TURBULANCE DI ARUS PUSARAN DEMONSTRASI
Prolog
Kata demonstrasi berasal dari bahasa Latin demonstrare yang berarti menunjukkan, mengemukakan. Objek yang ditunjukkan adalah kebudayaan, dalam bentuk ide, pikiran, gagasan, pendapat, sikap, kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk aktivitas, tindakan membuat narasi verbal, visual, dan kemudian dihasilkan artefak dalam bentuk baliho, spanduk, pamflet, poster yang diusung di dalam barisan massa ke suatu tempat tujuan tertentu. Tujuan dilakukannya demonstrasi biasanya ingin memberi tekanan kepada pihak penguasa agar membatalkan suatu kebijakan yang tidak disetujui oleh sebagian orang, atau mendesak penguasa agar menerbitkan kebijakan yang diinginkan oleh pelaku demonstrasi atau memecat pejabat tertentu yang tidak disukai.
Ada stigma yang sudah melekat di dalam aktivitas demonstrasi. Ada dua pihak yang posisi masing masing berada di dua kutub berbeda secara ekstrim. Satu pihak adalah penguasa yang dianggap lalim, zalim, jahat berhadap hadapan head to head dengan pelaku demonstrasi yang dianggap baik, tak berdosa, korban penzaliman oleh penguasa. Stigma itu pada kenyataannya tidak selalu benar dan situasi serta kondisinya tidak sesederhana itu. Ada banyak variabel yang berinteraksi di dalam aktivitas demonstrasi membentuk jalinan rumit seperti benang kasut. Posisi di dua kutub ekstrim membuat para pihak sulit diajak duduk berhadapan untuk bernegosiasi. Masing masing kukuh dengan posisi dan pendiriannya. Ditambah lagi dalam kegiatan demonstrasi selalu ada fenomena entropi yang derajat dan bobot dampaknya sering luput dari perhitungan yang pada tahap berikutnya menimbulkan turbulance ( pusaran badai topan ) yang tidak dapat dikendalikan. Tulisan ini berupaya membedah fenomena demonstrasi, memindai profil dan motif, metode / modus yang dijalankan oleh para pelaku serta turbulance yang ditimbulkannya.
Aneka Ragam Motif dan Tujuan Demonstrasi
Dengan merujuk pada definisi dan pengertian demonstrasi, sebenarnya tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Pemerintah / penguasa / pengusaha membuat suatu kebijakan berdasarkan data / informasi yang dimilikinya dan pihak yang beseberangan dan terkena secara langsung atau tidak langsung akan bereaksi jika kebijakan itu dianggap melanggar hak dan kepentingannya. Untuk melawan / menentang kebijakan penguasa tentunya juga harus punya data / informasi untuk mendukung argumentasinya. Kedua pihak akan berbicara / menggunakan otak dan mulutnya untuk beradu argumentasi. Filsuf bernama Hanah Arendt sudah mengingatkan ke dua pihak untuk menggunakan cara beradab untuk mempengaruhi orang agar mengikuti kehendaknya. Masalah mulai timbul jika salah satu pihak atau para pihak ( ke dua , ke tiga dan seterusnya ) mengabaikan aturan main masyarakat beradab. Sering terjadi di antara para demonstran tidak memiliki data / informasi memadai untuk menilai isu yang dipetjuangkan. Mereka hanya ikut ikutan, terbawa emosi, dan rasa solidaritas kelompok.
Penguasa akan menggunakan kekuatannya secara paksa untuk memaksakan kehendaknya. Sebaliknya pihak yang tidak berkuasa akan menggunakan caranya pula untuk menandingi kekuatan penguasa. Caranya adalah dengan memobilisasi kekuatan massa sebagai upaya menekan penguasa. Mereka berasumsi ( belum tentu benar ) bahwa semakin besar orang yang terlibat dalam gerakan demonstrasi, hasil yang dicapai semakin berpeluang untuk berhasil. Masalahnya, hitung hitungan matematis yang bersifat hipotetik itu tidak selalu berjalan mulus. Hal ini disebabkan antara lain :
1 Penguasa merasa egonya terusik jika harus menyerah pada tuntutan demonstran dan terpaksa menggunakan cara represif untuk membubarkan kelompok demonstran. Akibatnya pasti ada korban baik luka luka ataupun tewas. Sebaliknya di pihak demonstran juga enggan mundur karena merasa sudah kepalang basah dan sudah ada korban, maka tidak ada pilihan lain, kecuali maju terus.
2 Biasanya di dalam kerumunan kelompok demonstran terdapat pihak ke tiga yang menyusup di kelompok demonstran, sebagai penumpang gelap dan memiliki agenda yang tidak sama dengan kelompok mayoritas. Pihak ke tiga berkepentingan agar kelompok demonstran tidak cepat bubar. Biasanya kelompok ke tiga memiliki target lebih jauh, misalnya menumbangkan rejim penguasa.
3 Biasanya kelompok demonstran tidak berdisiplin dan pimpinan kelompok demonstran tidak memiliki garis komando dan tidak mendapatkan ketaatan serta kepatuhan dari anggota kelompoknya. Akibatnya sangat riskan memimpin kelompok seperti itu. Cuaca panas terik oleh terpaan sinar matahari ditambah oleh rasa dahaga dan lapar, membuat kelompok demonstran sangat mudah terpancing emosinya. Satu teriakan saja atau satu lembaran batu dan bom molotov dari pihak provokator, sudah dapat menimbulkan suasana khaos. Ketika terjadi kekacauan, sudah sulit bagi siapapun untuk mengendalikan situasi.
Ketiga faktor di atas sudah cukup untuk menimbulkan turbulance. Pembakaran, penghancuran, pembunuhan, pembataian dan pemerkosaan sudah dapat diramalkan. Akibat berikutnya tinggal menghitung jumlah korban luka dan tewas, kerusakan dan kehancuran properti.
Motif dan alasan orang berdemonstrasi, sangat beragam, sulit dibuat generalisasi secara akurat. Tiap wilayah dan periode memiliki kekhususan . Walaupun demikian dapat dibuat peta profil secara umum. Orang berdemonstrasi didorong oleh motif pribadi, kelompok. Untuk mengutarakan keinginannya kepada pihak penguasa, rakyat sering tidak mampu merumuskan dan mengartikulasikannya. Di sinilah dibutuhkan peran pemikir, ideolog, mentor, penasehat. Ada kalanya rumusan keinginan sudah dibuat, tetapi saluran komunikasi dengan penguasa tersumbat. Dibutuhkan aksi yang berperan sebagai pemecahan kebutuhan. Aksi demonstrasi biasanya berupaya mencari perhatian publik dan agar mendapat dukungan publik. Untuk mendapat dukungan publik, demonstran harus melakukan upaya pembentukan opini publik. Cara termudah untuk mencapai tujuan itu adalah melakukan tindakan barbar ( pembakaran, yel yel teriakan umpatan, makian ), yang menunjukkan bahwa mereka bukan orang terpelajar. Inilah yang disebut sebagai paradoks demonstrasi, di satu pihak demonstran membutuhkan perhatian dan simpati publik tetapi di lain pihak, demonstran terkondisikan melakukan tindakan dramatis berlebihan yang menimbulkan antipati publik.
Profil dan Skema Demonstrasi
Sekelompok kecil orang berdiskusi merancang sebuah skema demonstrasi berskala besar yang dihadiri oleh perwakilan sponsor kaliber besar. Pimpinan jelompok kecil itu membagi tugas di antara anggotanya. Ada yang mempersiapkan tema, narasi berikut media penyampaiannya. Ada yang merekrut peserta demonstrasi, menentukan rute perjalanan arak arakan pendemo, mempersiapkan logistik, merancang jalur pelarian jika timbul suasana kacau, tempat persembunyian, kode komunikasi di antara anggota kelompok.
Setelah persiapan matang, ditentukan hari H pelaksanaan demonstrasi. Dua hari sebelum hari H, tokoh utama pentolan perancang demonstrasi sudah kabur dari kota tempat pelaksanaan demonstrasi. Petugas yang masih tinggal paling tinggi berperan sebagai Koordinator Lapangan. Setelah para pendemo hasil rekrutan berkumpul ditempat yang telah ditentukan untuk menerima penjelasan dari koordinator lapangan. Dapat dipastikan semua pendemo yang direkrut tidak tahu siapa pembuat alat peraga untuk demonstrasi, kapan dan dimana tempat pembuatannya. Mereka buta sama sekali tentang informasi kegiatan demonstrasi itu. Mereka merasa gagah berbaris di barisan paling depan sambil berteriak teriak dan mengangkat spanduk, poster. Sementara koordinator lapangan secara perlahan tidak mencolok beringsut ke posisi paling belakang dengan mengenakan topi lebar. Setelah tiba di lokasi yang telah ditentukan, ketika pimpinan demo di barisan paling depan berhadapan dengan aparat keamanan, koordinator lapangan berdiri di kejauhan sambil mengamati dengan cermat jalannya adegan demostrasi itu. Jika situasi jadi kacau tidak terkendali, koordinator lapangan adalah orang pertama yang kabur dari lokasi. Yang tertangkap dan digebuk oleh aparat keamanan adalah para badut pelengkap penderita yang tidak tahu apa apa. Skema ini tidak persis sama di tiap lokasi, tetapi pola dasarnya seperti itu. Para pendemo, biasanya buruh atau mahasiswa sering merasa sudah menjadi pahlawan yang memperjuangkan nasib rakyat, sebenarnya tidak lebih dari pecundang yang mengenaskan.
Epilog
Tidak semua perubahan baru dapat sukses dilakukan dengan cara demonstrasi. Kalaupun dirasakan perubahan yang direncanakan harus tetap melalui cara demonstrasi, lakukan dengan cara yang elegan, intelek dan berkelas. Pertanyaannya bagaimana melakukan demonstrasi dengan cara elegan?. Penulis akan segera mengajarkannya melalui tulisan lain dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Selain itu penulis juga akan mengajarkan tentang bagaimana cara melakukan perubahan secara intelek. Tulisan itu akan diberikan pada kesempatan lain.
Comments
Post a Comment