SENI : EKSPRESI NILAI KEINDAHAN YANG TAK TERBENDUNG

 Prolog

Seni adalah salah satu nilai dasar kemanusiaan yang usianya sudah cukup tua. Seni jauh lebih tua dari unsur unsur budaya yang lain seperti sistem pengetahuan, sistem kekerabatan. Bukti fisik tertua tentang wujud ekspresi nilai keindahan adalah lukisan lukisan di dinding dan langit  langit gua. Indonesia beruntung memiliki bukti fisik tersebut yang berusia paling tua di dunia. Hasil perhitungan dating terbaru terhadap lukisan dinding gua di Maros, Sulawesi Selatan, menunjukkan angka 45.000 - 50.000 tahun lalu. Jauh sebelum manusia mengembangkan pola hidup menetap, teknologi domestifikasi tumbuhan dan hewan, manusia sudah mantab menguasai teknik melukis.


Lukisan dinding gua di Maros

Sumber: Google


 Lukisan lukisan sejenis yang tertua di Eropa berusia 35.000 tahun lalu. 



Lukisan lukisan gua di Eropa yang terdapat di gua Lascaux ( Perancis )

Lukisan lukisan gua di Eropa yang terdapat di gua Altamira ( Spanyol ).


Seni Sebagai Produk dan Proses Budaya

 Dari bukti fisik karya seni tertua  yang sampai kepada kita, seni lukis yang dihasilkan pada masa pra sejarah, termasuk jenis lukisan aliran realisme. Artinya, manusia pra sejarah mentranformasi objek yang dilihatnya di alam terbuka, ke dalam bentuk lukisan. Medium untuk menampung nilai keindahan adalah batu padas pada dinding dan langit langit gua. Seni lukis aliran realisme dapat dikatakan sebagai  bentuk seni tertua yang dikembangkan manusia. Objek  objek lukisannya adalah fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan sehari hari, seperti telapak tangan, hewan hewan liar yang diburu seperti babi hutan, mamalia besar ( bison, rusa, kuda ) dan manusia.

Menurut hasil penelitian para pakar arkeologi lukisan lukisan itu berhubungan erat dengan aktivitas berburu dan sistem kepercayaan ( religi ). Proses terbentuknya seni lukis itu tidak berlangsung secara tiba tiba, tetapi melalui proses waktu yang panjang. Perkembangan seni lukis kemudian diikuti dengan perkembangan cabang seni rupa yang lain seperti seni pahat dan seni ukir. Keadaan ini terus berlangsung hingga mencapai kemapanan. Setelah berlangsung lebih kurang selama 40.000 tahun, kemudian  berkembang pola hidup menetap relatif bersamaan dengan berkembangnya teknologi domestifikasi tanaman dan hewan. Pada periode pertanian awal ini mulai muncul agama agama besar atau agama agama samawi. Jika diperhatikan dengan cermat, suasana yang tergambarkan di dalam teks teks tertua kitab Perjanjian Lama khususnya Kitab Kejadian, adalah suasana masyarakat pertanian awal.

 

Agama Dijadikan Faktor Penekan Perkembangan Seni Rupa

 Beberapa ribu tahun kemudian muncul Kitab Injil. Enam abad kemudian muncul Kitab Suci Al Quran.  Para ulama besar agama Islam, membuat tafsiran, melarang umat dan pengikutnya untuk melukis mahluk hidup, walaupun di dalam Kitab Suci Al Quran tidak ada satupun ayat yang dengan tegas melarang untuk melukis mahluk hidup. Alasan pelarangan yang sering dikemukakan adalah untuk memelihara aqidah umat, agar tidak terjerumus pada penyembahan berhala. Untuk sesaat para seniman lukis merasa tergagap dan terlambat merespon pelarangan itu. Awalnya para seniman dan semua orang merasa tidak punya keberanian melawan suatu ketentuan larangan yang berlindung di balik kharisma dan wibawa agama. Mau tidak mau dan suka atau tidak suka, semua orang tunduk patuh pada larangan yang berasal dari pemuka agama. Setelah berlalu beberapa waktu, naluri manusia yang suka dengan nilai keindahan, mulai unjuk kekuatan yang tidak kasat mata. Kekuatan itu adalah imajinasi tanpa batas dan kreativitas tanpa batas, yang dapat memutus rantai belenggu sekuat apapun termasuk yang berlindung di balik aura agama sekalipun.

Para seniman mulai menunjukkan kekuatan sekaligus kelenturan naluri kemanusiaan melawan segala kekuatan yang membatasi kreativitas manusia untuk mengekspresikan nilai keindahan. Di dalam proses dialektika antara thesis seniman dengan anti thesis dari pemuka agama, melahirkan synthesis ( kompromi ), yang jenius dari para seniman. Synthesis itu begitu cemerlang  sehingga para pemuka agama kehilangan kendali dan legitimasi untuk bertindak lebih jauh, bahkan dengan senang hati mengadopsinya sebagai karya seni yang religius.

 

Stiliran dan Kaligrafi Arab Sebagai Synthesis

 Pada awalnya seni kaligrafi ( tulisan indah ), berkembang di Timur Tengah. Perkembangan kaligrafi di sana terbatas pada bentuk bentuk geometris. Ketika seni kaligrafi masuk ke Indonesia, berkembang lebih jauh, meliputi berbagai fenomena alam termasuk tumbuhan, hewan dan manusia. Lahirlah karya kaligrafi yang sangat kaya dengan kreativitas dan teknik melukis tingkat tinggi. Begitu juga dengan seni pahat tingkat tinggi yang menghasilkan karya stiliran. Salah satu karya stiliran terbaik terdapat di mesjid Mantingan, Jepara. Bukan kebetulan stiliran yang indah terdapat di Jepara, karena di sana bercokol para empu seni ukir yang sangat mumpuni. Tradisi seni ukir di Jepara sudah mengakar sejak ribuan tahun. Para pengamat yang melihat stiliran tersebut terjebak di dalam dilema ketika harus menentukan sosok yang digambarkan, antara hiasan flora atau kera. Ke duanya punya bobot yang sama kuat dalam tampilan pandangan mata. 

stiliran di masjid Mantingan, Jepara
Sumber: Google

Karya kaligrafi yang ditampilkan di bawah ini menimbulkan dilema yang sama. Pengamat tidak dapat menentukan secara definitif bentuk yang ditampilkan. Kenyataan ini membuat pemuka agama tidak dapat lagi melarang bentuk karya seni kaligrafi dan stiliran, walaupun karya itu jelas jelas menggambarkan sosok mahluk hidup, bahkan manusia. Para seniman dengan cerdik mengatakan bahwa karya seni itu murni kaligrafi tulisan Arab, bahkan tulisan yang diacu dari kitab suci Al Quran. Siapapun para pengamatnya tentu mahfum bahwa karya seni itu menggambarkan sosok mahluk hidup. 

 










Sumber: Google

Pelajaran Penting

Fenomena munculnya karya seni stiliran dan kaligrafi memberikan pelajaran berharga bahwa : 

1. Tidak ada satupun kekuatan di alam yang dapat membendung kreativitas dan keinginan manusia untuk mengekspresikan naluri nilai keindahan. Naluri itu sudah terbentuk sejak munculnya revolusi kognitif pada spesies Homo Sapien ( manusia modern ) pada 70.000 tahun lalu. Sementara itu berbagai ideologi / agama, baru muncul belakangan, 5.000 tahunan lalu.

2. Imajinasi dan kreativitas adalah dua kekuatan yang menjadi keunggulan spesies Homo Sapien, yang seharusnya justru dikembangkan bukan malah dihempang, dikekang dan dibonsai. Kekuatan kreativitas dan imajinasi demikian dahsyat, tetapi tidak kasat mata karena tersimpan di dalam gen manusia.

3. Setiap manusia perlu mengetahui dan mengenal jati dirinya, segala potensi yang dikandungnya, karena pengetahuan tertinggi adalah mengenal diri sendiri.

Epilog

Pengetahuan yang digali dari alam termasuk dari masa lalu dapat memperkaya pemahaman kita tentang sosok diri kita, spesies kita,  bakat /talenta kita, potensi diri kita dan posisi kita di dalam dinamika arus pusaran perkembangan peradaban. Pada kesempatan berikutnya, penulis berniat mengajak para pembaca berkelana di salah satu labirin terdalam dari manusia, yaitu naluri sexual dan  berkembang biak. Pengetahuan soal itu dapat memperkaya pemahaman tentang sosok diri kita yang sudah berkembang jadi spesies paling sukses di muka bumi, berdasarkan indikator jumlah populasi yang sudah melampaui angka 7 milyar.

Catatan Penulis

Penulis menyampaikan terima kasih kepada  Ibunda Prof. Dr. Inajati A R, orang yang pertamakali memperkenalkan dunia Arkeologi Islam. Beliau sudah seperti ibu kandung penulis, ketika belajar di UGM. Ibu Inajati benar benar guru yang baik, sabar, memberi kebebasan kepada muridnya menelusuri sendiri kepustakaan  yang disukai. Penulis merasakan tangan dinginnya ketika dibimbing untuk menulis tesis di bidang Arkeologi Islam. Bahkan dalam proses konsultasi / bimbingan tesis sering  dilakukan di rumah Beliau.



Comments

Popular Posts