumkan mulai pindah dan berkantor di IKN di masa 40 hari terakhir sebelum lengser dari jabatan presiden. Dia menyadari tidak mungkin memboyong seluruh menteri kabinetnya berikut pejabat eselon 1 dan 2 ke IKN, konon pula pejabat eselon 3. Hanya segelintir orang terdekatnya yang dapat dibawa ke IKN, tentunya termasuk ajudan dan Pasukan Pengamanan Presiden ( Paspampres ). Untuk meredam kritik soal efektivitas dan efisiensi kepindahan tokoh sentral tanpa diikuti para pejabat kunci, Jokowi membangun argumentasi yang bersifat apologi. Dia dan jajaran elit pemerintahannya akan memanfaatkan teknologi komunikasi yang tersedia. Semua orang tahu bahwa itu hanya retorika dari orang yang sudah pasrah.
Dalam ilmu semiotika dan simbologi, pernyataan Jokowi tersebut dapat ditafsirkan dengan dua cara :
1. Jokowi ingin menyatakan kepada dunia bahwa walaupun ditengah kondisi yang belum kondusif, dia tetap teguh pendirian untuk memindahkan pusat pemerintahan ke IKN. Jokowi sudah tunjukkan kepada semua orang, dia siap menjadi martir seorang diri, pindah ke IKN, sambil berharap para penguasa di masa depan akan terus berkomitmen untuk melanjutkan program pembangunan IKN.
2. Jokowi sudah tidak mungkin memaksakan berfungsinya IKN di masa kekuasaannya dan berjuang di area simbolis. Dia menyatakan bahwa jika di masa depan, para penggantinya tidak melanjutkan pembangunan IKN, dia menyampaikan pesan simbolis bahwa di kota mangkrak itu pernah di langsungkan perayaan peringatan hari kemerdekaan RI ke 79 dan presiden pernah tinggal menetap selama 40 hari. Meskipun secara fungsional dia kalah, paling tidak jejak simbolik sudah terekam di catatan sejarah.
Kalau target minimal ( simbolik ) yang diincarnya, sungguh sangat disayangkan. Mungkin dalam pikirannya, Jokowi tetap merasa menang, maka kemenangan itu tak lebih dari kemenangan phyrus, kemenangan yang dicapai dengan pengorbanan sangat besar, sehingga kondisi pemenang tak lebih baik dari pecundang yang kalah. Target simbolik sangat tidak sepadan dengan pengorbanan yang sudah digelontorkan ke IKN.
Epilog
Di suatu senja yang cerah, menjelang matahari terbenam di ufuk barat horizon langit, di teras istana yang terletak di puncak Bukit Sepaku, seorang lelaki berusia enam puluhan berdiri tegak membisu. Matanya menatap lurus ke arah matahari yang akan tenggelam. Suasana pikirannya ikut terbawa arus dalam keheningan senja. Pikirannya menerawang ke masa lalu, masa awal menduduki jabatan puncak di Republik. Setiap saat dirinya memancarkan aura, magnet, setiap orang berlomba lomba mendekati dirinya sambil melontarkan ucapan puja puji untuk dirinya. Sekarang sudah memasuki masa senja kekuasaannya. Dia mendapati dirinya sepi di puncak Bukit Sepaku jauh dari jepretan kamera, barisan mikrofon, kerumunan orang yang mengelu - elukannya. Dia juga tidak tahu bagaimana kelanjutan nasib warisan monumentalnya. Dia sudah berjuang sekuatnya, tetapi pada akhirnya dia harus tunduk pada kaidah alam. Sebenarnya warisan terbaik bukan berupa bangunan fisik, situs monumental, tetapi keberhasilan melakukan transformasi total menyeluruh, meliputi mindset, pola pikir, cara pikir, cara berperilaku, cara hidup ( kebudayaan ) bangsa ini untuk meraih kejayaan. Melihat perilaku yang ditunjukkan Jokowi dengan menyepi di bukit Sepaku, timbul perasaan iba, semoga Beliau turun dengan perasaan damai. Soal nasib warisan IKN, biarkanlah sejarah yang akan memberikan vonisnya, apakah IKN akan menjadi warisan budaya bangsa atau menjadi proyek mangkrak.
Comments
Post a Comment