GOLDEN RATIO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP POLA PERJODOHAN

Prolog

 

Hampir semua orang menganggap bahwa  perjodohan adalah murni fenomena sosial budaya dan agama. Hal ini disebabkan karena dalam urusan perjodohan dari pandangan sekilas, tampak sangat dominan masalah relasi antar manusia sebagai individu dan kelompok. Kalau diteliti lebih dalam, fenomena perjodohan ternyata berkaitan erat dengan salah satu dalil utama di dalam ilmu alam. Dalil yang dimaksud adalah golden ratio, yang  dikenal juga sebagai 

konstanta / tetapan kosmologis. Semua fenomena di alam, apa saja, tunduk pada angka tetapan kosmologi yang disimbolkan dengan huruf Yunani phi:    


Nilai angka phi adalah 1,618. Nilai ini adalah hasil pembulatan 3 digit angka desimal. Nilai phi yang tepat sebenarnya tidak terhingga. Sebagai contoh, nilai phi dengan 9 digit desimal adalah 1,618033988 , dan jika 15 digit desimal 1,618033988749895. Untuk penggunan praktis, 3 digit desimal dianggap sudah memadai. Golden ratio berhubungan erat dengan deret angka Fibonacci, yang terkenal. 

 

Beberapa Postulat yang Digunakan

Tulisan ini dibuat di atas landasan beberapa postulat, yaitu :

1. Alam senantiasa berubah dan setiap perubahan pasti memperbesar jumlah variasi.

2. Ada tiga mekanisme perubahan, yaitu determinisme, acak dan gabungan keduanya.

3. Semua fenomena di alam dan perubahannya tunduk pada proporsi perbandingan nilai konstsnta atau tetapan kosmologi ( golden ratio ) yang nilainya  1 : 1,618 dan deret angka Fibonacci. 

4. Perubahan yang bersifat acak lebih mendekati model golden ratio dibandingkan perubahan yang bersifat determinisme.

 

Konsep Golden Ratio dan Deret Angka Fibonacci

Golden ratio ( rasio emas ) adalah angka yang sangat spesial dalam matematika, bilangan irrasional yang nilainya mendekati 1,618. Angka ini sering muncul dalam konsep geometri, seni, arsitektur dan struktur mahluk hidup, termasuk manusia. Dalam matematika, dua nilai dianggap berada dalam hubungan rasio emas, jika rasio antara jumlah ke dua nilai itu terhadap nilai yang besar ( a ), sama dengan rasio antara nilai besar terhadap nilai kecil ( b ).  Narasi ini dapat ditransfofmasikan ke dalam persamaan berikut : 

 

Angka rasio emas dapat juga diperoleh dengan formula lain, seperti di bawah ini :



Semua fenomena alam mengikuti kaidah rasio emas. Perbandingan jumlah laki laki dan wanita adalah 1 : 1,618. Begitu juga untuk populasi lebah, hewan mamalia, reptil, pisces ( ikan ), unggas, bunga jantan dan betina. Perbandingan panjang lengan dari bahu hingga siku dan dari bahu hingga ujung jari tangan adalah 1 : 1, 618.  Begitu juga antara lebar wajah dengan tinggi wajah, antara puncak kepala ke pusar dan dari puncak kepala ke tapak kaki.

Karya karya seni yang tergolong maha karya seperti lukisan, patung, desain grafis, logo dan arsitektur bangunan juga mengikuti patokan rasio emas.

 

Konsep Deret Angka Fibonacci

Deret angka Fibonacci diciptakan oleh matematikawan asal India, Gopala & Hemachandra ( 1150 ), tetapi sumber lain menyebutkan diciptakan oleh matematikawan asal Itali Leonardo da Pisa tahun 1200  ( Knuth, Donald, E, Art of Computer Programming ). Deret Fibonacci adalah deret angka sederhana yang susunan angkanya merupakan hasil penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Perbandingan antara Fn + 1 dengan Fn selalu sama untuk sembarang nilai n dan mulai dari nilai n tertentu, perbandingan ini nilainya tetap. Narasi ini dapat ditranformasikan ke dalam bentuk persamaan matematis di bawah ini : 

      

 

Fn  = Bilangan Fibonacci ke - n

 X1 dan X2  = penyelesaian persamaan  :


Penjelasan sederhana dari persamaan di atas, adalah deret angka  sebagai berikut : 

 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,  144, 233, 377, 610, 987, 1597,  2584, 4181, 6765, 10946 ......dan seterusnya.

 

Angka 2 didapat dari penjumlahan 1 dengan 1, angka 5 didapat dari penjumlahan angka 2 dengan 3. Angka 55 didapat dari penjumlahan 21 dengan 34 .......dan seterusnya. 

Jika suatu angka dibagi dengan angka sebelumnya akan diperoleh angka yang mendekati angka rasio emas.

Jika angka 55 dibagi dengan 34 akan diperoleh angka yang mendekati rasio emas , 1,618. Begitu juga jika angka 377 dibagi dengan 233 hasilnya mendekati 1, 618.

 Jika ada sepasang itik pada suatu waktu t, maka setelah melewati jangka waktu tertentu t 1,  jumlah itik tersebut akan sama dengan deret angka Fibonacci, yaitu 3, atau 8, atau 21, atau 89, atau 377. Pertumbuhan jumlah populasi apa saja akan mengikuti kaidah deret angka Fibonacci, terutama jika mekanisme pertumbuhan itu bersifat acak. Jika ada faktor meksnisme determinisme yang bekerja dalam proses itu, seperti adanya rekayasa tertentu oleh manusia, hasilnya agak menyimpang dari  deret angka Fibonacci.



Gambar 1 : Deret angka Fibonachi ditransformasikan ke dalam bentuk geometris
( Sumber : Google ).





Gambar 2 : Anatomi tubuh manusia mengikuti kaidah tetapan kosmologi golden ratio 
( Sumber : Google )



Gambar 3 : Kepalan tangan manusia juga mengikuti tetapan kosmologi golden ratio 
( Sumber : Google ).



Gambar 4 : Bentuk  Komponen bangunan yang harmoni dan mengandung nilai estetika tinggi, juga mengikuti tetapan kosmologi golden ratio 
( Sumber : Google ).






Gambar 5 : Bentuk desain logo yang bernilai estetika tinggi juga mengikuti tetapan kosmologi golden ratio ( sumber : Google ).


Konsep Bentuk Perjodohan

 Dalam peradaban manusia dikenal beragam bentuk perjodohan. Dalam garis besarnya ada dua golongan sifat perjodohan yaitu : 

1.  Perjodohan secara acak, atau rambang. Perjodohan ini terjadi tanpa ada rekayasa sosial, sistem nilai atau ideologi tertentu. 

2. Perjodohan terpilih, yang bersifat deterministik. Perjodohan model ini terbentuk karena ada intervensi sistem nilai dan sistem ideologi tertentu. Kepercayaan bahwa perjodohan ideal adalah perjodohan sepasang manusia yang memiliki keyakinan ideologi yang sama. Ada pula yang menambahkan variabel sistem status sosial sebagai indikator perjodohan ideal. Ke dua faktor di atas dapat dikatakan sebagai rekayasa eksperimen genetis berskala giga ( raksasa ). Nanti akan terlihat bagaimana pengaruh ke duanya terhadap populasi manusia, karena ke duanya punya andil terhadap penyimpangan yang makin lebar dari angka rasio emas.

Dari dua golongan besar bentuk perjodohan di atas, dapat dibuat klasifikasi yang lebih rinci, yaitu : 

1. Monogami, hanya punya satu pasangan dalam pernikahan.

2. Poligami, yang dapat dibedakan menjadi : 

    - Poligini, yaitu laki laki menikahi lebih dari satu  wanita pada waktu yang sama.

     - Poliandri, yaitu wanita menikahi laki laki lebih dari satu pada waktu  yang sama.

3. Kokagami, perjodohan antara 2 orang yang bertentangan dengan kaidah budaya, misalnya perkawinan antara laki laki dengan wanita yang bersaudara kandung atau ayah dengan anak ( incest ).

4. Endogami, perjodohan antara 2 orang dari komunitas / suku bangsa  yang sama. 

5. Eksogami, perjodohan dua orang dari komunitas / suku bangsa yang berbeda. 

6. Hipergami, perjodohan antara wanita yang berstatus sosial tinggi dengan  laki laki berstatus sosial lebih rendah. 

7. Hipogami, perjodohan antara wanita berstatus sosial lebih rendah dengan laki laki berstatus sosial lebih tinggi. 

8. Homogami, perjodohan  terpilih dengan ciri ciri bersamaan.

9. Heterogami, perjodohan terpilih dengan ciri ciri berlawanan.

 

Analisis dan Prospek Munculnya Ilmu Baru

 Penelusuran konsep rasio emas dan deret angka Fibonacci, membuka kesadaran bahwa alam mendesain proporsi jumlah populasi antara laki laki dan wanita tidak sama. Jumlah wanita lebih banyak , dengan proporsi  0,6 kali lebih banyak pada suatu waktu tertentu. Angka ini dihasilkan jika laju pertumbuhan jumlah populasi terjadi secara acak. Kalau laju pertumbuhan populasi diintervensi oleh variabel variabel yang sifatnya deterministik, seperti norma adat, budaya, ideologi, politik, peperangan, maka proporsi perbandingannya akan semakin menjauhi angka rasio emas, dan memperlebar kesenjangan. Tanpa intervensi variabel deterministik sekalipun, pasti ada wanita yang tidak mendapatkan jodoh, jika menggunakan bentuk perjodohan monogami dijadikan norma ideal di dalam suatu masyarakat. Dengan adanya intervensi variabel budaya dan ideologi, pasti lebih banyak lagi wanita yang tidak mendapatkan pasangan.

Perjodohan terpilih akan semakin banyak membuat wanita tersisih ke dalam kelompok yang tidak mendapatkan pasangan. Ketika terjadi peperangan  antara dua bangsa / negara, keadaannya akan lebih buruk lagi. Biasanya yang ikut terlibat langsung dalam peperangan konvensional ( bukan perang nuklir ), adalah laki laki. Jumlah populasi laki laki dipastikan akan berkurang dan hal ini jelas memperburuk rasio yang pada dasarnya sudah tidak seimbang. Salah satu indikator  kebahagian hidup pada umumnya, adalah menjalani masa hidup dengan pasangannya, maka keadaan  tidak mendapatkan pasangan hidup merupakan kondisi yang tidak diinginkan.

 

Lalu bagaimana solusi untuk mengatasi masalah ini ? Penulis menawarkan ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu  : 

 1. Melakukan praktek poligami tipe poligini. Pilihan ini menuntut konsekuensi adanya  perubahan sistem nilai dalam masyarakat. Masyarakat modern biasanya menganggap poligini, tidak baik untuk dipraktekkan. Masyarakat menganggap monogami adalah bentuk ideal perjodohan. Tidak mudah mengubah mindset orang modern tentang model ideal monogami. Ditambah lagi jika dibenturkan dengan teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham, poligini lebih banyak menghadirkan penderitaan dibanding kebahagian, gagasan poligini bakal mendapat resistensi kuat dari masyarakat.

2. Pilihan berikutnya adalah menabrak rasio emas yang identik dengan konstanta kosmologi. Secara strategis, target peradaban di masa depan adalah mengubah angka rasio populasi antara laki laki dengan wanita dari proporsi mendekati 1,618 menjadi mendekati 1 (  ~ 1 ). Langkah strategis harus dilanjutkan dengan langkah taktis, agar angka rasio tersebut dapat diubah. Langkah taktis yang dimaksud adalah rekayasa genetika, di laboratorium mikrobionanotech.

Langkah ini sebenarnya dapat dilakukan pada dekade ini. Harap di ingat bahwa langkah ini tidak berbeda dengan intervensi variabel deterministik di bidang sosial, budaya dan ideologi yang selama ini sudah dipraktekkan selama ribuan tahun. Hasilnya adalah proporsi jumlah laki laki dan wanita yang bergeser dari angka rasio emas, ke arah yang lebih besar dari 1,618.

Bedanya langkah taktis yang ditawarkan sekarang  adalah intervensi variabel deterministik teknologi, tetapi menghasilkan kondisi yang sama yaitu semakin menjauh dari angka rasio emas dan ke arah lebih kecil dari rasio emas, yaitu mendekati 1 ( ~ 1 ). Perbedaan lain di antara ke dua jenis variabel detegministik tersebut, pada variabel deterministik teknologi, pergeseran angka itu terjadi lebih masiv, dan dicapai dalam waktu singkat.

Dengan rekayasa genetika, tampilan fisik anatomi para wanita dan laki laki yang dihasilkan dapat mendekati proporsi rasio emas. Jadi angka rasio emas justru diupayakan pada mutu tampilan fisik, bukan pada rasio proporsi jumlah wanita dan laki laki. Dengan tampilan fisik rata rata laki laki yang relatif setara, begitu juga dengan tampilan fisik rata rata wanita, dan proporsi jumlah populasi wanita dan laki laki yang relatif sama ( 1 : 1 ) , diharapkan hampir tidak ada lagi wanita yang tidak kebagian pasangan hidup, dan norma monogami dapat terus dipertahankan.

Seandainya kondisi ini dapat dicapai, masih tersisa pekerjaan besar yang harus dipikirkan. Tindakan rekayasa genetik yang dilakukan adalah tindakan mengutak atik tetapan kosmologi, yang merupakan grand design alam semesta. Sebenarnya ini adalah tindakan penuh risiko dengan  berbagai kemungkinan yang dapat terjadi  masih gelap, belum terpetakan, bahkan belum teridentifikasi. Kondisi ini mirip dengan penjelajahan hutan rimba yang belum dikenal, dasar palung laut dalam yang gelap gulita atau ruang angkasa antar galaksi. Mungkin kini sudah waktunya muncul suatu bidang keilmuan baru yang khusus mengkaji secara serius berbagai dampak teknologi yang menyentuh dasar esensi kehidupan terhadap peradaban manusia.

Sudah waktunya sekat / tembok pemisah antara ilmu ilmu alam dengan ilmu ilmu sosial dan humaniora, dirubuhkan, agar pemisah psikologis warisan masa lalu disingkirkan. Jika tembok pemisah secara ketat itu dapat dihapuskan, maka perkembangan ilmu dapat dipacu lebih cepat. Proses pertukaran gagasan di antara komunitas ilmuwan dapat berlangsung lebih lancar. Kompleksitas masalah kehidupan masa kini menuntut kerjasama solid di antara ke dua kelompok ilmuwan tersebut, agar dapat dihasilkan terobosan yang bermanfaat bagi peradaban. Tulisan dapat dijadikan rintisan awal, pembuka kapling baru bagi area kajian ilmu baru yang bakal dilahirkan. Tulisan ini dapat dianggap sebagai salah satu  landasan ontologis bagi bakal ilmu baru dimaksud. Ilmu tersebut bakal menjadi wadah bagi kajian lintasan antar disiplin yang selama ini hanya jadi jargon dan retorika, ketimbang upaya serius melakukan kajian lintas kelompok disiplin ilmu ilmu alam, sosial budaya dan humaniora. Selanjutnya perlu dipikirkan nama ilmu baru tersebut yang dapat menggambarkan substansi keilmuannya, dan membangun landasan epistemologinya.

Dengan berkembangnya keilmuan baru tersebut, berbagai potensi dampak yang  ditimbulkan oleh upaya mengubah hal hal mendasar di alam ini dapat dideteksi dan diidentifikasi pada tahap paling dini. Selanjutnya dapat dilakukan analisis dampak / risiko, evaluasi dampak  / risiko dan tentu saja mitigasi dampak / risiko. Pengalaman di abad lalu, setiap ada perubahan  cepat dan mendasar, selalu diikuti oleh gelombang kejut, yang membuat banyak orang terpana, gagap, bingung, gamang bahkan kehilangan pegangan.

Kegagalan memahami realitas baru, membuat orang mencari penjelasan yang bersifat teleologis untuk mencari ketenangan semu. Kemudian  orang melarikan diri dari kenyataan dan bersandar pada hal hal berbau mistis. Indikasi fenomena itu adalah  bermunculan ungkapan ungkapan seperti, dunia sudah tua, kiamat sudah dekat, jaman edan , Tuhan murka dan sebagainya. Kajian dampak dan risiko yang berbasis ilmu pengetahuan, dapat mengurangi efek kejutan tersebut. 




Gambar 6 : Fenomena pergeseran angka golden ratio akibat intervensi variabel deterministik budaya, sosial, ideologi dan teknologi.


Epilog

 Di masa lalu, manusia berada di pihak / posisi yang lemah tidak berdaya, lintasan jalur evolusinya ditentukan secara acak, deterministik dan gabungan ke duanya oleh kekuatan eksternal yang berada di luar dirinya. Hari ini manusia berada di posisi kuat, gagah perkasa sebagai Homo Deus, Homo Diva, Homo Deva. Manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri, menentukan sendiri jalur lintasan evolusinya, mengatasi kekuatan eksternal, dan membuat sendiri keputusan keputusan penting yang mempengaruhi bentuk peradaban di masa depan. Ada satu harapan dari penulis , semoga manusia lebih bertanggung jawab sejalan dengan peningkatan kapasitas kemampuannya yang mengarah pada kondisi UNLIMIT.

 

Comments

Popular Posts