PENYAKIT KRONIS YANG MENDERA ORGANISASI DI REPUBLIK
Prolog
Bangsa Indonesia sudah lebih seratus tahun mengenal organisasi sebagai sarana peradaban modern. Sekarang ada ratusan ribu organisasi yang didirikan. Banyak di antaranya masih eksis, dan banyak pula yang sudah mati. Setiap organisasi memiliki nama, azaz, tujuan, sistem nilai budaya, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, logo / simbol, struktur organisasi, pendiri, pengurus, pengawas. Mengapa ada organisasi yang pesat perkembangannya, ada yang jalan di tempat alias stagnan dan ada pula yang mengalami kemunduran dan kemudian mati ?. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan organisasi.
Ada sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang belum satu bulan berselang menyelenggarakan musyawarah nasional dalam rangka pergantian pengurus. Ketika diumumkan susunan pengurus baru, tidak lama kemudian dilaksanakan upacara pelantikan. Pada saat yang sama timbul gerakan perlawanan dari pihak yang tidak puas dengan susunan pengurus. Gerakan perlawanan itu menjurus pada upaya membentuk pengurus atau mungkin membentuk organisasi tandingan. Anehnya, sang ketua umum terpilih dengan suara mayoritas mutlak. Di Republik, pada saat terjadi pergantian pengurus, fokus perhatian terletak pada sosok calon ketua umum, bukan pada visi dan program kerja yang ditawarkan. Kalau ada yang merasa kepentingannya tidak terakomodasi, maka mulai diluncurkan intrik, untuk mengganti ketua umum. Kalau upaya itu tidak berhasil, maka biasanya kelompok yang anti akan membuat pengurus atau bahkan organisasi tandingan. Hal ini sudah sering terjadi di Republik, sudah seperti penyakit kronis dan kambuhan. Fenomena itu menarik untuk ditelaah lebih lanjut dalam upaya mencari faktor penyebab dan mencari solusi atas situasi tersebut.
Postulat Yang Digunakan
Di Republik tidak lazim dalam suatu diskusi atau perdebatan para pihak yang berbeda pandangan masing masing harus merumuskan postulatnya secara tersurat, sebagai basis untuk membangun argumentasi yang koheren dengan postulatnya. Akibatnya diskusi dan debat yang berlangsung cenderung liar, tidak terarah dan argumentasinya cacat penalaran. Debat publik untuk calon presiden juga tak lebih dari panggung acara badut badutan, karena kaidah perdebatan tidak dipenuhi. Tulisan ini dibangun di atas postulat sebagai berikut :
1. Organisasi adalah realitas intersubjektif ( realitas yang tidak ada di dunia empirik, tetapi dianggap ada dan diada adakan ). Implikasi dari postulat ini adalah keberadaan organisasi hanya berada di benak pikiran ( alam abstrak ) para pemangku kepentingan.
2. Keberadaan / eksistensi organisasi sangat tergantung pada kepercayaan ( trust ) dari para pemangku kepentingan. Implikasi dari postulat ini adalah organisasi akan lenyap dari peredaran jika orang sudah tidak lagi percaya kepada organisasi.
3. Kekuatan organisasi berada di kalangan internal, bebas dari intervensi kekuatan eksternal. Implikasi dari postulat ini adalah tidak ada satupun kekuatan eksternal yang dapat merekayasa suatu organisasi, kecuali ada pihak internal yang mengundang, mengizinkan diri dan organisasinya diobok obok oleh pihak eksternal.
Ketiga postulat di atas dirumuskan secara konsisten mengikuti model berpikir deduktif. Artinya postulat ketiga diturunkan dan merupakan konsekuensi logis dari postulat kedua dan postulat ke dua diturunkan dari postulat pertama dan merupakan konsekuensi logis dari postulat pertama. Orang tidak boleh mempertanyakan kebenaran suatu postulat. Yang dinilai adalah konsistensi alur penalarannya.
Tabiat / Kelakuan Pengurus dan Anggota Organisasi di Republik
Menjelang dilakukan musyawarah / kongres / muktamar nasional suatu organisasi, banyak pihak melakukan konsolidasi, lobby ke berbagai pihak mengkampanyekan sosok figur tertentu untuk posisi calon ketua umum. Sebelum hari H pembukaan musyawarah nasional ( munas ), beberapa nama sudah dinominasikan sebagai calon ketua umum. Mengenai visi dan program?, itu tidak penting dibicarakan sebelum pemilihan ketua umum. Para anggota delegasi dari daerah sudah mantab dengan pilihan yang diarahkan. Bahkan banyak diantara utusan yang memiliki hak suara, tidak tahu dari siapa sumber yang memberikan arahan. Pesannya jelas, alangkah baiknya kalau calon ketua umum terpilih secara aklamasi. Kalaupun tidak terpilih secara aklamasi, jago yang diunggulkan harus memperoleh suara mayoritas mutlak dan calon lain tak lebih sebagai pelengkap penderita. Dapat dikatakan setiap diselenggarakan suatu munas, agenda utamanya adalah momen pemilihan ketua umum. Momen lain tidak penting, berbagai sidang komisi diikuti oleh hanya sebagian peserta. Peserta lain punya agenda sendiri, seperti ngobrol di luar ruangan rapat, jalan jalan menikmati suasana ibu kota.
Setelah ketua umum terpilih, dia segera bergerak cepat menyusun anggota kepengurusannya. Para pendukung setia yang sudah berkontribusi pada proses naiknya seseorang jadi ketua umum, mulai menagih jasanya agar didudukkan pada jabatan yang diinginkannya. Ketika menyadari bahwa apa yang diinginkan tidak terwujud sesuai ekspektasinya, maka mulai kasak kusuk membuat intrik, menggoyang posisi ketua umum. Sebagian besar anggota peserta munas yang tidak berambisi meraih jabatan apapun, sebenarnya sudah menyerahkan lembaran cheque yang sudah ditandatangani, distempel, tetapi nilai nominalnya dikosongkan dan ketua umum terpilih diberi keleluasaan untuk menuliskan jumlah nominal yang diinginkannya.
Figur Calon Ketua Umum
Pada umumnya figur calon ketua umum memiliki latar belakang sebagai berikut :
1. Pejabat Negara level puncak, seperti menteri yang memimpin kementerian yang terkenal basah, seperti Kementerian kementerian Keuangan, Pekerjaan Umum, atau kementerian yang strategis karena punya akses tak terbatas ke presiden, seperti Kementerian Sekretaris Negara.
2. Pengusaha terkenal, super kaya dan sudah pantas diberi label konglomerat.
Untuk organisasi yang beranggotakan para intelektual, kaum terpelajar seperti organisasi alumni suatu universitas, juga tidak luput dari fenomena di atas. Seharusnya organisasi seperti itu memilih ketua umumnya dari kalangan ilmuwan yang reputasi akademisnya berkualifikasi paling mentereng dengan publikasi yang bertebaran di jurnal ilmiah paling bergengsi.
Dua kelompok figur di atas sudah dapat dipastikan tidak memiliki waktu dan perhatian yang cukup untuk membesarkan organisasi, bahkan untuk menjalankan tugas rutin organisasi. Waktu dan konsentrasi pikirannya terpusat pada tugas pokoknya sebagai pejabat negara atau pengusaha super sibuk. Dalam situasi demikian, suka atau tidak suka, tugas ketua umum sebagai pemimpin puncak lebih banyak dilaksanakan oleh ketua pelaksana harian atau sekretaris jenderal / sekretaris umum. Jangan diharapkan bakal ada pemikiran brilian yang keluar dari organisasi seperti itu. Tanpa terasa, berlalu satu periode kepengurusan organisasi. Para aktor yang sudah terbiasa menjalankan peran seperti calo / broker / agen mulai bergentayangan melakukan aksi ritual wajib setiap ada momen pergantian pengurus.
Hubungan Mutuali Simbiosis dan Patron Klien
Mutualis simbiosis adalah konsep yang dikembangkan di dalam ilmu ekologi yang menggambarkan interaksi di antara dua atau lebih spesies di suatu ekosistem yang saling mendapat manfaat / keuntungan. Dalam konteks pemilihan ketua umum suatu organisasi, ketua umum beserta jajarannya mendapat manfaat dari posisinya. Jabatan ketua umum suatu organisasi besar dengan cabang sampai ke pelosok negeri akan memberikan posisi tawar ( bargaining position ) yang kuat ketika berhadapan dengan siapapun. Posisi ketua umum dapat memperpanjang usia jabatannya sebagai pejabat negara atau sebagai batu loncatan untuk promosi jabatan lebih tinggi. Begitu juga bagi ketua umum dari kalangan pengusaha. Jabatan ketua umum dapat membuka peluang mendapatkan konsesi tertentu dari pemerintah dan prestise / kemuliaan dari berbagai kalangan
Kemudian apa yang didapat oleh pengurus organisasi di daerah dan anggota organisasi dari ketua umum?. Di sini berlaku teori alokasi waktu dan membeli substitusi yang digagas oleh Gary Becker yang populer pada dekade 60 an dan masih eksis hingga sekarang. Teori ini berupaya memodelkan perilaku rumah tangga dengan menyatukan permintaan Marshallian untuk barang dan pasokan tenaga kerja dan keputusan terkait penggunaan waktu dalam rumah tangga. Ketua umum memiliki jabatan tinggi, kewenangan besar, pengaruh besar, tetapi tidak punya cukup waktu, energi untuk menjalankan peran dan fungsinya. Untuk memuluskan jalannya roda organisasi dia mengalokasikan waktunya di organisasi dengan membeli substitusi dari orang lain. Dia dapat mengutus / mendelegasikan tugasnya kepada orang lain dengan memberikan imbalan tertentu dapat berupa uang, konsesi, atau apa saja kepada orang tersebut.
Para pemangku kepentingan termasuk anggota mendapat manfaat dari proses transaksi tersebut. Setiap ada event dan kegiatan berskala besar, kerja panitia jadi lebih ringan. Dengan pengaruh dan sumberdaya yang dimiliki ketua umum, mobilisasi dana dan logistik berjalan lebih efektif. Anggota dapat menikmati fasilitas transportasi, akomodasi dari sang ketua umum. Demikianlah proses transaksi yang berlangsung di antara para pihak.
Suatu organisasi modern seharusnya tidak berkelakuan seperti itu. Dalam hal keuangan, organisasi dapat menghimpun uang dari iuran anggota, donasi dari donatur besar, kemudian dijadikan modal untuk membuka unit unit usaha komersial yang akan memberikan kebutuhan dana untuk menjalankan organisasi. Salah satu indikator penilaian kondisi kesehatan suatu organisasi adalah kemandirian dan keberlanjutan dalam aspek keuangan.
Eksternalitas / Entropi Sebagai Efek Kelakuan
Sebagai suatu sistem, organisasi tidak dapat menghindari berlakunya hukum besi ( Hukum Thermodinamika II ) yang menerpa semua sistem. Akibat ada masukan / input - proses - output maka pasti ada ada eksternalitas atau entropi. Entropi diartikan sebagai derajat ketidakteraturan di alam semesta sebagai akibat bekerjanya sistem. Sebuah contoh sederhana, sebuah sistem mobil terdiri dari sub sistem - sub sistem mesin pembakaran, busi, bahan bakar, kelistrikan, kemudian, rem, roda. Tiap sub sistem bekerja menurut fungsi yang sudah ditetapkan untuk menjalankan mobil sebagai sarana transportasi. Efek dari bekerjanya mesin mobil adalah keluarnya emisi gas buang berupa asap dari knalpot. Emisi gas buang menyebabkan terjadinya pencemaran udara dan pencemaran udara adalah bentuk ketidakteraturan di alam. Emisi gas adalah eksternalitas atau entropi yang menurunkan kualitas lingkungan.
Dalam konteks pembahasan organisasi, bentuk eksternalitas atau entropi adalah rasa ketidakpuasan anggota karena keinginannya tidak terpenuhi baik seluruhnya atau sebagian, karena tidak ada satupun organisasi yang dapat memuaskan atau memenuhi keinginan seluruh anggotanya.
Berebut Cangkang Atau Membuat Cangkang Baru
Jika eksternalitas tidak dikelola dengan baik, akan berkembang menjadi intrik, konflik, kudeta terhadap kepengurusan yang sah. Pihak oposan dihadapkan pada dua pilihan alternatif tindakan berikutnya, yaitu:
1. Melakukan kudeta terhadap pengurus organisasi yang sah. Pilihan ini diambil dengan pertimbangan efisiensi waktu, biaya dan tenaga. Organisasi sudah berusia matang, pengalaman historis yang panjang, memiliki hubungan historis dan emosional dengan seluruh anggota dan berbagai pihak eksternal, memiliki jaringan infrastruktur dan suprastruktur. Semua hal itu merupakan modal besar yang tidak mungkin diperoleh dalam waktu singkat. Para oposan pasti tergoda untuk merebut cangkang yang sudah mapan dibanding membuat cangkang baru. Selain itu ada warisan regalia yang menjadi simbol legitimasi setiap kepengurusan organisasi yang tidak dapat dibeli dengan uang berapapun besarnya. Benda benda regalia tersebut meliputi logo organisasi, lagu kebesaran organisasi berbentuk mars atau hymne, panji panji / pataka, semboyan dan sebagainya.
2. Kalau pilihan pertama tidak memungkinkan dilakukan, maka pilihan yang tersisa adalah membuat cangkang baru ( membuat organisasi tandingan ). Pilihan ini membutuhkan usaha ( effort ) yang jauh lebih besar tetapi hasilnya sering tidak sesuai dengan harapan, karena segalanya harus memulai dari tahap awal. Pengalaman pada banyak organisasi tandingan tidak dapat mengimbangi prestise organisasi induk. Walaupun demikian sering sekali rasa ego seseorang mengalahkan pertimbangan rasional, tetap saja banyak orang yang menempuh jalan ini. Para pelaku yang memilih membuat organisasi tandingan selalu mengajukan argumen bahwa pengurus yang sedang berkuasa gagal memenuhi aspirasi anggota. Argumen ini lemah, karena semua snggota yang sudah memberikan mandat kepada utusan untuk memilih seorang calon ketua umum secara aklamasi sekalipun. Kalau ada yang tidak puas dengan keputusan ketua umum terpilih, seharusnya dia sabar menunggu sampai habis masa jabatan kepengurusan, bukan alih alih membuat organisasi tandingan. Jika demikian perilaku kaum cerdik pandai, bagaimana organisasi dapat tumbuh sehat dan jadi makin besar?.
Satu hal lagi terkait dengan masa jabatan kepengurusan suatu organisasi, orang Republik suka menggunakan istilah yang menyesatkan. Masa jabatan kepengurusan apa saja disebut sebagai masa bakti, bukan masa jabatan. Dianggap orang menduduki jabatan apa saja sebagai bentuk pengabdian tanpa pamrih. Ilmu ilmu perilaku sudah terang benderang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dilandasi oleh motif dan dan didorong oleh kepentingan. Berhentilah bersikap pura pura dan munafik.
Epilog
Dalam setiap terjadi kemelut dan kisruh di dalam suatu organisasi selalu ada pihak yang dituding dan dijadikan kambing hitam. Selalu disebut ada pihak eksternal yang berkuasa ibarat invisible hand yang ikut campur / intervensi di dalam kekacauan itu. Para penuduh itu tidak menyadari hakekat organisasi sebagai realitas intersubjektif. Tidak ada pihak eksternal sekuat apapun yang dapat melakukan intervensi. Pihak eksternal yang paling lemah sekalipun dapat ikut mengobok - obok suatu organisasi sepanjang anggota organisasi itu yang membuka peluang / mengizinkan pihak luar berbuat apa saja.
Kondisi seperti itu yang membuat VOC ( Vereenigde Oost Indische Compagnie ) sebuah perusahaan dagang Belanda mampu menaklukkan puluhan kerajaan di Nusantara. VOC dituduh mrempraktekan politik memecah belah. Kasus itu tidak pernah dilihat dari sudut pandang berbeda. Dalam banyak kasus, VOC justru diundang oleh salah satu pihak internal yang sedang bertikai dalam memperebutkan tahta yang kosong karena ditinggal wafat oleh rajanya. Pihak yang lebih lemah mengundang dan meminta bantuan VOC. Setelah pihak pengudang sukses merebut tahta, tentu saja VOC datang dengan daftar tuntutan yang sudah disepakati sebelumnya, karena seperti kata pepatah tidak ada jamuan makan siang yang gratis. VOC dapat berkuasa karena suku - suku bangsa di Nusantara membuka peluang dan mengizinkan dirinya untuk dikuasai oleh bangsa asing.
Comments
Post a Comment