ARTI DAN MAKNA TARGET 100 HARI KERJA


 Prolog

Di Republik ada tradisi menyoroti kinerja seseorang, sekelompok orang atau suatu institusi / organisasi selama 100 hari pertama sejak dilantik / dikukuhkan. Sudah seperti ritual wajib, bahwa semua orang boleh memeriksa, mengevaluasi kinerja orang / organisasi dalam waktu singkat ( 100 hari ). Kemudian orang juga boleh bertanya kepada para evaluator, apa dasar pemikiran yang digunakan untuk mengevaluasi, apa metode evaluasi dan bagaimana prosedur kerjanya, apa indikator yang digunakan, apa alat ukurnya, apa data bandingnya dan banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan. 

Di sinilah terjadi ketimpangan, pihak yang dievaluasi seperti sedang diadili beramai ramai, dikuliti habis habisan, sementara pihak yang mengevaluasi terbebas dari segala aturan yang harus dipatuhi. Sebenarnya tidak ada kewajiban / keharusan dari pihak yang baru dilantik untuk memberikan laporan pertanggungjawaban dan / laporan kerja kepada siapapun dalam waktu seratus hari kerja. Tidak jelas dari mana asal usul gagasan itu dan sejak kapan seolah olah menjadi ritual wajib yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.  Lebih konyol lagi, momen seratus hari itu seolah olah menjadi program kerja selama seratus hari pertama. Program kerja presiden, menteri, gubernur, bupati / walikota adalah 5 tahun, bukan 100 hari. 

Presiden terpilih, Prabowo Subianto akan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024. Akan dilihat apakah beliau akan ikut tersebut arus tradisi mencanangkan program kerja 100 hari pertama, atau ada tuntutan dari para pihak agar Beliau melakukan hal itu. Dalam konteks itulah tulisan ini dibuat. Tujuannya agar masyarakat paham bagaimana sulitnya memenuhi tuntutan yang melawan akal sehat. 


Perubahan Sebagai Pangkal Kesulitan

Perubahan adalah suatu keniscayaan yang tak dapat ditolak. Perubahan mendorong lahirnya variasi dan perbedaan. Variasi melahirkan kompleksitas. Akibatnya situasi di suatu era tidak sama dengan era sebelumnya. Situasi di era Presiden Joko Widodo tidak sama dengan di era Presiden Prabowo Subianto. Begitu juga dengan masalah dan tantangan serta visi masing masing presiden. Perbedaan perbedaan itu menimbulkan berbagai konsekuensi, di antaranya terjadi perubahan nama, jumlah menteri, kementerian, lembaga negara, nomenklatur di berbagai kementerian / lembaga negara. Akibat berikutnya terjadi perubahan yang sejenis di level pejabat eselon satu ( direktur jenderal, sekretaris jenderal, inspektur jenderal ), di level pejabat eselon dua ( direktur ). Perubahan perubahan itu membutuhkan waktu untuk sampai pada posisi conditioning. Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan perubahan itu sudah lebih dari 100 hari. Penambahan jumlah Kementerian juga membawa konsekuensi harus mencari gedung perkantoran, penataan ruang kerja, termasuk penyediaan properti ( meubel dan peralatan kerja ). Belum termasuk menyusun tugas pokok, fungsi tiap level jabatan, key performance indicator ( kpi ) dan key performance appraisal ( kpa ) berikut instrumen pengukuran kinerjanya. Itu baru sebagian masalah yang harus segera diselesaikan di tahap awal masa kerja yang membutuhkan waktu lebih dari 100 hari. Belum termasuk menyusun agenda kerja, program kerja, prinsip, kriteria dan  persyaratan kerja, kerangka kerja, mekanisme alur proses kerja setiap instansi. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah menyusun kode nomor nomor surat berdasarkan asal, subjek, kop surat, logo lembaga, beragam stempel, menyusun dokumen budaya organisasi, berbagai standard operasional prosedur ( sop ). Semua persiapan itu membutuhkan waktu yang seringkali melebihi tenggat waktu 100 hari. 


Arti dan Makna Target 100 Hari

Tuntutan banyak orang agar tiap pejabat publik dsn lembaga yang dipimpinnya harus dapat menghasilkan progres kerja dalam waktu 100 hari adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Tuntutan itu harus ditafsirkan dan dimaknai secara simbolik. Mengapa harus seratus hari?, mengapa bukan 80 atau 90 hari?. Apakah ada perbedaan signifikan dalam selisih waktu beberapa hari?. Bangsa Republik sejak dulu gemar menggunakan simbol simbol. Hal ini terlihat dari berbagai folklore, tradisi lisan yang berkembang di masyarakat. Misalnya seseorang melakukan kesalahan besar, akan mendapat kutukan sampai tujuh turunan. Mengapa harus tujuh turunan?, mengapa tidak tiga turunan ?. Inilah yang disebut dengan makna simbolik. Angka tujuh selalu digunakan untuk menyebut jumlah yang banyak.


Epilog

Kepada para pejabat publik yang akan atau baru dilantik, tidak perlu terlalu mendengarkan tuntutan berbagai pihak agar menunjukkan progres dalam 100 hari kerja. Banyak orang tidak paham akan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi secara faktual. Laksanakan saja tugas yang menjadi tanggung jawab anda. Pertanggungjawaban jawaban tugas anda akan diminta oleh pihak yang berwenang bukan oleh para pihak yang ingin serba cepat, sempurna, tanpa memahami kondisi ril yang dihadapi. 

Comments

Popular Posts