SEJARAH DAN PENULISANNYA YANG PENUH KONTROVERSI

 Prolog

Seminggu terakhir penulis banyak mendapat pertanyaan tentang kontroversi penulisan ulang sejarah Indonesia. Dari penelusuran sumber sumber informasi yang dapat diakses oleh siapa saja, penulis berusaha memahami dinamika perbincangan topik tersebut. Menurut pengamatan dan pendapat penulis, perdebatan yang berkembang di masyarakat disebabkan karena beberapa faktor, baik yang dipahami maupun yang tidak dipahami masyarakat umum yang awam dengan bidang ilmu sejarah.  Di antara faktor faktor tersebut antara lain : 

1 Kurang dipahaminya filsafat sejarah dan hakekat sejarah, termasuk berbagai sudut pandang, mazhab, dan paradigma yang pernah dikembangkan oleh para ahli sejarah. 

2 Kurang dipahaminya sifat data dan sumber data sejarah, termasuk metode penelitian sejarah.

3 Adanya perbedaan definisi konseptual yang digunakan. 

Untuk sementara, tulisan singkat ini hanya membatasi pembahasan pada tiga faktor di atas. Pembahasan yang bersifat filosofis, teoritis dan teknis metodologis akan membuat sebagian besar pembaca berkerut keningnya mencerna uraian yang hanya sesuai untuk konsumsi sejarawan profesional. 


Apa Yang Disebut Sejarah?

Sejarah adalah suatu penggalan peristiwa yang sudah terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu. Pengertian di atas dapat diringkas menjadi tiga kata yaitu sejarah sebagai fakta. Kata kata  yang sengaja ditebalkan sudah memberikan penjelasan secara implisit bahwa peristiwa yang ditangkap oleh alat dria manusia  bersifat fragmentaris dan bersifat ex post facto, seperti orang mengambil potret suatu adegan sesaat. Pengertian berikutnya karena sifatnya fragmentaris, konsekuensi logis berikutnya, informasi tentang petistiwa atau data yang dimiliki tidak mungkin lengkap. Dengan situasi demikian pasti ada usaha untuk mengisi celah yang masih kosong, atau kabur, atau belum jelas, dengan uraian yang bersifat penafsiran / interpretasi, argumentatif.  Konsekuensi logis berikutnya adalah pasti akan terjadi perdebatan. Kalau sudah terjadi perdebatan, pasti akan terjadi kontroversi. Jadi perdebatan dan kontroversi di dalam kajian sejarah adalah sesuatu yang bersifat keniscayaan, keharusan. Ilmu sejarah adalah ilmu yang penuh dengan perdebatan dan kontroversi. 

Kata penggalan di atas juga menunjukkan adanya suatu garis yang sebenarnya merupakan tiga dimensi waktu yaitu pra peristiwa --- peristiwa --- pasca peristiwa yang sebenarnya merupakan satu kontinum yang saling berkaitan. Masalahnya manusia hanya fokus pada potret sesaat ( momen peristiwa ). Sebenarnya kondisi pra peristiwa juga turut membentuk, mengkondisikan terjadinya peristiwa. Demikian juga kondisi pasca peristiwa yang ikut terpengaruh oleh momen peristiwa. Dua dimensi,  pertama dan ketiga luput dari pengamatan, karena perhatian difokuskan pada momen peristiwa saja. Berhubung  peristiwa yang diamati bersifat ex post facto, kita tidak pernah punya data dan informasi yang benar benar lengkap. 

Sebuah peristiwa sejarah sebagai fakta, kemudian ditransformasikan ke dalam proses penulisan sejarah. Hasilnya adalah sejarah sebagai penulisan. Pada tahap ini yang namanya penafsiran, argumentasi, sudut pandang tertentu yang pasti mengandung bias akan terjadi. Oleh karena itu tidak mengherankan ada lebih dari satu versi penulisan sejarah, dan hal itu lumrah di dalam ilmu sejarah. Di bawah ini diberikan satu contoh kejadian yang dapat memperjelas uraian di atas. 

Pada tanggal 27 Oktober 1928 di Batavia berkumpul para pemuda terdidik dari berbagai daerah untuk merumuskan pikiran dan sikap mereka. Peserta pertemuan yang disebut kongres pemuda berjumlah 700 an orang, tetapi yang masuk ke dalam ruang pertemuan dan mengikuti persidangan hanya sebagian kecil. Pada tanggal 28 Oktober 1928 peserta di dalam ruangan yang puluhan orang merumuskan sikap dan pikirannya dalam suatu dokumen resmi yang disebut Poetoesan Congres Pemoeda Pemoeda Indonesia. Faktanya yang merumuskan dokumen itu hanya seorang yang bernama Mohammad Yamin, karena faktanya hanya  dia yang paling fasih berbahasa Indonesia dan mahir menulis dalam bahasa Indonesia. Sementara sebagian besar pesertanya hanya mahir  berbahasa Belanda dan bahasa darerahnyaKemudian beberapa puluh tahun kemudian ( 1954 ) Mohammad Yamin membuat penulisan sejarah peristiwa itu dengan mengubah judul dokumen otentik menjadi Sumpah Pemuda. Hasil penulisan sejarah oleh Mohammad Yamin sekarang diakui sebagai kebenaran sejarah dan menjadi sejarah resmi. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 1928 di gedung ( di halaman gedung berkumpul ratusan pemuda yang membahas topik yang sama tetapi tidak tertampung di dalam gedung ) yang sama, tidak diperhatikan. Begitu juga pada tanggal 29 Oktober 1928, peristiwa perpisahan para pemuda menjelang pulang ke daerah masing masing. Mungkin tidak ada maksud Mohammad Yamin memalsukan fakta sejarah ketika menuliskan peristiwa sejarah. Jika dilihat konteks waktu peristiwa dia mengucapkan / menulis peristiwa itu, dia hendak mendramatisir peristiwa itu dengan mengganti kata putusan dengan kata sumpah untuk menjaga keutuhan wilayah negara. Ketika itu beberapa daerah sedang bergolak untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mengganti kata putusan dengan sumpah, Yamin ingin memberi kesan sakral pada momen itu, agar pemimpin pemberontakan ingat pada tekad luhur para pemuda di masa penjajahan Belanda. 



Gambar 1 : Foto dokumen asli teks Poetoesan                             Congres Pemoeda Pemoeda                                       Indonesia 

 Sumber   :  Google


Satu contoh lagi, peristiwa pembunuhan 6 Jenderal dan seorang perwira pertama TNI pada  tanggal 1 Oktober 1965. Jelas jelas fakta peristiwa itu terjadi tanggal 1 Oktober 1965, tetapi petistiwa itu ditulis terjadi pada tanggal 30 September 1965. Setiap hari media cetak, audio dan visual, buku buku sejarah, menulis peristiwa itu terjadi tanggal 30 September 1965, dan diberi label G 30 S ( Gerakan 30 September ). Tidak ada seorangpun baik para ahli maupun orang awam yang mengkritisi soal tersebut. Coba bayangkan kalau Rejim Suharto menulis sejarah sesuai fakta bahwa peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Akan terasa absurd, pada hari yang sama ( 1 Oktober ) dilakukan pengibaran bendera merah putih setengah tiang ( peristiwa dukacita ) sekaligus pengibaran bendera yang sama satu tiang ( peristiwa sukacita ). Berdasarkan fakta sejarah gerakan pemberontakan itu berhasil ditumpas pada hari yang sama ( 1 Oktober 1965 ). Rejim Suharto tidak punya pilihan lain, selain menuliskan peristiwa sejarah berbeda dengan faktanya. 


Sifat Data dan Sumber Data Sejarah

Data dan sumber data sejarah apapun bentuknya pasti terbatas dalam kuantitas dan kualitas. Terbatas dalam kuantitas artinya tidak semua peristiwa sejarah terekam dengan lengkap dan utuh, tetapi hanya fragmentaris. Dari segi kualitas sumber data sejarah terbatas. Belum semua sumber tertulis ditemukan, dan yang sudah ditemukan juga banyak yang tidak utuh, atau kabur, karena proses waktu. Data atau sumber sejarah harus diperiksa keaslian, validitasnya sebagai data. Pada tahap ini diperlukan ilmu ilmu bantu untuk menunjang pekerjaan tersebut seperti rumpun ilmu ilmu bahasa ( linguistik, filologi, morfologi, sintaksis, leksikon, heurustik ), semiotika, simbologi, heraldika. 

Kualitas, reliabilitas dan validitas data / sumber sejarah terbaik adalah yang ditulis pada saat bersamaan atau tidak lama setelah peristiwa yang ditulis. Semakin jauh rentang waktu antara kejadian dengan waktu penulisan, nilainya makin turun. Nara sumber terpercaya dan kompeten juga turut menentukan nilai suatu sumber sejarah. Kitab Negarakertagama yang menceritakan tentang periode kejayaan kerajaan Majapahit ditulis oleh orang yang kredibel, kompeten yaitu Mpu Prapanca, pujangga istana Majapahit, merangkap Kepala Urusan Agama Budha ( Adhyaksa ring Kasogatan ). Nara sumber yang dipilihnya untuk menceritakan periode sebelumnya ( Singasari ), juga orang yang kredibel, yaitu Beghawan Ratnamsa, orang yang sempat mengalami masa hidup di jaman kerajaan Singasari. Orang pertama yang membaca, meneliti kitab Negarakertagama adalah ahli arkeologi dan ahli filologi bernama Dr  Jan Laurens Andreas Brandes. Dia memberi nama kitab itu Negarakertagama,  sementara penulisnya memberi nama Decawarnana. Justru nama yang diberikan oleh JLA Brandes yang lebih populer. 

Para ahli sejarah mengembangkan metode penelitian sumber sejarah, yaitu metode kritik sumber. Ada dua jenis metode kritik sumber yang dikembangkan yaitu metode kritik intern dan metode kritik ekstern. Ke dua metode tersebut digunakan secara simultan, dikombinasikan dengan metode heuristik. Dengan penyaringan berlapis lapis, dapat didapatkan informasi yang mendekati kebenaran. 


Perbedaan Definisi Konseptual

Faktor ini sering menjadi pangkal perdebatan tanpa akhir. Orang sering tidak menyadari pentingnya pemahaman akan pentingnya definisi konseptual yang digunakan. Hal ini terjadi pada perdebatan soal penulisan ulang sejarah resmi. Misalnya perdebatan soal pembabakan sejarah. Tim penulis revisi sejarah menentukan definisi konseptual pra sejarah dan sejarah. Pendapat mayoritas ( main stream ), pembabakan sejarah dengan pra sejarah ditentukan oleh adanya sumber tertulis. Sebelum ada tulisan disebut pra sejarah dan setelah ada tulisan disebut sejarah. Tim Revisi menggunakan definisi konseptual berbeda. Masa sebelum ada tulisan disebut sejarah awal. Argumentasinya, sumber tertulis bukan faktor pembeda. Dimulainya jaman sejarah ditentukan oleh adanya peradaban. Perbedaan definisi konseptual berpangkal pada landasan filsafat, sehingga sulit ditentukan mana yang benar, karena sulit dibuktikan secara empirik, sementara bukti empirik adalah wasit yang paling sahih. 

Satu contoh lagi perdebatan yang disebabkan karena perbedaan definisi konseptual yang digunakan. Perdebatan soal kapan agama Islam masuk ke Nusantara.  Sekelompok orang ( kelompok 1 ), mengatakan agama Islam masuk ke Nusantara pada abad I Hijrah ( abad VII Masehi ), di jaman Khulafurasidin ( 4 Khalifah pertama,  para Sahabat Nabi Besar Muhammad SAW ). Dasar argumentasinya, Bangsa Arab sudah menjelajahi lautan sejak awal abad Masehi. Pada Abad ke VII mesjid sudah berdiri di kota Kanton ( Tiongkok ). Untuk mencapai Kanton, bangsa Arab pasti singgah di pulau pulau Nusantara karena adanya faktor perbedaan angin musim. Kapal kapal pada masa itu digerakkan oleh tenaga angin. Dasar definisi konseptual yang digunakan, proses Islamisasi di suatu lokasi terjadi jika sudah ada orang beragama Islam di lokasi tersebut. 

Kelompok lain menggunakan definisi konseptual berbeda, proses Islamisasi di suatu lokasi terjadi jika sudah ada masyarakat Islam di lokasi tersebut. Indikasi keberadaan masyarakat Islam adalah ditemukannya kelompok makam orang yang beragama Islam, ditandai dengan bentuk jirat makam dan tulisan di nisan makam. Berdasarkan definisi konseptual ini, proses Islamisasi terjadi pada abad XI Masehi, dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Fatima Binti Maimun, di Leran, Gresik, Jawa Timur, berangka tahun 1082 Masehi

Kelompok ketiga menggunakan definisi konseptual berbeda dengan dua definisi konseptual sebelumnya, proses Islamisasi di suatu lokasi terjadi jika orang beragama Islam sudah membentuk kesatuan kekuatan politik yang disebut negara ( kerajaan / republik ). Indikasi keberadaan negara Islam, jika ditemukan makam raja / sultan yang memuat nama, gelar, tahun wafatnya. Berdasarkan definisi konseptual ini, proses Islamisasi di Nusantara terjadi pada abad XIII, dengan ditemukannya makam Sultan Malikul Saleh Raja kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara, berangka tahun 1297 Masehi. 

Satu contoh lagi perbedaan definisi konseptual yang menimbulkan perdebatan. Satu kelompok orang mengatakan ada pelanggaran HAM berat dan pemerkosaan masal di Indonesia pada tahun 1998. Kelompok lain mengatakan terjadi pelanggaran HAM dan pemerkosaan di Indonesia pada tahun 1998. Jika diperhatikan ada perbedaan kecil dari segi redaksional dari 2 kelompok di atas, tetapi mengandung implikasi besar. Kelompok pertama hanya mengakui terjadi pelanggaran HAM dan pemerkosaan. Kelompok kedua berkeras mengatakan ada pelanggaran HAM berat dan ada pemerkosaan masal. Tepatnya perbedaan itu pada adanya kata berat dan masal.

Kelompok pertama meminta persyaratan bahwa untuk mencantumkan kata berat harus ada indikasi bahwa pelanggaran itu bersifat sistematis, terstruktur dan masiv. Pelanggaran HAM yang bersifat sistematis, terstruktur dan masiv harus ada bukti bahwa hal itu dilakukan oleh sebuah institusi terorganisir, ada garis komando yang jelas dan adanya perintah tertulis dari pimpinan secara hierarki berjenjang. Persyaratan ini sangat sulit dipenuhi oleh orang atau Tim Pencari Fakta. Kemudian pengertian kata masal, tidak ada atau belum ada kesepakatan kriteria mengenai jumlah korban. 

Dari perbedaan definisi konseptual yang dianut , pasti terjadi perbedaan versi penulisan sejarah. Dari uraian di atas tampak bagaimana rumitnya proses penulisan sejarah, terutama sejarah kontemporer, karena yang diduga sebagai pelaku masih hidup dan masih memiliki pengaruh besar. Apa yang diuraikan diatas masih sebagian kecil dari berbagai masalah yang ada di dalam penulisan sejarah. Masalah penulisan sejarah tidak sesederhana yang dikira oleh sebagian besar orang. 


Epilog

Penulisan sejarah yang dikira sederhana ternyata jauh lebih rumit. Kehidupan ini sangat kompleks, berbagai variabel saling terjalin rumit, saling pengaruh mempengaruhi. Untuk mengungkapkan kebenaran tidak mudah, karena definisi konseptual dari kata kebenaran  itu sendiri banyak versi. Tidak ada definisi konseptual yang dapat memenuhi keinginan semua orang. Ada kalanya kebenaran itu tidak selalu harus diungkapkan. Ada harga mahal yang harus ditebus / dibayar untuk itu dan tidak semua orang mampu / sanggup menanggung semua konsekuensinya. Kebenaran tidak berarti segala galanya. Kelompok orang tercerahkan seperti para ahli tasawuf / sufi dan kelompok isotheris, adakalanya menyimpan pengetahuan tingkat tinggi untuk dirinya sendiri atau orang selevelnya, karena sebagian besar orang belum mampu menerima pengetahuan itu. 

Masyarakat umum tidak perlu berkecil hati menerima kenyataan hidup ini. Untuk orang yang terkena efek buruk suatu peristiwa baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak perlu terbenam dalam kesedihan dan kepedihan berkepanjangan. Ingatlah selalu bahwa SEJARAH RESMI DITULIS OLEH PARA PEMENANG. SETIAP ORANG ADA ERANYA DAN TIAP ERA ADA ORANGNYA. ALAM ADALAH WASIT YANG PALING ADIL, KARENA TIDAK PUNYA MOTIF DAN KEPENTINGAN. ALAM ADALAH PENYIMPAN JEJAK TERBAIK, SUATU HARI KELAK ALAM AKAN MENGUNGKAPKAN SEMUANYA. 


Sebagai penutup, penulis mengutip ucapan Ali Shariati, seorang ideolog asal Iran : 

Apa yang saya tulis hari ini bukan merupakan kata final. Apa yang saya tulis hari ini, esok dapat saya ralat sebagian atau seluruhnya.  



Comments

Popular Posts