PANGGUNG SENGSARA MEMBAWA NIKMAT
Prolog
Beberapa hari terakhir dunia jagat maya di Republik diguncang berita yang segera viral dan menjadi trending topic. Seorang bernama Miftah Maulana Habiburrahman yang akrab disapa dengan panggilan Gus Miftah diberitakan menghina seorang penjual es teh. Gus Miftah memiliki jabatan mentereng, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Kejadian itu segera mendapat kecaman dari berbagai kalangan. Presiden Prabowo Subianto sampai melayangkan teguran keras dan memerintahkan Gus Miftah agar segera meminta maaf kepada si penjual es teh yang bernama Sunhaji. Para netizen menuntut lebih, tidak sekadar meminta maaf, tetapi juga menuntut Gus Miftah mengundurkan diri dari jabatannya dan kalau perlu Presiden segera memecatnya.
Gus miftah sudah meminta maaf kepada Sunhaji dan sudah mengundurkan diri dari jabatan Utusan Khusus Presiden. Tidak berhenti di situ, para netizen segera membongkar jejak digital yang merekam peristiwa sejenis di masa lalu. Terungkap bahwa Sunhaji bukan orang pertama yang menerima perlakuan tidak pantas dari seorang Gus Miftah. Selain Gus Miftah, ada dua orang lagi yang mendapat kecaman dari netizen, karena perilakunya yang dinilai tidak pantas. Orang tersebut diidentifikasi bernama Usman Ali dan Zaidan Yahya. Keduanya tertawa terbaha bahak ketika Gus Miftah melontarkan ucapan yang tidak pantas.
Tulisan ini membahas petistiwa tersebut dengan sudut pandang berbeda dari yang yang sudah banyak diungkapkan oleh media. Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memperluas cakrawala pemahaman dari sudut pandang yang belum dieksplorasi. Judul tulisan ini terinspirasi dari judul novel Sengsara Membawa Nikmat, karya pujangga Tulis Sutan Sati, yang dirilis lebih kurang satu abad lalu. Novel itu menceritakan perubahan nasib seorang pemuda bernama Midun dari seorang pecundang di kampungnya. Midun pergi merantau untuk mengubah nasib. Setelah sukses di rantau, Midun kembali ke kampung halaman sebagai pemenang. Penzaliman yang di alami Midun di kampung akhirnya berbuah manis.
Teknologi Sebagai Pemicu Perubahan
Sudah sering terbukti melalui beragam kajian bahwa teknologi adalah variabel utama yang dapat menimbulkan perubahan di banyak bidang, seperti pendidikan, transportasi, kedokteran / medis, sosial, politik dan gaya hidup. Dalam konteks demikian teknologi berperan sebagai pemicu perubahan morphogenesis ( perubahan yang bersifat struktural dan kualitatif ) yang di dalam teknologi komputasi disebut juga sebagai Cybernetic I. Sementara perubahan yang tidak mendasar, sekadar pengayaan unsur, bersifat kuantitatif disebut morphostatis atau Cybernetic II.
Penerapan teknologi digital di berbagai bidang seperti komunikasi, informasi telah melahirkan fenomena koneksitas. Semua bidang kehidupan, dari milyaran manusia saling terkoneksi. Satu kejadian di satu negara, dalam hitungan menit dapat di ketahui oleh banyak orang di negara lain. Data dan informasi melintas bebas melewati batas alam ( Samudera ), batas negara / administrasi pemerintahan tanpa dapat dicegah. Melalui jaringan internet hampir semua entitas saling terhubung, saling bertukar materi, energi dan informasi. Sekarang kita berada di era Internet of Thing ( IOT ).
Kondisi ini telah memicu perubahan di bidang politik. Beberapa dekade lalu di jaman rejim Suharto, kekuasaan terpusat pada satu individu ( otoriter ) dan proses pengambilan keputusan hanya di tangan segelintir orang. Jika dianalogikan dengan mekanisme cara kerja komputer, prosesor yang bekerja hanya beberapa dan sistem pemrosesan datanya terpusat. Akibatnya proses pengambilan keputusan berjalan lambat seperti siput. Tokoh sentral sebagai pemegang kendali sering terlambat bertindak, karena daya reaksinya tidak dapat mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi. Akhirnya rejim Suharto tumbang dsn digantikan dengan orde reformasi. Gerakan reformasi telah mengubah struktur anatomi kekuasaan, kekuasaan tidak lagi terpusat digenggam oleh satu tokoh sentral. Terjadi sharing kekuasaan di bidang legislatif, eksekutif, judikatif dan juga terjadi pergeseran sebagian kekuasaan pemerintah pusat ke daerah ( provinsi, kabupaten, kota ) melalui mekanisme regulasi otonomi daerah. Kondisi demikian telah mengubah secara struktural sistem politik. Sekarang di Indonesia saja sudah tumbuh ratusan juta prosesor yang saling terkoneksi melalui perangkat teknologi informasi ( komputer, gadget ). Sistem pemrosesan data tidak lagi terpusat, melainkan terdistribusi.
Di masa lalu prosesor dipegang oleh segelintir elit, presiden, anggota kabinet, ketua lembaga tertinggi / tinggi negara, gubernur, bupati, walikota, ketua partai politik, pemilik surat kabar. Satu kejadian di satu lokasi baru dapat diketahui oleh orang di tempat lain setelah lewat hitungan puluhan jam. Bahkan berpotensi tidak diketahui jika beritanya disensor oleh para penguasa. Di masa kini setiap individu berperan sebagai prosesor. Dalam hitungan menit, jutaan orang sudah mengetahui suatu kejadian, tidak hanya dalam bentuk kata / kalimat tetapi juga dalam bentuk gambar / visual. Dalam beberapa menit juga terlontar reaksi dari jutaan orang berisi hujatan, makian, protes, saran / usulan. Tidak ada penguasa yang dapat mengabaikan reaksi jutaan orang. Kelompok netizen pada dasarnya secara de facto sudah menjelma menjadi kelompok penekan yang suaranya tidak dapat diabaikan. Dapat juga dikatakan para netizen sudah menjelma menjadi partai politik tidak resmi yang reaksinya jauh lebih progresif dari partai politik resmi. Mereka jauh lebih lincah dan lebih peka dari ketua umum partai politik manapun. Dalam kasus Gus Miftah para netizen berhasil membuatnya mengundurkan diri. Walaupun Gus Miftah secara eksplisit menyatakan mengundurkan diri tanpa tekanan dari siapapun, tetapi siapapun tahu kalau keputusan itu diambil karena tekanan kuat dari para netizen.
Sharing Kekuasaan, Koalisi Gendut dan Proses Rekrutmen
Menjamurnya pertumbuhan prosesor membuat sistem pemrosesan data terdistribusi dipilih dalam membuat kebijakan. Konsekuensi berikutnya adalah terjadi sharing kekuasaan dan konsekuensi berikutnya adalah terbentuknya koalisi di antara para pihak. Untuk meraih kekuasaan, pimpinan puncak, tidak bisa tidak, harus banyak memberikan konsesi kepada para mitra dalam proses rekrutmen pejabat politik. Kekuasaan presiden berkurang dalam memilih para pembantu utamanya. Dia harus mendengarkan permintaan dari para mitra koalisinya. Kontrol dan kemampuan filter presiden dalam seleksi para pejabat politik jadi berkurang. Hal ini berpotensi menimbulkan problem manajemen pemerintahan.
Problem manajemen tersebut sebagai sebab dasar, berpotensi menimbulkan sebab langsung, yaitu lolosnya orang yang tidak memenuhi persyaratan dalam hal kemampuan kompetensi, kedewasaan dan kematangan mental serta emosional. Ke dua sebab tersebut berpotensi terjadinya masalah, seperti yang dilakukan Gus Miftah. Kejadian itu telah memberikan beban tambahan kepada Presiden Prabowo Subianto yang sudah menerima limpahan beban dari rejim sebelumnya. Kejadian itu jelas mengganggu harmonisasi dan ritme kerja di antara para pejabat politik. Pemecatan atau pengunduran diri adalah dua pilihan pahit yang harus diambil untuk mendapat kepercayaan publik. Presiden terpaksa menerima pola rekrutmen yang telah diterapkan sebagai harga dari terbentuknya koalisi. Sharing Kekuasaan terpaksa dilakukan karena sistem pemrosesan datanya terdistribusi. Sistem itu dijalankan karena banyaknya prosesor yang terbentuk. Sebagian besar individu dapat berfungsi sebagai prosesor karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dan sifatnya sudah masal. Demikianlah momen peristiwa di panggung Gus Miftah yang terlihat seperti adegan badut selama beberapa menit, ternyata hanya merupakan ujung dari rentetan peristiwa besar yang memiliki keterkaitan di antara banyak variabel yang terjalin rumit seperti jaring tali temali dengan banyak titik simpul ikatan.
Penderita Yang Menerima Berkah
Sosok Sunhaji yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Gus Miftah menerima limpahan rasa simpati dan empati dari jutaan warga netizen. Tanpa dikomando, secara spontan banyak orang memberikan bantuan materi dan ungkapan rasa simpati dari masyarakat. Bantuan materi itu diharapkan dapat mengubah tingkat kesejahteraannya. Perubahan nasib Sunhaji berlangsung sangat cepat, karena secara mendadak dirinya tersedot ke dalam pusaran arus materi, energi dan informasi yang bergerak sangat cepat di dalam sistem masyarakat informasi. Dapat dikatakan. Sunhaji berada pada posisi dan momentum yang tepat di dekat pusaran arus lalu lintas materi, energi dan informasi. Dia sendiri tak kuasa menahan kekuatan pusaran itu yang kemudian melontarkan dirinya pada posisi yang mendapatkan berkah. Begitulah bekerjanya hukum alam melalui mekanisme deterministik, acak dan gabungan keduanya.
Epilog
Peristiwa panggung Gus Miftah yang memberikan kesengsaraan sekaligus kenikmatan untuk Sunhaji telah memberikan pelajaran penting tentang bagaimana cara menjalani hidup di era digital. Dunia digital dapat mengubah nasib orang dalam sekejap. Setiap orang dituntut untuk lebih berhati hati dalam mengucapkan lisan, menorehkan tulisan , karena dapat membawa implikasi besar pada jalan hidup kita.
Kita juga diingatkan untuk tidak terlalu keras menghukum seseorang yang sudah berbuat kesalahan. Seberapapun besarnya kesalahan seseorang, minimal dia sudah berjasa dalam dua hal yaitu :
1. Dia telah menegur generasi sebelumnya, mengapa lalai meninggalkan rambu dan marka di jalan yang telah dilaluinya, sehingga dia yang datang belakangan, jatuh dan tersandung oleh ranjau dan jebakan.
2. Dia telah mengingatkan generasi yang akan datang agar berhati hati menempuh jalan yang akan dilalui, karena penuh dengan ranjau dan jebakan.
Terkait point ke 2 kita perlu berterima kasih kepada Gus Miftah. Beliau telah meninggalkan rekaman jejak standard baru bagi Pejabat Republik. Selama ini sangat jarang pejabat di Republik yang melakukan kesalahan mau mundur dari jabatannya. Dengan contoh yang ditunjukkan oleh Gus Miftah, diharapkan perilaku itu harus dijadikan acuan. Jika ada pejabat yang berbuat kesalahan dan tidak mau mengundurkan diri, pimpinan tertingginya jangan ragu ragu untuk memecatnya.
Comments
Post a Comment