MICHAEL FARADAY, MATEMATIKA DAN KEBIJAKAN RISET REPUBLIK

Prolog

 Jika dilihat sepintas dari judul di atas, belum terlihat jelas relasi dari tiga elemennya yaitu Michael Faraday, Matematika dan Kebijakan Riset Pemerintah Republik. Tulisan ini dibuat untuk memperjelas relasi tersebut. Michael Faraday ( 22 - 9 - 1791   ---  25 - 8 - 1867 ), adalah ilmuwan berkebangsaan Inggris terbesar setelah Sir Isaac Newton. Faraday adalah penemu listrik ( motor listrik ) pertama di dunia ( 1821 ).

Selain listrik, Faraday banyak membuat penemuan lain, tetapi tidak dapat disangkal, listrik adalah penemuannya yang paling fenomenal. Berkat penemuannya, Faraday menikmati kemahsyuran, kehadirannya diharapkan pada berbagai pertemuan akademisi dan non akademisi. Semua penghargaan itu tidak mengubah gaya hidupnya yang sederhana. Bahkan Faraday menolak pemberian gelar kebangsawanan Inggris. Pada suatu pertemuan yang dihadiri oleh berbagai kalangan, Faraday ditanya oleh seorang hadirin yang skeptis dengan prestasi sang ilmuwan. Orang tersebut menanyakan apa manfaat listrik temuannya bagi kehidupan manusia. Faraday terkejut dengan pertanyaan spontan itu, tetapi sambil tersenyum menjawab tegas : 

Jika anda bertanya kepada saya tentang manfaat listrik bagi kehidupan, sama dengan saya bertanya kepada anda :

Apa manfaat anda memelihara dan membesarkan bayi. Penanya itu terdiam mendengar  serangan balik yang menohok. 

Memang listrik pada waktu itu belum memiliki manfaat praktis, tetapi sekarang lebih 99 % dari populasi manusia, hidupnya ditopang oleh listrik. Mantan Perdana Menteri Inggris, Margareth Thatcher pernah berkata, " Nilai penemuan Michael Faraday, lebih besar dari semua kapitalisasi nilai saham di semua bursa efek di seluruh dunia” . Ucapan Thatcher tidak berlebihan mengingat vitalnya listrik bagi peradaban modern. Prolog ini mengantarkan pembahasan lebih lanjut.



Michael Faraday
Sumber: Google

Kebijakan Riset Pemerintah Republik

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Republik menerapkan bahwa semua kebijakan yang dibuat harus berbasis riset. Sementara itu, semua riset yang dilakukan harus menghasilkan out put dan out come ( umpan balik, implikasi bagi nilai produk, nilai tambah ), yang tujuannya dapat memperbesar nilai GDP ( Gross Domestic Product ). Pada dasarnya, kebijakan ini baik, jika diterapkan dengan kekecualian  pada ilmu ilmu dasar dan matematika. Jawaban Faraday di atas harusnya menjadi teguran agar setiap kebijakan harus memberi ruang untuk adanya kekecualian.

Riset riset  pengembangan ilmu ilmu dasar tidak dapat dituntut agar segera   memberikan manfaat dan nilai tambah. Para penelitinya sendiri bahkan belum dapat memperkirakan manfaat suatu penemuan,  pada saat ditemukan. Kalau kebijakan ini diterapkan secara ketat, maka dapat dipastikan, banyak proposal riset ilmu dasar bakal ditolak pembiayaannya oleh pemerintah. Jika demikian yang terjadi maka lupakan saja mimpi untuk melepaskan ketergantungan pada ilmu dan teknologi dari negara negara maju. Tidak ada negara yang unggul dalam teknologi tanpa dukungan penguasaan ilmu ilmu dasar ( fisika, kimia dan bioligi ) yang kuat. Pengalaman negara negara maju seperti Amerika Serikat, negara negara Eropa Barat, Cina, Jepang, Korea dan India ), harus dijadikan rujukan.

 

Matematika Sebagai Ratu

Banyak orang mengira bahwa matematika adalah suatu cabang ilmu yang berdiri sendiri. Anggapan itu keliru, karena matematika bukan ilmu, tetapi sarana ( alat ) berpikir deduktif. Posisi dan kedudukannya sama dengan statistik. Statistik adalah sarana ( alat ) berpikir induktif. Sebagai sarana berpikir, maka matematika tidak terkena keharusan menjalani proses pengujian secara empirik. Kondisi ini menyebabkan matematika berkembang pesat laksana meteor, jauh meninggalkan semua ilmu, termasuk ilmu fisika yang perkembangannya paling pesat.

Bahkan matematika sudah begitu jauh meniggalkan alam 3 dimensi. Pada perkembangan terkini, Matematika sudah merambah alam 26 dimensi dan bakal terus melaju menembus dimensi lebih tinggi lagi. Para matematikawan cenderung tidak peduli, apakah temuan dan berbagai formula yang diciptakannya memberi manfaat praktis atau tidak. Seseorang yang dalam waktu satu tahun saja tidak mengikuti perkembangan ( membaca jurnal khusus matematika ), akan tertinggal jauh. Selama satu tahun itu banyak bermunculan persamaan / formula baru, simbol simbol baru. Pada dasarnya matematika adalah logika simbolik, oleh karena itu tidak mengherankan semua pernyataan matematika menggunakan simbol simbol.

Kecepatan perkembangan yang sangat pesat, membuat matematika tingkat tinggi dipahami hanya segelintir orang yang memang sehari hari berkutat dengan matematika. Begitu sedikitnya jumlah populasi matematikawan, dan begitu abstraknya konsep konsep  matematika, sehingga matematika sudah dianggap sebagai pengetahuan sihir yang dirahasiakan dan dikuasai oleh segelintir orang. Simbol simbol dan persamaan- persamaan matematika tingkat tinggi hanya dapat dikomunikasikan di kalangan sangat terbatas. Ditinjau dari posisi matematika yang berkiprah di alam abstrak dan  kecepatan perkembangannya, matematika layak mendapat julukan Ratu, di antara semua pengetahuan ( termasuk ilmu ). 

Terkait dengan kebijakan riset di atas, alangkah naif dan absurd, jika kebijakan riset yang mewajibkan matematika harus dapat memberi manfaat out come diterapkan. Komunitas matematikawan internasional bakal mentertawakan kekonyolan pola pikir itu.

 

Matematika Sebagai Pelayan

Posisi dan  kedudukan matematika memang unik, di satu sisi, sebagai ratu yang bertahta di alam dimensi tinggi, tetapi di sisi lain, matematika memposisikan dirinya dengan rendah hati menjadi pelayan semua ilmu dan pengetahuan. Ketika ilmu berkembang, membutuhkan perhitungan kuantitatif yang akurat dan membutuhkan  model model yang handal, ilmu tidak punya pilihan lain, selain berpaling kepada matematika. Matematika selalu siap memberikan pelayanannya, menyodorkan persamaan / formula dan permodelan yang secanggih apapun. 

Ketika James Clark Maxwell ( ilmuwan  asal Skotlandia yang menjadi fisikawan puncak terakhir dari kelompok fisikawan klasik ), menggabungkan hukum hukum ( Gauss - Coulomb, Ampere - Bio Savart, Faraday ), menjadi satu hukum yang terintegrasi, harmonis menjadi hukum Maxwell, matematika sudah siap membantu memodelkannya dengan sangat baik. Maxwell menggunakan 4 formula persamaan  matematis yang legendaris, sederhana tetapi sangat indah. 

Begitu juga ketika Albert Einstein, merasa matematika biasa tidak dapat menampung gagasan revolusionernya, teori relativitas umum dan teori relativitas khusus, matematika dimensi 4 dapat melayaninya dengan baik. Ketika tiga serangkai fisikawan beken, Mohammad Abdul Salaam,  Sheldon Lee Glashow, Steven Weinberg, menggabungkan  gelombang elektromagnetik dengan tenaga nuklir lemah menjadi teori Electroweak ( Electromagnetic and Week nuclear force ), matematika sudah siap menyodorkan berbagai persamaan / formula dan permodelannya. Ketiga orang tersebut diganjar hadiah Nobel bidang Fisika tahun 1979. Terakhir, yang paling fenomenal, ketika John Schwarz dan Michael Green, memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan Teori Superstring ( Teori Adi dawai ), yang digadang-gadang sebagai TOE ( Theory of Everything ), matematika kembali membantu menyediakan berbagai persamaan dan formula serta permodelan yang dibutuhkan.

Untuk melayani kebutuhan teori superstring, masih banyak dibutuhkan model dan persamaan matematis yang sekarang belum terpenuhi dan para matematikawan terbaik sedang berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan itu. Minimal dibutuhkan 5 cabang baru matematika untuk tujuan itu, Kategori Turunan, Khomologi Eliptik, Geometri Defrensial, Varietas Berkholonomi Khusus dan Varietas Lograngian. Semua kontribusi matematika kepada ilmu fisika dan ilmu ilmu lain dapat terjadi berkat kebebasan yang dinikmatinya, tanpa dibebani urusan manfaat jangka pendek. Tanpa kebebasan itu, semua ilmu akan berkembang  terseok seok seperti siput dan keong, karena Sang Pelayan terbelenggu oleh pikiran dangkal, sempit dari para Politisi dan Birokrat.



Persamaan matematis di atas menjadi tonggak tiang pancang pertama dari bangunan Teori Superstring.
Sumber:  Google

Epilog

Sekarang, Republik memiliki lebih dari 5000 orang profesor guru besar dan profesor riset, tetapi anehnya tidak ada satupun yang bersuara kritis, menentang kebijakan riset dari pemerintah. Semua profesor mengamini saja semua kebijakan pemerintah. Mengapa demikian?, hanya mereka yang tahu jawabannya. Orang lain hanya dapat menduga duga. Salah satu dugaan, mungkin pemerintah sudah menempatkan para profesor di zona nyaman dengan memberikan tunjangan kehormatan yang besarnya sekitar Rp 15.000.000 sebulan. Para profesor mungkin sudah merasa cukup dengan itu saja, tidak perlu lagi berpikir kritis.





 

Comments

Popular Posts