GOLDEN RATIO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP POLA PERJODOHAN
Prolog
Hampir semua orang
menganggap bahwa perjodohan adalah murni fenomena sosial budaya dan
agama. Hal ini disebabkan karena dalam urusan perjodohan dari pandangan
sekilas, tampak sangat dominan masalah relasi antar manusia sebagai individu
dan kelompok. Kalau diteliti lebih dalam, fenomena perjodohan ternyata
berkaitan erat dengan salah satu dalil utama di dalam ilmu alam. Dalil yang
dimaksud adalah golden ratio,
yang dikenal juga sebagai
konstanta / tetapan kosmologis. Semua fenomena di alam, apa saja, tunduk pada angka tetapan kosmologi yang disimbolkan dengan huruf Yunani phi:
Beberapa Postulat yang Digunakan
Tulisan ini dibuat di atas landasan beberapa postulat, yaitu :
1. Alam senantiasa
berubah dan setiap perubahan pasti memperbesar jumlah variasi.
2. Ada tiga mekanisme
perubahan, yaitu determinisme, acak dan
gabungan keduanya.
3. Semua fenomena di alam dan perubahannya tunduk pada proporsi perbandingan nilai konstsnta atau tetapan kosmologi ( golden ratio ) yang nilainya 1 : 1,618 dan deret angka Fibonacci.
4. Perubahan yang
bersifat acak lebih mendekati model golden ratio dibandingkan perubahan yang
bersifat determinisme.
Konsep Golden Ratio dan Deret Angka Fibonacci
Golden ratio ( rasio
emas ) adalah angka yang sangat spesial
dalam matematika, bilangan irrasional yang nilainya mendekati 1,618. Angka
ini sering muncul dalam konsep geometri, seni, arsitektur dan struktur mahluk
hidup, termasuk manusia. Dalam matematika, dua nilai dianggap berada dalam
hubungan rasio emas, jika rasio antara
jumlah ke dua nilai itu terhadap nilai yang besar ( a ), sama dengan rasio
antara nilai besar terhadap nilai kecil ( b ). Narasi ini dapat
ditransfofmasikan ke dalam persamaan berikut :
Angka rasio emas dapat juga diperoleh dengan formula lain, seperti di bawah ini :
Semua fenomena alam
mengikuti kaidah rasio emas. Perbandingan jumlah laki laki dan wanita adalah 1
: 1,618. Begitu juga untuk populasi lebah, hewan mamalia, reptil, pisces ( ikan
), unggas, bunga jantan dan betina. Perbandingan panjang lengan dari bahu
hingga siku dan dari bahu hingga ujung jari tangan adalah 1 : 1, 618.
Begitu juga antara lebar wajah dengan tinggi wajah, antara puncak kepala ke
pusar dan dari puncak kepala ke tapak kaki.
Karya karya seni yang
tergolong maha karya seperti lukisan, patung, desain grafis, logo dan
arsitektur bangunan juga mengikuti patokan rasio emas.
Konsep Deret Angka Fibonacci
Deret angka Fibonacci diciptakan oleh matematikawan asal India, Gopala & Hemachandra ( 1150 ), tetapi sumber lain menyebutkan diciptakan oleh matematikawan asal Itali Leonardo da Pisa tahun 1200 ( Knuth, Donald, E, Art of Computer Programming ). Deret Fibonacci adalah deret angka sederhana yang susunan angkanya merupakan hasil penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Perbandingan antara Fn + 1 dengan Fn selalu sama untuk sembarang nilai n dan mulai dari nilai n tertentu, perbandingan ini nilainya tetap. Narasi ini dapat ditranformasikan ke dalam bentuk persamaan matematis di bawah ini :
Fn = Bilangan Fibonacci
ke - n
X1 dan X2 = penyelesaian persamaan :
1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, 4181, 6765, 10946 ......dan seterusnya.
Angka 2 didapat dari
penjumlahan 1 dengan 1, angka 5 didapat dari penjumlahan angka 2 dengan 3.
Angka 55 didapat dari penjumlahan 21 dengan 34 .......dan seterusnya.
Jika suatu angka dibagi
dengan angka sebelumnya akan diperoleh angka yang mendekati angka rasio emas.
Jika angka 55 dibagi
dengan 34 akan diperoleh angka yang mendekati rasio emas , 1,618. Begitu juga
jika angka 377 dibagi dengan 233 hasilnya mendekati 1, 618.
Jika ada sepasang itik pada suatu waktu t, maka setelah melewati jangka waktu tertentu t 1, jumlah itik tersebut akan sama dengan deret angka Fibonacci, yaitu 3, atau 8, atau 21, atau 89, atau 377. Pertumbuhan jumlah populasi apa saja akan mengikuti kaidah deret angka Fibonacci, terutama jika mekanisme pertumbuhan itu bersifat acak. Jika ada faktor meksnisme determinisme yang bekerja dalam proses itu, seperti adanya rekayasa tertentu oleh manusia, hasilnya agak menyimpang dari deret angka Fibonacci.
Dalam peradaban manusia dikenal beragam bentuk perjodohan. Dalam garis besarnya ada dua golongan sifat perjodohan yaitu :
1. Perjodohan secara acak, atau rambang.
Perjodohan ini terjadi tanpa ada rekayasa sosial, sistem nilai atau ideologi
tertentu.
2. Perjodohan terpilih, yang bersifat deterministik. Perjodohan model
ini terbentuk karena ada intervensi sistem nilai dan sistem ideologi tertentu.
Kepercayaan bahwa perjodohan ideal
adalah perjodohan sepasang manusia yang memiliki keyakinan ideologi yang sama.
Ada pula yang menambahkan variabel sistem
status sosial sebagai indikator perjodohan ideal. Ke dua faktor di atas
dapat dikatakan sebagai rekayasa
eksperimen genetis berskala giga ( raksasa ). Nanti akan terlihat bagaimana
pengaruh ke duanya terhadap populasi manusia, karena ke duanya punya andil
terhadap penyimpangan yang makin lebar dari angka rasio emas.
Dari dua golongan besar bentuk perjodohan di atas, dapat dibuat klasifikasi yang lebih rinci, yaitu :
1. Monogami, hanya punya satu pasangan dalam pernikahan.
2. Poligami, yang dapat dibedakan menjadi :
- Poligini, yaitu laki laki menikahi lebih dari satu wanita pada waktu yang sama.
- Poliandri, yaitu wanita menikahi laki laki lebih dari satu pada waktu yang sama.
3. Kokagami, perjodohan antara 2 orang yang bertentangan dengan kaidah
budaya, misalnya perkawinan antara laki laki dengan wanita yang bersaudara
kandung atau ayah dengan anak ( incest ).
4. Endogami, perjodohan antara 2 orang dari komunitas / suku
bangsa yang sama.
5. Eksogami, perjodohan dua orang dari komunitas / suku bangsa yang
berbeda.
6. Hipergami, perjodohan antara wanita yang berstatus sosial tinggi
dengan laki laki berstatus sosial lebih rendah.
7. Hipogami, perjodohan antara wanita berstatus sosial lebih rendah
dengan laki laki berstatus sosial lebih tinggi.
8. Homogami, perjodohan terpilih dengan ciri ciri bersamaan.
9. Heterogami, perjodohan terpilih dengan ciri ciri berlawanan.
Analisis dan Prospek Munculnya Ilmu Baru
Penelusuran konsep rasio emas dan deret angka Fibonacci, membuka kesadaran bahwa alam mendesain proporsi jumlah populasi antara laki laki dan wanita tidak sama. Jumlah wanita lebih banyak , dengan proporsi 0,6 kali lebih banyak pada suatu waktu tertentu. Angka ini dihasilkan jika laju pertumbuhan jumlah populasi terjadi secara acak. Kalau laju pertumbuhan populasi diintervensi oleh variabel variabel yang sifatnya deterministik, seperti norma adat, budaya, ideologi, politik, peperangan, maka proporsi perbandingannya akan semakin menjauhi angka rasio emas, dan memperlebar kesenjangan. Tanpa intervensi variabel deterministik sekalipun, pasti ada wanita yang tidak mendapatkan jodoh, jika menggunakan bentuk perjodohan monogami dijadikan norma ideal di dalam suatu masyarakat. Dengan adanya intervensi variabel budaya dan ideologi, pasti lebih banyak lagi wanita yang tidak mendapatkan pasangan.
Perjodohan terpilih akan
semakin banyak membuat wanita tersisih ke dalam kelompok yang tidak mendapatkan
pasangan. Ketika terjadi peperangan antara dua bangsa / negara,
keadaannya akan lebih buruk lagi.
Biasanya yang ikut terlibat langsung dalam peperangan konvensional ( bukan
perang nuklir ), adalah laki laki. Jumlah populasi laki laki dipastikan akan
berkurang dan hal ini jelas memperburuk
rasio yang pada dasarnya sudah tidak seimbang. Salah satu indikator
kebahagian hidup pada umumnya,
adalah menjalani masa hidup dengan pasangannya, maka keadaan tidak
mendapatkan pasangan hidup merupakan kondisi yang tidak diinginkan.
Lalu bagaimana solusi
untuk mengatasi masalah ini ? Penulis menawarkan ada dua cara yang dapat
dilakukan, yaitu :
1. Melakukan praktek poligami tipe poligini. Pilihan ini menuntut konsekuensi adanya perubahan sistem nilai dalam masyarakat. Masyarakat modern biasanya menganggap poligini, tidak baik untuk dipraktekkan. Masyarakat menganggap monogami adalah bentuk ideal perjodohan. Tidak mudah mengubah mindset orang modern tentang model ideal monogami. Ditambah lagi jika dibenturkan dengan teori utilitarianisme dari Jeremy Bentham, poligini lebih banyak menghadirkan penderitaan dibanding kebahagian, gagasan poligini bakal mendapat resistensi kuat dari masyarakat.
2. Pilihan berikutnya
adalah menabrak rasio emas yang identik dengan konstanta kosmologi. Secara
strategis, target peradaban di masa depan adalah mengubah angka rasio populasi antara laki laki dengan wanita dari
proporsi mendekati 1,618 menjadi mendekati 1 ( ~ 1 ). Langkah
strategis harus dilanjutkan dengan langkah taktis, agar angka rasio tersebut
dapat diubah. Langkah taktis yang dimaksud adalah rekayasa genetika, di laboratorium mikrobionanotech.
Langkah ini sebenarnya
dapat dilakukan pada dekade ini. Harap di ingat bahwa langkah ini tidak berbeda
dengan intervensi variabel deterministik di bidang sosial, budaya dan ideologi
yang selama ini sudah dipraktekkan selama ribuan tahun. Hasilnya adalah proporsi
jumlah laki laki dan wanita yang bergeser dari angka rasio emas, ke arah yang lebih besar dari 1,618.
Bedanya langkah taktis
yang ditawarkan sekarang adalah intervensi variabel deterministik
teknologi, tetapi menghasilkan kondisi yang sama yaitu semakin menjauh dari
angka rasio emas dan ke arah lebih kecil
dari rasio emas, yaitu mendekati 1 ( ~ 1 ). Perbedaan lain di antara ke dua
jenis variabel detegministik tersebut, pada variabel deterministik teknologi, pergeseran angka itu terjadi lebih masiv,
dan dicapai dalam waktu singkat.
Dengan rekayasa
genetika, tampilan fisik anatomi para wanita dan laki laki yang dihasilkan
dapat mendekati proporsi rasio emas. Jadi angka rasio emas justru diupayakan
pada mutu tampilan fisik, bukan pada
rasio proporsi jumlah wanita dan laki laki. Dengan tampilan fisik rata rata
laki laki yang relatif setara, begitu juga dengan tampilan fisik rata rata
wanita, dan proporsi jumlah populasi wanita dan laki laki yang relatif sama ( 1
: 1 ) , diharapkan hampir tidak ada lagi
wanita yang tidak kebagian pasangan hidup, dan norma monogami dapat terus
dipertahankan.
Seandainya kondisi ini
dapat dicapai, masih tersisa pekerjaan besar yang harus dipikirkan. Tindakan
rekayasa genetik yang dilakukan adalah tindakan
mengutak atik tetapan kosmologi, yang merupakan grand design alam semesta.
Sebenarnya ini adalah tindakan penuh risiko dengan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi masih gelap,
belum terpetakan, bahkan belum teridentifikasi. Kondisi ini mirip dengan
penjelajahan hutan rimba yang belum dikenal, dasar palung laut dalam yang gelap
gulita atau ruang angkasa antar galaksi. Mungkin kini sudah waktunya muncul
suatu bidang keilmuan baru yang khusus mengkaji secara serius berbagai dampak
teknologi yang menyentuh dasar esensi kehidupan terhadap peradaban manusia.
Sudah waktunya sekat /
tembok pemisah antara ilmu ilmu alam dengan ilmu ilmu sosial dan humaniora,
dirubuhkan, agar pemisah psikologis warisan masa lalu disingkirkan. Jika tembok
pemisah secara ketat itu dapat dihapuskan, maka perkembangan ilmu dapat dipacu
lebih cepat. Proses pertukaran gagasan di antara komunitas ilmuwan dapat
berlangsung lebih lancar. Kompleksitas masalah kehidupan masa kini menuntut
kerjasama solid di antara ke dua kelompok ilmuwan tersebut, agar dapat
dihasilkan terobosan yang bermanfaat bagi peradaban. Tulisan dapat dijadikan rintisan awal, pembuka kapling baru
bagi area kajian ilmu baru yang bakal dilahirkan. Tulisan ini dapat dianggap
sebagai salah satu landasan
ontologis bagi bakal ilmu baru dimaksud. Ilmu tersebut bakal menjadi wadah
bagi kajian lintasan antar disiplin yang selama ini hanya jadi jargon dan retorika, ketimbang upaya
serius melakukan kajian lintas kelompok disiplin ilmu ilmu alam, sosial budaya
dan humaniora. Selanjutnya perlu dipikirkan nama ilmu baru tersebut yang dapat
menggambarkan substansi keilmuannya, dan membangun landasan epistemologinya.
Dengan berkembangnya
keilmuan baru tersebut, berbagai potensi dampak yang ditimbulkan oleh
upaya mengubah hal hal mendasar di alam ini dapat dideteksi dan diidentifikasi
pada tahap paling dini. Selanjutnya dapat dilakukan analisis dampak / risiko,
evaluasi dampak / risiko dan tentu saja mitigasi dampak / risiko.
Pengalaman di abad lalu, setiap ada perubahan cepat dan mendasar, selalu
diikuti oleh gelombang kejut, yang
membuat banyak orang terpana, gagap, bingung, gamang bahkan kehilangan
pegangan.
Kegagalan memahami
realitas baru, membuat orang mencari penjelasan yang bersifat teleologis untuk
mencari ketenangan semu. Kemudian orang melarikan diri dari kenyataan dan
bersandar pada hal hal berbau mistis. Indikasi fenomena itu adalah
bermunculan ungkapan ungkapan seperti, dunia
sudah tua, kiamat sudah dekat, jaman edan , Tuhan murka dan sebagainya.
Kajian dampak dan risiko yang berbasis ilmu pengetahuan, dapat mengurangi efek
kejutan tersebut.
Gambar 6 : Fenomena pergeseran angka golden ratio akibat intervensi variabel deterministik budaya, sosial, ideologi dan teknologi.
Di masa lalu, manusia berada di pihak / posisi yang lemah tidak berdaya, lintasan jalur evolusinya ditentukan secara acak, deterministik dan gabungan ke duanya oleh kekuatan eksternal yang berada di luar dirinya. Hari ini manusia berada di posisi kuat, gagah perkasa sebagai Homo Deus, Homo Diva, Homo Deva. Manusia menjadi tuan atas dirinya sendiri, menentukan sendiri jalur lintasan evolusinya, mengatasi kekuatan eksternal, dan membuat sendiri keputusan keputusan penting yang mempengaruhi bentuk peradaban di masa depan. Ada satu harapan dari penulis , semoga manusia lebih bertanggung jawab sejalan dengan peningkatan kapasitas kemampuannya yang mengarah pada kondisi UNLIMIT.
Comments
Post a Comment