PELAJARAN PENTING DARI BLANG PADANG

IN MEMORIAM Ir. MAWARDY NURDIN, M.Eng, Sc.  ( 30 - 5 - 1954   ---   8 - 2 - 2014 ).

Mawardy Nurdin lahir di Sigli, Aceh, wafat di Banda Aceh. Mawardy Nurdin menempuh pendidikan dasar dan menengah di Aceh, pendidikan tinggi di ITB Bandung dan UNSW, Sidney, Australia. Seluruh masa karirnya dihabiskan di birokrasi pemerintah. Puncak karir Mawardy Nurdin adalah Walikota Banda Aceh selama 2 periode, yang tidak sempat dituntaskannya, karena beliau wafat akibat penyakit gagal ginjal. Mawardy Nurdin  adalah Walikota terbaik yang pernah dimiliki kota Banda Aceh. Beliau adalah otak di balik tampilan fisik kota Banda Aceh yang terlihat  di masa kini. Tulisan ini didedikasikan untuk mengenang jasanya.


Profil Lapangan Blang Padang

Blang Padang adalah nama sebidang tanah lapang seluas lebih kurang 11 Ha, terletak di pusat kota Banda Aceh. Lapangan Blang Padang masih termasuk kawasan Blower. Nama Blower diambil dari nama Meyer Bolchover, seorang tuan tanah keturunan Yahudi Eropa Timur. Orang Aceh tidak mampu melafalkan namanya dengan benar, disebut Blower dan akhirnya menjadi toponim kawasan tersebut. Sekarang Blower sudah menjadi kawasan elit. Di sekeliling lapangan Blang Padang bermukim para pejabat tinggi, seperti Panglima Kodam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Wakil Gubernur Aceh. Sekarang lapangan Blang Padang dikuasai oleh militer.


Blang Padang Dahulu dan Sekarang

Berdasarkan peta yang dibuat Belanda ketika baru menduduki kota Banda Aceh pada tahun 1874, lapangan Blang Padang belum terlihat pada peta. Berdasarkan hal itu, maka dapat dipastikan bahwa Lapangan Blang Padang dibuat oleh Belanda. Sejak awal abad XX, hingga beberapa tahun lalu, lapangan Blang Padang ditumbuhi rumput dan sering dalam kondisi kurang terawat. Lapangan terasa gersang, kering, dan sepi. Di sepanjang keempat sisi lapangan tidak ditumbuhi pohon peneduh. Di salah satu bagian tepi lapangan terdapat monumen replika pesawat terbang Dakota ( Douglas Columbia  DC 3 ), yang disumbangkan oleh masyarakat Aceh untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Sejak kota Banda Aceh dipimpin oleh Walikota Mawardy Nurdin, Lapangan Blang Padang mulai ditata. Di sekeliling lapangan mulai ditanami pohon trembesi ( Samanea Saman )  yang bertajuk lebar, seperti payung. Jika ditanam berjajar rapi akan membentuk kanopi alam yang menghadirkan keteduhan dan kesejukan. Di sekeliling lapangan di bangun lintasan atletik, lintasan tracking, bangku bangku duduk, tempat tempat sampah. Seluruh area yang dijadikan lapangan, ditanami rumput yang terpelihara dengan baik. Hasilnya adalah sebuah lapangan rumput yang hijau asri, dikelilingi jajaran pohon rindang. Siapapun pasti betah berlama lama berada di pinggir lapangan. Seluruh sisi lapangan dapat dimasuki dengan mudah, karena tidak dipagar keliling. Tiap orang punya kesempatan dan akses yang sama untuk memanfaatkan lapangan Blang Padang. Keberadaan lapangan Blang Padang telah menurunkan temperatur di sekitarnya, meningkatkan kapasitas kemampuan rosot karbon ( kemampuan mengikat karbon ), sehingga mengurangi bobot  efek gas rumah kaca ( green house effect ) . Pemerintah Kota Banda Aceh  benar benar paham akan manfaat ruang terbuka hijau. Hal ini terlihat dari upaya simultan yang dlakukan. 

Upaya yang dimaksud antara lain : 

1. Menyebarkan pusat pusat pelayanan umum ke arah pinggiran kota, sehingga kepadatan di inti kota berkurang. Efek berikutnya adalah bergesernya pergerakan arus barang dari pusat kota ke pinggiran kota. Efek lanjutannya adalah terurainya simpul simpul kemacetan lalu lintas  di pusat kota. Dengan berkurangnya kemacetan, maka berkurang pula polusi udara. Area pusat kota terasa lebih lapang, lega, udara jadi lebih bersih. 

2. Melebarkan jalan, membuat saluran drainase, melakukan penghijauan di sepanjang tepi jalan,. Di samping itu dibuka berbagai lintasan jalan baru, sehingga mempercepat laju perkembangan wilayah pinggiran kota. 

3. Memperbanyak ruang terbuka hijau, sehingga dapat menurunkan temperatur dan sekaligus meningkatkan kapasitas kemampuan infiltrasi air ke dalam tanah, yang pada akhirnya memperbesar cadangan air tanah.

Hasil dari penataan kota Banda Aceh adalah terwujudnya kota yang bersih, indah, asri, hijau, sejuk, tertata rapi, sehat. Lapangan Blang Padang juga difungsikan sebagai As bagi  perputaran arus lalu lintas di pusat kota, sehingga pengguna jalan tidak terjebak oleh kemacetan lalu lintas. Tidak mengherankan bahwa kota Banda Aceh memperoleh predikat dan hadiah Adipura pada tahun tahun  2009, 2010, 2012. Banda Aceh ditetapkan oleh PBB sebagai model city untuk disaster risk reduction. Keberhasilan pembangunan kota Banda Aceh dimulai dari penataan Lapangan Blang Padang di pusat kota, kemudian menyebar ke berbagai wilayah pheri pheri, ( pinggiran ). 









Foto foto di atas dapat merepresentasikan kondisi terkini dari lapangan Blang Padang, yang indah, asri, hijau, sejuk, bersih dan tertata rapi.

Sumber : Dokumentasi pribadi.


Lapangan Blang Padang Banda Aceh dan Lapangan Merdeka Medan Dalam Perbandingan

Lapangan Merdeka di kota Medan, merupakan alun alun kota yang dibuat oleh Belanda dan dahulu bernama Esplanade. Dahulu lapangan Merdeka tampak indah, hijau, asri, sejuk dan bersih. Luas arealnya setengah dari luas lapangan Blang Padang,  5,5 Ha. Di sekeliling lapangan Merdeka ditanam pohon trembesi, dan tidak dipasang pagar keliling, sehingga siapa saja bebas melintas masuk dan keluar lapangan tanpa terhalang. Sejak dasawarsa 70 an, di sekeliling lapangan Merdeka dipasang pagar keliling dari besi dengan tiang beton dan dibuat pintu masuk keluar dari besi yang selalu terkunci rapat. Penduduk kota kehilangan kebebasan dan akses pemanfaatan lapangan Merdeka sebagai ruang publik. Selain itu luas lapangan dikurangi dan di bangun jalan aspal selebar lebih dari 10 meter mengelilingi lapangan. 

Pada awal abad XXI, di sekeliling lapangan Merdeka dibangun jajaran bangunan permanen yang diperuntukan bagi kegiatan komersil, yang diberi nama Merdeka Walk. Sejak itu bukan hanya akses masuk keluar lapangan bagi warga kota yang dibatasi, bahkan hak memandang ke arah lapangan juga dihilangkan oleh Para Kapitalis Norak yang didukung oleh Perintah Kota Medan. Praktis hak hak warga Kota Medan untuk menikmati ruang publik, sudah terenggut. Berbagai protes warga di media cetak, demonstrasi yang dimotori oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat, tidak digubris. Pemerintah Kota Medan tetap bisu dan tuli terhadap aspirasi warganya.

Fungsi lapangan Merdeka sebagai ruang publik sirna. Demikian juga fungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau dan sebagai As perputaran arus lalu lintas terganggu. Ditinjau dari aspek estetika, tampilan fisik lapangan Merdeka, walaupun bangunan penutup dibuat modern, mewah, tetapi tidak dapat menutupi kesan kumuh. Jika diperbandingkan antara Lapangan Blang Padang dengan Lapangan Merdeka ibarat langit dengan dasar lautan. Tampaknya Medan sudah layak menyandang predikat kota biadab sebagai lawan dari predikat kota beradab. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa Pemerintah Kota Medan tidak mampu dan tidak mau memelihara Lapangan Merdeka sebagai situs cagar budaya. Untuk menampung aspirasi warga kotanya saja tidak mampu,  konon pula menata kotanya ke arah yang lebih baik. Kondisi lapangan Merdeka yang memelas, dapat dilihat pada foto foto di bawah ini. 





Sumber : Dokumentasi pribadi

Dari tampilan foto foto di atas, dari sisi manapun, warga kota tidak dapat melihat ke arah lapangan Medeka, karena pandangannya  terhalang oleh pagar besi dan jajaran  bangunan permanen.


Bertambah Keunggulan Aceh Atas Sumatera Utara

Selama ini di hampir semua bidang Sumatera unggul atas Aceh, kecuali satu hal, Aceh unggul mutlak atas Sumatera Utara. Keunggulan Aceh adalah dalam hal jalan raya dan jembatan yang mulus. Kalau kita naik kendaraan pada malam hari dari Sumatera Utara menuju Aceh atau sebaliknya, dalam kondisi mata ditutup kain hitam sekalipun, dapat diketahui dengan pasti posisi kendaraan pada saat tertentu. Kalau kendaraan berjalan kencang, tanpa guncangan berarti sedang berada di wilayah Aceh, dan kalau sudah terasa laju kendaraan melambat disertai guncangan, dapat dipastikan sudah masuk wilayah Sumatera Utara.

Sekarang keunggulan Aceh bertambah lagi dalam hal penataan kota dan penghargaan kepada hak dan akses warga untuk menikmati fasilitas kota, termasuk pemanfaatan ruang teruka hijau / ruang publik. Keunggulan tersebut diperoleh berkat visi, kecerdasan otak dan komitmen terhadap janjinya kepada warga yang sudah memilihnya dari seorang bernama Ir Mawardy Nurdin, M, Eng, Sc. Warga Banda Aceh wajib mengenang jasanya.

Comments

Popular Posts