IJAZAH JOKOWI BERADA DI DALAM KOTAK KUCING SCHRODINGER
Prolog
Polemik soal keaslian / kepalsuan ijazah Presiden Jokowi ( Joko Widodo ) makin liar, tidak terkendali. Sebutan presiden masih penulis gunakan walaupun beliau sudah tidak menjabat lagi, karena memang begitu etika protokoler kenegaraan. Kondisi ini disebabkan karena pihak yang bersangkutan dan pihak yang berwenang menerbitkan ijazah itu dinilai tidak transparan menjelaskan duduk perkaranya kepada publik. Seolah olah isu itu dibiarkan mengambang dan jadi topik perbincangan di berbagai kalangan. Tidsk diketahui apa motif yang mendasari sikap seperti itu. Publik juga tidak mengundurkan tekanannya dan terus menggoreng isu tersebut.
Di masyarakat terdapat tiga kubu yang terbentuk. Pertama kubu yang terus mendesak agar persoalan ijazah Jokowi dituntaskan, kalau perlu dibawa sampai ke pengadilan. Kubu ke dua .menganggap persoalan keaslian ijazah Jokowi sudah jelas dan agar menghentikan perbincangan soal itu. Pihak ke tiga bersikap apatis, tidak peduli dengan soal keaslian atau kepalsuan ijazah Jokowi. Kubu pertama mengajukan berbagai kejanggalan ( di sini tidak dirincikan, karena sudah menjadi pengetahuan umum ) yang terdapat pada fotocopy ijazah tersebut dibandingkan dengan ijazah lain dari lembaga yang sama dan dari periode waktu relatif dekat, sebagai dasar gugatannya. Kubu ke dua menolak perbandingan itu, kecuali bahan perbandingan itu berasal dari tahun dan periode wisuda yang sama.
Melihat situasi itu, penulis berusaha keluar dari cara pandang konvensional, mencoba satu sudut pandang alternatif. Kubu pertama yakin ijazah Jokowi palsu dan sebaliknya kubu ke dua yakin ijazah Jokowi asli. Penulis mencoba tidak mengatakan ijazah Jokowi asli ATAU palsu pada saat yang sama. Penulis mengatakan ijazah Jokowi Asli DAN juga sekaligus Palsu pada saat yang sama. Pada saat yang sama ijazah itu tidak dapat dipastikan asli atau palsu, peluangnya fifty - fifty, sampai dilakukan pembuktian. Posisi ijazah itu bukan asli atau palsu, tetapi asli sekaligus palsu.
Pembaca tentu mengerutkan kening sebagai tanda tidak setuju. Bagaimana mungkin satu objek berada di dua tempat berbeda pada saat yang sama. Hal itu melawan hukum logika. Ya jika logika tradisional ala Socrates, Plato dan Aristoteles yang dijadikan acuan. Hal itu sangat mungkin terjadi menurut logika modern ( logika simbolik ) dan fisika/ mekanika kuantum. Dalam konteks cara berpikir inkonvensional ini penulis akan menjelaskan situasi itu dengan menampilkan eksperimen hipotetik dari ,Erwin Schrodinger ( salah satu pilar utama bidang fisika dan mekanika kuantum yang bersama dengan Paul Dirac memenangkan hadiah nobel fisika tahun 1933 ). Eksperimen itu dikenal dengan nama kotak kucing Schrodinger.
Eksperimen Kotak Kucing Schroedinger
Eksperimen ini dirancang oleh Schrodinger karena rasa heran dan takjub akan konsep super posisi dalam mekanika kuantum. Konsep itu menerangkan bahwa tidak ada orang yang dapat menentukan posisi dan momentum partikel pada satu saat. Semua titik memiliki peluang yang sama. Jika perhatian pengamat difokuskan untuk menentukan posisi, maka momentum tidak dapat diketahui. Jika perhatian dipusatkan untuk menghitung momentum, maka posisi tidak dapat diketahui. Pada saat yang sama tidak dapat ditentukan dimana posisi dan berapa momentumnya. Misalkan pada satu waktu elektron berperilaku seperti partikel tetap pada waktu lain elektron berperilaku seperti gelombang. Penentuan elektron sebagai gelombang atau partikel ditentukan oleh metode observasi dan jenis instrumen pengukurannya. Jika instrumen yang digunakan peka menangkap sifat partikel, maka yang tampak elektron adalah partikel dan sebaliknya jika digunakan instrumen yang peka terhadap sifat gelombang, maka yang tampak, elektron adalah gelombang. Jadi kepastian baru didapat setelah dilakukan obsevasi dan pengukuran. Hal ini sudah diuji berulang kali pada eksperimen celah ganda untuk membuktikan sifat cahaya sebagai dualisme ( partikel dan gelombang ) yang tidak dapat dipastikan. Eksperimen ini mendukung prinsip ketidakpastian ( Undeterminisme Princip ) yang dirumuskan oleh fisikawan kuantum Werner Heissenberg dan sudah diganjar dengan hadiah Nobel bidang Fisika tahun 1932.
Eksperimen Kotak Kucing Schrodinger membayangkan seekor kucing dimasukkan ke dalam kotak terbuat dari baja. Di dalam kotak diletakkan tabung kaca berisi cairan sianida ( sejenis racun mematikan ). Di ruangan itu ada alat mekanisme yang dapat menjatuhkan palu ke tabung kaca. Alat mekanisme itu bekerja jika terjadi peluruhan zat radioaktif yang juga diletakkan di kotak itu. Jika tabung kaca pecah, maka kucing akan cairan beracun dan bakal mati. Sebelum ada pemeriksaan oleh pengamat terhadap kondisi kucing, maka tidak ada yang dapat memastikan apakah kucing itu hidup atau mati. Kucing itu hidup dan sekaligus mati, sampai ada upaya pembuktian. Peristiwa peluruhan radioaktif juga tidak dapat dipastikan, bisa luruh dan bisa juga tidak. Peluang untuk terjadinya masing masing kondisi adalah 50%. Kepastian terjadinya peluruhan radioaktif hanya dapat dipastikan setelah berinteraksi dengan alam skala makro dan dilakukan obsevasi berikut pengukuran. Di abad XX belum fitrmukan metode observasi dan pengukuran partikel. Baru tahun 2012 metode pengamatan dan pengontrolan partikel itu ditemukan oleh fisikawan Serge Horache dan David Wineland. Keduanya sudah diganjar dengan hadiah Nobel bidang Fisika tahun 2012. Untuk memudahkan pembaca memahami uraian di atas, di bawah ini ditampilkan gambar ilustrasi eksperimen kotak kucing Schrodinger.
Gambar 1 ; Ilustrasi eksperimen hipotetik kotak kucing Schrodinger sebelum terjadi peluruhan radioaktif.
Sumber : Google
- Bintang berwarna kuning keemasan melambangkan ketinggian ilmu yang berdasarkan iman dan taqwa.
- Rangkaian kembang melati berwarna putih melambangkan budi luhur.
- Rangkaian padi warna kuning, melambangkan kian berilmu, kian menunduk.
- Rangkaian daun tembakau berwarna hijau, melambangkan Tembakau Deli, sebagai komoditi unggulan dari daerah tempat USU berdiri.
- hijau TC RGB 66, 116, 53;
- kuning TC RGB 255, 242, 85;
- emas TC RGB 229, 188, 44;
- merah TC RGB 229, 51, 44; dan
- tinta : TC COLORS, 1999 Edition, Mesin : HEIDELBERG GTO-52, 5 (five) Colors, HEIDELBERG, GERMANY.
Comments
Post a Comment