SEKILAS TENTANG ANEKA RAGAM NAMA KOTA JAKARTA DAN DINAMIKA PERTUMBUHANNYA

Tidak banyak orang yang tahu persis sudah berapa kali kota Jakarta berganti nama. Sebagian besar orang hanya tahu Jakarta pernah memiliki 4 nama yang berbeda, yaitu : Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, Jakarta. Berdasarkan kajian sumber sejarah, diketahui bahwa Jakarta pernah memiliki 7 nama. Adapun nama nama tersebut adalah: 


1 Holotan. Nama ini diajukan oleh Prof Dr Slamet Mulyana, seorang ahli sejarah dan bahasa. Beliau melakukan kajian mendalam di bidang toponim berdasarkan sumber sumber sejarah Cina, Lokal dan sampai pada kesimpulan bahwa yang disebut Holotan oleh Berita Cina yang berasal dari abad IV Masehi, menunjukkan tempat yang kemudian disebut dengan nama pelabuhan Sunda Kelapa. Argumentasi yang diajukan cukup menyakinkan. Hasil kajiannya dapat dibaca dalam bukunya yang berjudul Dari Holotan Ke Jayakarta. 


2 Sunda Kelapa, nama ini bertahan cukup lama, sampai tahun 1527. Portugis sempat meninggalkan jejak fisik keberadaan mereka di Sunda Kelapa berupa tugu batu yang dipahat dengan aksara Latin berangkat tahun 1522 yang disebut Padrao.  Tugu itu menceritakan tentang datangnya utusan Portugis dari Malaka yang dipimpin oleh Fransisco de Sa menemui raja kerajaan Pajajaran untuk menjalin hubungan kerjasama dalam membendung pengaruh Islam dari Kerajaan Demak.  


3 Jayakarta. Nama ini diberikan oleh Fathahillah, panglima kerajaan Demak yang berhasil menaklukkan kerajaan Pajajaran dan menduduki kota Sunda Kelapa. 


4 Jacatra. Nama ini diberikan oleh bangsa Portugis dan berlaku hanya di kalangan mereka. Orang Portugis sulit melafalkan nama Jayakarta. 


5 New Horn. Nama ini diberikan oleh Jan Pieter Zoon Coen, Gubernur Jenderal VOC yang berhasil merebut Jayakarta dari penguasanya yang bernama Pangeran Wijayakrama. Coen memberi nama kota itu untuk mengenang kota kelahirannya Horn di Nederland.  Hereen Zeventeen ( Pemegang Saham VOC ), selaku atasan Coen tidak setuju dengan nama itu dan menetapkan nama baru Batavia sebagai ibu kota  VOC di Hindia Timur.


6 Batavia. Nama ini menunjuk pada nama suku bangsa Bataaf yang masih serumpun dengan bangsa Germania, yang mendiami daerah rendah di Eropa Utara ( Nederland ). Nama ini bertahan lebih dari 3 abad. Batavia dibangun dengan perencanaan yang baik, sehingga dijuluki ,Ratu dari Timur. Secara evolusi Batavia berkembang menjadi kota terbesar di Hindia Belanda dan memiliki fasilitas sama dengan kota kota besar di Eropa, seperti jaringan transportasi massal ( trem listrik ), jalan raya yang diperkeras dan berpenerangangan lampu jalan, sistem drainase yang terintegerasi, stadion oleh raga, gedung konser, bioskop, kolam renang / pemandian umum, pemandian rekreasi pantai ( Jacht Club ), di pantai Sampur, dekat Tanjung Priok  ( lafal orang Indonesia yang tidak mampu mengucapkan dengan pas kata Zanvort, pantai rekreasi terkenal di Nederland ) bar / club, pasar yang representatif, pelabuhan laut modern,  bandar udara, Universitas / Sekolah Tinggi, taman kota, alun alun kota berukuran besar, Balai Kota. Museum, DInas Pemadam Kebakaran,  Perpustakaan, Kompleks Pemakaman Umum, gedung gedung pusat pelayanan umum, Bank, Rumah Rakit, Hotel, Kantor kantor berbagai korporasi baik negara maupun swasta, Pegadaian, fasilitas jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi, garnizun militer, polisi, institusi hukum, Pengadilan, Balai Harta Peninggalan, Kantor Catatan Sipil. Dengan fasilitas lengkap seperti itu, Batavia sudah layak disebut sebagai kota modern yang memiliki peradaban tinggi. 


7 Jakarta.  Nama ini digunakan sejak jaman pendudukan Jepang hingga sekarang. Demikian lengkapnya fasilitas Kota yang diwariskan oleh Belanda, hingga 2 dekade berikutnya, Pemerintah Republik nyaris tidak melakukan  pembangunan berarti, kecuali pembangunan kota satelit Kebayoran Baru di dekade 50 an, kota Jakarta masih layak disebut sebagai  ibu kota. Di akhir pemerintahan Sukarno, mulai dibangun komplek olah raga Senayan, tugu Monas, hotel Indonesia. Pembangunan yang masiv mulai dilaksanakan pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin ( 1966 - 1977 ). 


Dengan mempelajari sejarah perkembangan Jakarta selama 16 abad, tidak dapat dibantah bahwa Jakarta adalah kota paling dinamis di Indonesia. Hal itu tidak terjadi tiba tiba dan secara kebetulan. Perancang kota sejak bernama Holotan hingga Batavia memiliki visi pembangunan kota berdasarkan kemampuan intrinsik wilayah tersebut. Jakarta berhadapan dengan teluk Jakarta yang perairannya tenang berkat adanya barrier alam berupa gugus pulau pulau yang disebut Kepulauan Seribu. Jakarta dibelah oleh 13 sungai yang mengalir dari hulu di selatan menuju muara di Teluk Jakarta. Jakarta di dukung oleh wilayah hinterland yang cukup luas dan subur, meliputi wilayah yang disebut JABODETABEK ( Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi ) dan hinterland lapis ke dua yang disebut BOPUNJUR ( Bogor, Puncak, Cianjur ). Dengan dukungan hiterland seperti itu, Jakarta dapat mempertahankan laju pertumbuhannya menjadi salah satu kota Megapolitan di dunia. 

Belanda mendesain Batavia untuk dapat menampung jumlah penduduk hingga 500.000 jiwa. Untuk membuat Batavia jadi kota yang bebas banjir dan sehat,  Belanda membangun kanal kanal yang membelah kota, seperti di kawasan Molenvliet ( Gajah Mada - Hayam Wuruk ), Gunung Sahari - Ancol. Untuk menjamin Jakarta bebas dari banjir di buat desain sistem drainase Banjir Kanal Barat, oleh ahli hidrologi bernama Henrik van Breen. Kawasan Jakarta Kota warisan Jan Pieter Zoo Coen meliputi Kota Tua, Pancoran, Tanah Abang dinilai tidak sehat. Gubernur Jenderal Daendels memindahkan pusat pemerintahan ke selatan yang disebut dengan nama Weltevreden, meliputi daerah Monas, Gambir, Lapangan Banteng, Cikini, Harmoni, Kwitang, Pejambon. Di penghujung abad XIX, Batavia diperluas ke arah Timur, meliputi Mester Cornelis ( Jatinegara ). Pada awal abad XX dibangun kota taman pertama di Hindia Belanda seluas 600 Ha yang diberi nama Menteng Buurt. Sampai sekarang keindahan dan keteraturan kawasan Menteng yang diarsiteki oleh PAJ Moojen  tidak tertandingi, masih jadi yang terbaik di Republik. 


Setelah merdeka, pemerintah rejim Sukarno mulai membangun kota satelit di Kebayoran Baru dan fasilitas kompleks olah raga yang di kawasan ysng disebut Senayan. Kemudian di awal rejim Suharto mulai dibangun kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol di utara menggantikan Sampur  dan Taman Mini Indonesia Indah di kawasan selatan. Di masa yang bersamaan Jakarta mulai dikepung oleh berbagai kompleks perumahan mewah seperti Simprug, Kemang, Kuningan, Kalibata, Pondok Indah, Kelapa Gading, Permata Hijau. Perambahan kawasan pemukiman elit merata di semua bagian kota, utara, timur, barat, selatan dan pusat. Bandara Kemayoran dipindahkan ke Cengkareng dan bekas areal bandara dijadikan kawasan bisnis. Bandara Cililitan menjadi pangkalan udara Halim Perdana Kusuma dan Bandara Pondok Cabe menjadi bandara khusus.  Dapat dikatakan menjelang pergantian abad, batas kota antara Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang jadi kabur. Di masa pemerintahan Republik, dibangun proyek Banjir Kanal Timur untuk melengkapi sistem drainase Jakarta. 


Ada pelajaran penting yang dapat ditarik dari pertumbuhan kota Jakarta dan menjadi pedoman bagi perancang Ibu Kota Nusantara ( IKN ). Tidak ada kota yang berhasil tumbuh dan berkembang secara instan. Jika ambisi membangun ibu kota tidak dikendalikan, hanya memberikan duka nestapa yang mendalam. Banjir lumpur yang melanda IKN adalah lonceng peringatan awal untuk siapapun yang tak mampu mengendalikan diri demi memenuhi ambisi sebagai PENCIPTA KARYA MONUMENTAL


Pelajaran berikutnya adalah tindakan merawat fasilitas kota yang sudah dibangun. Tanpa perawatan, sebuah kota akan mengalami kemunduran dan kemudian mati. Banten adalah kota internasional pada jamannya, melebihi Batavia. Secara perlahan Batavia bangkit, menyamai bahkan pada akhirnya jauh mengungguli Banten. Kehancuran Banten bukan disebabkan karena tekanan atau blokade Belanda, tetapi oleh kerakusan dan ketamakan para elitnya. Mereka sangat agresif memperluas perkebunan lada yang menjadi komoditi primadona di masa itu. Perambahan hutan sampai ke perbukitan telah menimbulkan erosi besar dan sedimentasi di sepanjang sungai sampai ke muara. Sedimentasi itu membuat pelabuhan menjadi dangkal dan tidak dapat lagi menerima kedatangan galleon ( kapal kapal bertiang tiga yang berukuran besar ) Akhirnya Banten ditinggalkan oleh para pedagang. Sementara pamor  Banten meredup, Batavia tumbuh makin gemerlap. Batavia dapat terpelihara berkat sistem kanalnya yang baik. 

Comments

Popular Posts