PERANG POSTULAT DI ANTARA KELOMPOK FANATIK

 Prolog

Selama bertahun tahun penulis pernah mengampu mata kuliah filsafat dan filsafat ilmu di beberapa fakultas di satu universitas. Dalam satu sesi perkuliahan, seorang mahasiswa bertanya, apakah Bapak dapat membuktikan keberadaan Tuhan?. Dengan tegas penulis katakan tidak. Banyak mahasiswa lain termasuk si penanya membantah pernyataan penulis. Dengan lancar dan penuh rasa percaya diri mereka mengajukan yang katanya pembuktian. Mereka mengatakan bahwa adanya alam yang serba teratur adalah bukti keberadaan Tuhan. 

Penulis menjelaskan bahwa yang mereka nyatakan itu bukan pembuktian, melainkan pernyataan yang bersifat argumentatif yang didasarkan pada pengandaian. Di dalam pernyataan mereka terselip asumsi bahwa segala sesuatu tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Dari asumsi, mereka membuat lompatan berpikir, sehingga menimbulkan celah yang tidak dihubungkan dengan data konkrit, langsung menuju pada pernyataan kesimpulan yang menciptakan alam adalah Tuhan. Lompatan berpikir itu masih menyimpan satu lagi asumsi berbasiskan pengandaian yaitu proses manusia menciptakan sesuatu mirip dengan yang dilakukan Tuhan. Sebuah mobil tidak mungkin ada,kalau tidak ada yang menciptakan dan yang menciptakannya adalah manusia. Fenomena ini kemudian dianalogikan dengan keberadaan alam yang diciptakan oleh Tuhan. Analogi adalah suatu teknik perbandingan antara dua fenomena yang memiliki asal usul berbeda tetapi memiliki kesamaan struktur dan fungsi. Lawan dari analogi adalah homologi suatu teknik perbandingan dua fenomena yang memiliki asal usul sama tetapi memiliki struktur dan fungsi yang berbeda. Tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan bukan otomatis berarti bahwa Tuhan tidak ada. Tuhan ada di dalam keyakinan orang yang mempercayai keberadaannya, tanpa perlu harus membuktikannya berdasarkan kaidah logika berpikir. Bagi orang yang percaya, kebesaran dan kemuliaan Tuhan tidak bertambah atau berkurang karena terpenuhinya atau tidak persyaratan pembuktian.

Kemudian penulis melanjutkan bahwa manusia tidak dapat membuktikan keberadaan alam. Manusia menerima saja kebenaran pernyataan itu tanpa pembuktian, melainkan dengan pernyataan argumentatif yang didasarkan pada pengandaian. Seandainya alam tidak ada, maka tidak ada pengetahuan tentang alam.  Oleh karena pengetahuan tentang alam ada, maka alam itu ada. Pernyataan itu jelas bukan pembuktian, tetapi pengandaian. Immanuel Kant filsuf terkemuka periode aufklarung sudah berusaha keras ingin membuktikan keberadaan alam dan gagal. 

Dialog penulis dengan para mahasiswa menunjukkan bahwa di kalangan orang terpelajar sekalipun masih banyak yang belum memahami tata cara berpikir logis. Mereka belum paham konsep konsep keilmuan dan posisinya di dalam konstruksi bangunan ilmu. Misalnya mereka belum paham yang disebut, teori, hipotesis, proporsi, theorema, postulat, dalil, aksioma, argumentasi, bridging argument, penalaran deduksi dan induksi, penalaran analogi dan homologi, paradigma, hypodigma dan  fungsi fungsinya di dalam metode keilmuan. Ketidak tahun itu tidak saja dialami mahasiswa strata satu, juga terjadi di Strata 2 dan 3. Hal ini disebabkan karena dangkalnya penguasaan pengetahuan filsafat, khususnya filsafat ilmu. Akibat turunan berikutnya adalah tidak menguasai tata cara berpikir sistematis logis khususnya dalam perdebatan. Yang tampil dominan justru sikap fanatik nembabi buta, hanya mengganggap mazhab / paradigma yang dipahami dan diyakininya yang paling benar dan yang lain salah. Alam yang rumit, bervariasi disederhanakan menjadi dunia hitam dan putih, tidak ada alternatif lain. Tulisan ini akan membedah fenomena fanatisme buta dalam meneropong suatu isu atau objek. 


Postulat Sebagai Landasan Pijakan Teori  

Postulat dapat disamakan dengan aksioma, diartikan sebagai pernyataan yang dianggap benar tanpa harus dibuktikan atau diuji kebenarannya. Postulat tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Turunan postulat yang merupakan hasil deduksi baru dapat diuji, setelah diturunkan dalam bentuk teorema, teori. Teorema dan teori baru dapat diuji setelah diturunkan secara deduksi dalam bentuk hipotesis. Hipotesispun masih belum dapat diuji sebelum diturunkan ke dalam bentuk deduksi hipotesis ( bridging argument ). Deduksi hipotesis sudah dapat diuji dengan data / fakta empirik, karena bentuknya susah sangat spesifik. Di Republik, tata cara logis di atas umumnya tidak dipatuhi dengan ketat oleh komunitas ilmuwan. Hal ini terlihat dari karya tulis mulai skripsi, tesis dan disertasi, yang mencantumkan teori atau hipotesis secara tersurat, tetapi tidak membuat deduksi hipotesis, sehingga secara teknis metodologi ilmiah sebenarnya tidak pernah dapat diuji kebenarannya. Sebagian besar karya ilmiah di Republik tidak mencantumkan ramalan hipotesis yang sebenarnya sangat krusial untuk melakukan pembuktian hipotesis. Bukan hipotesis yang diuji, tetapi ramalan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari rumusan hipotesis. Fenonena itu terjadi karena kurang dipahaminya prosedur tata cara logis metode keilmuan. Teori sebagai produk keilmuan dibangun di atas landasan postulat. Sebelum membangun teori, ilmuwan wajib mencantumkan postulat yang melandasi teorinya. 

Di bawah ini diberikan contoh bagaimana membongkar postulat yang mendasari sebuah teori. Teori modernisasi dipelopori oleh Daniel Lerner berdasarkan hasil risetnya di Timur Tengah khususnya di Turki pada akhir dekade 50 an dan awal dekade 60 an. Hasil risetnya ditulis menjadi buku berjudul The Passing of Traditional Society : Modernizing the Middle East.  Menurut Daniel Lerner negara negara terbelakang sulit  mengejar laju pembangunan negara negara maju, karena tidak memiliki, N ( Need ) virus achievment. Untuk membangkitkan virus N Achievment, negara terbelakang harus mempercepat laju arus informasi hingga ke pelosok desa. Kunci kemajuan negara terbelakang terletak pada aspek komunikasi dan informasi. Berbagai program pembangunan listrik masuk desa, koran masuk desa, aparat negara masuk desa ( di Indonesia ABRI masuk desa ), dilakukan dalam konteks memenuhi anjuran teori Daniel Lerner. Teori ini kemudian diikuti dan dikembangkan oleh para koleganya seperti Harold Laswell, Wilbur Schramm dan Richard Crossmann. Jika dicermati, teori modernisasi itu dibangun di atas landasan postulat internal.  Postulat ini mengatakan bahwa keterbelakangan suatu negara atau bangsa disebabkan oleh kondisi internal negara tersebut, antara lain masalah mental yang tidak mendukung proses pembangunan. Di Indonesia, teori ini diikuti oleh pakar antropologi terkemuka Koentjaraningrat. Teori  Daniel Lerner nerupakan suatu tesis yang pasti akan ditentang dengan teori lain sebagai anti tesis.  

Anti tesis itu datang dari sekelompok pemikir dari Amerika Latin yang dipelopori oleh Raul Presbich, direktur Economic Commission for Latin America and Carrebean. Kelompok itu kemudian diperkuat oleh Theotonio dos Santos, Fernando Henrique Cardoso, Paul A Baran dan yang paling terkemuka adalah Andre Gunder Frank yang menerbitkan beberapa buku yang sudah menjadi klasik. Beberpa buku itu antara lain berjudul Capitalism and Underdevelopment in America, Latin America : Underdevelopment or Revolution. Teori yang dihasilkan oleh kelompok ini terkenal dengan nama Teori Dependencia, walaupun pengkritiknya tidak mengakui bahwa itu adalah teori ilmiah, melainkan pamflet propaganda. Teori ini berpendapat bahwa keterbelakangan negara negara di Asia, Afrika dan America Latin disebabkan karena tatanan dunia yang tidak adil, akibat dominasi negara negara Eropa dan Amerika Serikat. Seberapa giatpun negara negara terbelskang bekerja keras, sulit untuk berkembang menjadi negara maju, karena tekanan yang diberikan negara maju bersifat struktural. Negara negara maju disebut sebagai metropolis,  menghisap negara negara terbelakang yang disebut pheri pheri. Para elit di metropolitan menggunakan para elit di negara terbelakang yang disebut sebagai comprador sebagai kaki tangan untuk menghisap kekayaan dari negara pheri pheri. Untuk dapat melepaskan cengkersman negara maju, negara terbelakang harus memotong saluran ketergantungan pada negara metropolitan, kalau perlu dengan tindakan kekerasan ( revolusi ). Teori ini sangat populer di kalangan terpelajar di negara negara berkembang pada dekade 70 an dan 80 an dan dianggap sebagai aliran neo marxis. Teori dependencia dibangun di atas landasan postulat eksternal. 

Pertarungan dua teori dengan dua postulat yang berlawanan, kemudian melahirkan sintesis dalam bentuk Teori Sistem Dunia yang dipelopori oleh Immanuel Walterstein. Teori ini menjelaskan adanya pembagian kerja berdasarkan teritori dan hubungan produksi dengan pertukaran barang dan bahan mentah dalam ekonomi dunia. Sistem Dunia dibagi atas tiga teritorial yaitu wilayah inti, wilayah pinggiran dan wilayah semi pinggiran yang berfungsi sebagai zona penyangga. Di wilayah inti berkembang sistem dan ekosistem fabrikasi yang identik dengan negara maju. Di wilayah pinggiran berkembang ekonomi dan ekosistem yang bersifat homogen seperti pada masyarakat berburu dan meramu. Di wilayah penyangga berkembang ekonomi ekstraksi bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. Zona penyangga disebut juga sebagai sistem kerajaan dunia, wilayah pinggiran disebut juga sebagai mini sistem dan wilayah inti disebut juga sebagai sistem ekonomi dunia. Teori Sistem Dunia dimaksudkan sebagai jalan kompromi atas dua teori ekstrim yang dibicarakan sebelumnya. 


Kompleksitas Alam Semesta dan Keterbatasan Cakupan, Jangkauan Postulat

Kepercayaan sebagian besar manusia terhadap suatu postulat, paradigma, teori sedemikian kuat, sudah seperti kepercayaan terhadap dogma di dalam agama. Sepanjang hidupnya seseorang akan menganut suatu postulat atau paradigma dan sangat sulit untuk berpindah postulat dan paradigma. Kondisi itu akan membuat seseorang menjadi fanatik terhadap kebenaran suatu postulat dan paradigma. Tidak disadari bahwa suatu postulat atau paradigma dan teori memiliki keterbatasan dalam jangkauan dan sudut pandang terhadap suatu fenomea. Sementara sistem alam semesta sangat rumit, kompleks. Semua postulat, paradigma dan teori yang ada saat ini tidak mungkin dapat menjelaskan seluruh fenomena alam semesta. Mungkin tidak lama lagi akan muncul teori yang digadang gadang mampu menjelaskan seluruh fenonena alam semesta hingga ke level paling mendasar, yang disebut sebagai teori M atau teori Superstring, sehingga disebut sebagai adi teori atau TOE ( Theory of Everything ). 

Dengan mengikuti contoh di atas, teori modernisasi hanya fokus pada faktor internal sebagai penyebab keterbelakangan negara negara di Asia dan Afrika. Sebaliknya teori dependencia hanya fokus pada faktor eksternal. Sementara itu dunia empirik memberi dukungan pada ke dua faktor itu. Kenyataan itu memberi pemahaman bahwa manusia tidak boleh fanatik dengan satu penjelasan dan harus mau nasihat dan mendengarkan penjelasan dari sudut pandang lain. Orang yang sudah mencapai pemahaman level tinggi dalam bidang keilmuan tertentu akan mampu melihat suatu fenonena dari berbagai sudut pandang, bersikap luwes dan lebih toleran terhadap apa saja. Satu contoh  lagi yang cukup populer di kalangan masyarakat dapat dikemukakan. 

Orang sering menyalahkan bangsa asing atas kondisi buruk yang dialami Republik.  Bangsa bangsa Eropa dipersalahkan sebagai satu satunya pihak yang menyebabkan penderitaan suku suku bangsa di Nusantara di masa lampau.  Misalnya VOC dan Pemerintah Hindia Belanda menjajah Nusantara melalui politik adu domba. Sering dilupakan bahwa Belanda dapat masuk dengan mudah karena suku suku bangsa Nusantara memang memberi peluang, dengan mengundang mereka sambil mengharapkan dukungan / bantuan mereka untuk memenangkan pihak pengundang dalam konflik internal. Konflik internal dalam suksesi pergantian penguasa menjadi pintu masuk kekuatan asing ke Nusantara untuk berkuasa. Konflik antara Sunan Amangkurat dari Kerajaan Mataram dengan Teruna Jaya, antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji di kerajaan Banten, antara Sultan Hasanudin dengan Arupalaka di kerajaan Bugis Makasar hanya sebagian contoh tentang proses masuk dan berkuasanya Belanda di Nusantara. Tidak dapat disangkal bahwa ada juga kasus kasus proses aneksasi wilayah Nusantara oleh Belanda semata mata disebabkan oleh sifat agresif bangsa Belanda. Walaupun demikian sering juga fenomena itu terjadi karena disebabkan oleh sekelompok faktor yang terjalin rumit. Kelemahan dan perselisihan internal kerajaan kerajaan di Nusantara dapat merangsang dan mendorong pihak asing untuk intervensi. 

Demikian juga dengan masuknya modal asing ke Indonesia dan menguasai sumberdaya alam. Dominasi Cina dan Amerika Serikat dalam bidang ekonomi Indonesia disebabkan karena kondisi internal yang lemah dan tidak berdaya menghadapi kekuatan ekonomi asing. Konsesi yang demikian besar diberikan kepada pihak asing dengan suka rela maupun terpaksa, disebabkan karena lemahnya posisi tawar Indonesia dalam bernegosiasi dengan pihak asing. 


Epilog

Alam semesta terlalu rumit untuk dapat dipahami dan dijelaskan dengan satu sudut pandang. Dibutuhkan sikap luwes dan toleran terhadap eksistensi sudut pandang lain yang berbeda sejak dari level filsafat. Tiap postulat tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu tidak perlu diperdebatkan benar -  salahnya. Kebenaran suatu postulat, aksioma, paradigma dan teori berada di luar dirinya, yaitu turunannya yang dideduksikan secara konsisten menurut azaz koherensi dan melalui pengujian dengan data empirik. Mempertentangkan dan memperdebatkan kebenaran pernyataan yang berada di level filsafat adalah tindakan kontra produktif, sia sia dan absurd. Hal itu akan melahirkan sikap fanatik. Berikutnya dari mulut orang fanatik meluncur kata kata pokoknya, harga mati. Mereka lupa atau tidak tahu bahwa semua tatanan yang ada merupakan hasil negosiasi yang berujung pada kesepakatan. Menurut dalil / hukum negosiasi semua hasil negosiasi masih dapat dinegosiasikan lagi. Tidak ada kata final dalam negosiasi. 

Sikap fanatik dalam hal apapun sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat beradab. Teguran ini bersifat peringatan keras, karena banyak orang yang tidak mengetahui asal asal dirinya, kelompoknya dan spesiesnya, termasuk tentang bagaimana cara manusia berkembang secara evolusi hingga ke bentuknya sekarang. Salah satu informasi yang relevan tentang hal itu dan berhubungan erat dengan sikap fanatik adalah : Di dalam diri tiap spesies manusia sekarang melekat sifat dasar yang belum berubah yaitu setengah ketidakpedulian dan setengah kebencian. Sikap fanatik adalah bahan bakar terbaik untuk memicu kebakaran besar di dalam peradaban manusia yang berpotensi untuk mempercepat kepunahannya. 



Comments

Popular Posts