MATEMATIKA SEBAGAI SARANA BREEDING TEKNOLOGI DENGAN SENI
Teknologi sebagai anak kandung sains sudah berulang kali membuktikan kemampuannya dalam mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang sebelumnya tidak terbayangkan, membuka area incoqnito yang belum terpetakan. Salah satu fenomena, dalil dan dogma yang demikian kokoh bercokol di benak orang, berhasil dipatahkan. Selama ini seni dianggap sebagai sesuatu yang bersifat khusus, unik, individual, dengan ukuran ukuran penilaian yang bersifat subjektif, bergantung pada selera, melibatkan emosi. Sementara teknologi sebagai turunan dari sains, membawa gen gen yang bersifat objektif, menggunakan ukuran ukuran yang bersifat ratio ( memiliki angka nol yang mutlak ), menggunakan instrumen dengan tingkat akurasi tinggi.
Perkawinan antara seni dan teknologi pada mulanya dianggap tidak mungkin, karena perbedaan genom ( kode genetik ) yang berbeda jauh, tidak bakal menghasilkan keturunan. Anggapan demikian berpangkal pada diabaikannya peran penting matematika. Matematika menyediakan beragam peluang yang dirasa muskil diwujudkan. Matematika tidak hanya berisi rumus rumus dan persamaan serta model yang menjemukan, tetapi juga memberikan nilai nilai estetika. Melalui matematika, perkawinan silang antara seni dengan teknologi dapat diwujudkan dengan menghasilkan turunan yang mengandung kombinasi sifat keduanya.
Dengan menggunakan algoritma canggih, dapat dihasilkan presisi sempurna yang tidak mungkin dihasilkan oleh keterampilan / skill kognitive, sensorik, motorik koordinasi otot, persendian dari anggota tubuh manusia. Presisi dan ketepatan momentum yang prima dari aspek aspek posisi benda dalam dimensi ruang, waktu, kecepatan, besaran gaya yang bekerja, hanya dapat dihasilkan dari algoritma canggih. Algoritma yang digunakan juga harus mengandung hasil perhitungan komputasi terhadap ketepatan dari kombinasi semua unsur unsur masa, bobot, gaya, ruang, waktu, kecepatan, momentum, bilangan / tetapan konstanta. Hasil semua itu adalah sebuah karya masterpice kombinasi dari seni, teknologi yang sangat mengandalkan presisi dalam segala aspek. Presisi yang hanya dapat dihadirkan berkat peran matematika, algoritma dan instrumen komputasi yang canggih.
Matematika bukan sekadar angka angka berikut tara cara operasi perhitungan. Matematika juga mengandung unsur unsur nilai estetika. Banyak dalil / hukum dalam ilmu fisika baru dapat menunjukkan kesederhanaan, keindahan, keharmonissn setelah ditransformasikan ke dalam persamaan matematis. Salah satu contoh klasik dalam hal itu adalah ketika James Clark Maxwell mendemonstrasikan empat persamaan matematis yang terkenal itu dari gabungan hukum Charles Augustine de Coulomb dalam bidang magnetis dengan hukum Michael Faraday bidang kelistrikan menjadi hukum Maxwell dalam bidang gelombang elrktromagnetik. Selain itu banyak karya seni yang tergolong masterpice, juga mengandung patokan patokan matematis untuk menghasilkan bentuk proporsional. Karya musikus besar seperti Wolgang Amadeus Mozart, Ludwig Bethoven, Frederic Chopin dan Johan Strauss dalam bentuk notasi not balok atau repertoar, dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan matematis. Penerapan golden ratio phi = 1,618 dan deret bilangan Fibonachi ( 1,1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89........dan seterusnya ) dalam karya seni dan arsitektur sudah lebih dari cukup sebagai bukti betapa besar peranan matematika di alam semesta dan peradaban manusia. Di bawah ini ditampilkan dua contoh karya seni patung yang tergolong maha karya dari seniman besar dari periode Renaisance dan periode Yunani Klasik.
Arca penggambaran David ( Daud ), terbuat dari batu pualam, karya Michael Angelo ,abad XVI, masa Renaisance di Eropa. Seniman pada masa itu sama sekali tidak bermaksud menampilkan imajinasi pornografi. Mereka sebenarnya ingin pamer pengusaan pengetahuan detail anatomi tubuh manusia , dan punya kemampuan mewujudkannya dalam visualisasi yang sempurna pada medium yang keras, kaku, sulit dibentuk ( batu ), termasuk menggambarkan posisi gumpalan otot, lekukan tubuh atletis. Semua itu digambarkan dengan tingkat presisi yang tinggi. Kemampuan itu dalam seni patung yang merupakan bagian dari seni rupa Barat, disebut mazhab academicus.
Sumber : Google
Sebuah mahakarya dari bahan perunggu, karya seniman besar Yunani klasik jauh lebih tua dari masa Renaisance, bernama Myron. Ini karya yang sangat academicus, indah, detail, serasi, harmoni dan menggambarkan posisi sempurna seorang atlet lempar cakram dalam momen yang krusial ketika akan melontarkan piringan cakramnya.
Comments
Post a Comment