MEMAHAMI RELASI MONUMEN DENGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN

Kehadiran monumen megah di suatu tempat, sering menimbulkan decak kagum sekaligus serangkaian pertanyaan dan rasa penasaran. Beberapa pertanyaan yang selalu diajukan adalah, apa motif dan alasan orang membuat monumen dan mengapa tidak semua tempat memiliki monumen?. Pertanyaan ke dua secara implisit memberi petunjuk samar samar bahwa faktor tempat / lokasi menjadi faktor penting untuk menjelaskan keberadaan suatu monumen. Berarti untuk menjawab pertanyaan di atas, kajian tentang ciri, sifat bentang   lingkungan keruangan dan atau  locational analysis mutlak diperlukan. Penguasaan ilmu geografi, geomorfologi, geologi, hidrologi dan lingkungan menjadi kebutuhan mendasar untuk tujuan tersebut. 

Dari semua pulau pulau di Nusantara, pulau Jawa memiliki  kepadatan monumen tertinggi, berikutnya adalah pulau Bali dan Sumatera. Pulau pulau itu juga memiliki kepadatan penduduk tertinggi. Fakta ini memberi dasar alasan kuat untuk memusatkan perhatian pada pulau Jawa. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar monumen di Jawa terkonsentrasi di dataran rendah dan kaki bukit. Fakta ini ( pulau Jawa, kepadatan penduduk, dataran rendah ) menuntun "rute kajian", yang harus dilalui.

 

Jawa Sebagai Pulau Muda

Berdasarkan kajian geologi dan geomorfologi, pulau Jawa tergolong pulau muda, baru muncul pada jaman kuarter pada skala waktu kala geologis. Suatu pulau muda ditandai  dengan ciri banyak gunung api, aktivitas tektonik dan vulkanik tinggi. Gunung api tanpa henti terus melontarkan muntahan material baru, berupa lava, abu vulkanik, batuan dan pasir. Kehadiran material baru sepanjang tahun, membuat kesuburan tanah tetap terpelihara, sekaligus menyediakan material bahan bangunan dalam jumlah besar. Keberadaan banyak gunung membuat kontur / topografi lahan bervariasi, menciptakan Daerah Tangkapan Air ( DTA ) yang luas. DTA yang luas menghadirkan mata air yang banyak di kaki gunung / bukit. Mata air ini yang mendorong terciptanya aliran sungai. Banyaknya sungai yang terbentuk, menciptakan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) yang banyak. DAS membuat banyak lahan memiliki ketersediaan air yang banyak. Dengan demikian pulau Jawa memiliki 2 syarat utama ( tanah subur dan ketersediaan air yang melimpah ), yang menjadi alasan kuat bagi manusia untuk mendiaminya. Dalam hal ini alam sudah memberikan keuntungan pada pulau Jawa untuk berkembang pesat. Perkembangan itu terwujud berkat kehadiran banyak orang yang memutuskan memilih Jawa sebagai tempat bermukim. Hal ini sesuai dengan ungkapan dimana banyak gula, di situ semut berkerumun.

 

Dataran Rendah Sebagai Pusat Aliran Energi Dan Materi

Coba bayangkan bentang alam di puncak gunung. Di sana hanya ada batuan, pasir dan semak perdu, tidak ada pohon besar. Sumber energi hanya dari sinar matahari.Tidak banyak jenis mahluk hidup yang dapat bertahan. Puncak gunung disebut sebagai wilayah tanpa subsidi. Kemudian turun ke lereng gunung, mulai ada pohon pohon besar dan ada lebih banyak mahluk hidup. Lereng gunung mendapatkan energi dari sinar matahari dan material hanyutan dari puncak gunung. Akibatnya lapisan tanahnya lebih tebal dan pohon besar dapat hidup. Lereng gunung disebut sebagai wilayah bersubsidi alam, karena adanya suplai material dari puncak. Kemudian turun ke kaki gunung dan dataran rendah. Dataran  rendah mendapat energi dari sinar matahari, hanyutan material dari puncak dan lereng gunung. Di samping itu, dataran rendah, karena konturnya relatif datar, mudah mendirikan pemukiman, solum tanahnya tebal, memiliki air melimpah, jadi tempat favorit bagi manusia untuk menetap. Dalam mengolah lahan, manusia memberikan subsidi tenaga dari dirinya sendiri, hewan peliharaan, pupuk organik, anorganik, air irigasi, pestisida, insektisida, herbisida. Dengan demikian dataran rendah disebut sebagai wilayah bersubsidi manusia, dan aliran materi, energi terkonsentrasi paling banyak di situ. Itulah sebab mengapa kosentrasi penduduk paling tinggi di dataran rendah.

 

Manfaat dan Risiko Hidup di Pulau Muda

Jawa sebagai pulau muda memberikan banyak manfaat kepada penghuninya seperti tanah subur, air melimpah, muntahan material terbaharukan secara rutin. Selain manfaat, pulau muda juga memberikan risiko bahaya yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Risiko itu antara lain frekuensi gempa bumi yang tinggi baik gempa tektonik, vulkanik, frekuensi letusan dan erupsi gunung api, tanah longsor, banjir. Semua fenomena alam yang berisiko tinggi harus dihadapi manusia. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, manusia tidak punya pilihan lain, harus mau dan mampu membangun kerjasama di antara sesamanya. Sekelompok kecil orang di suatu wilayah sempit sering kali tidak mampu mengatasi masalah besar. Diperlukan jumlah orang lebih banyak dari wilayah lain untuk bersama sama mengatasi masalah besar. Untuk terciptanya kerjasama yang solid diperlukan persyaratan mutlak yaitu adanya kesamaan kepentingan dan atau kesamaan identitas.

Untuk membangun dan memelihara kesamaan identitas dan kepentingan diperlukan adanya suatu kesatuan / kekuatan politik terpusat sebagai organisator. Kekuasaan politik terpusat dapat terselenggara jika didukung oleh surplus produksi yang cukup besar. Surplus produksi didapatkan karena adanya selisih margin yang besar antara tingkat  produksi dengan kebutuhan. Surplus itu memungkinkan banyak orang dapat dibebaskan dari keharusan memproduksi pangan sendiri. Orang yang dibebaskan dari upaya proses produksi pangan dapat fokus mengembangkan bakat dan  keterampilan di bidang lain seperti arsitektur dan teknik bangunan, seni, militer, agama, administrasi. Rasa kesamaan identitas harus terus dipelihara untuk menjamin keberlanjutan peradaban. Oleh karena itu diperlukan berbagai sarana untuk tujuan tersebut. Beberapa sarana yang efektif untuk memelihara kesamaan identitas adalah bahasa, agama, etnik budaya / tradisi, cerita / kisah, legenda dan mitologi.

Monumen adalah wujud budaya material yang dapat merepresentasikan unsur unsur di atas. Monumen dibangun sebagai sarana untuk menjamin tetap terpeliharanya spirit nilai nilai kebersamaan di dalam memori suatu komunitas.

Semua uraian argumentatif di atas tampak logis, sistematis dan terintegrasi dalam kesatuan yang harmoni. Penjelasan di atas belum memenuhi syarat untuk dikatakan informasi ilmiah, baru setengah ilmiah, karena belum melewati tahap proses pengujian dan konfirmasi dengan fakta  dan data empirik.  Pengujian terhadap data empirik jadi keharusan jika ingin mendapatkan informasi yang teruji dan berstatus ilmiah. Berhubung informasi yang hendak diuji berasal dari masa lalu, maka sudah sewajarnya jika informasi itu di uji dengan data arkeologis. 

 

Konfirmasi Data Arkeologis

Ada dua data arkeologis yang digunakan untuk menguji argumentasi di atas. Data yang digunakan sudah dipastikan otentik, yaitu dua prasasti. Prasasti pertama dikenal sebagai prasasti Tugu yang dikeluarkan oleh raja Purnawarman, dari kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Prasasti Tugu beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta, tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk tulisannya diduga kuat berasal dari abad IV Masehi. Prasasti itu menjelaskan tentang pembangunan saluran air sepanjang 11 Km, selama 21 hari. Pekerjaan itu tergolong besar, dilakukan dalam waktu singkat, tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan tenaga kerja yang banyak, peralatan dan logistik yang cukup. Dibutuhkan suatu kekuatan terpusat untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Prasasti ke dua dikenal sebagai prasasti Kamalagyan, beraksara Jawa Kuno dan berbahasa Jawa Kuno, berangka tahun 959 Saka atau tahun 1037 Masehi. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja Airlangga, dari kerajaan Medang Kahuripan, di Jawa Timur. Prasasti Kamalagyan menceritakan pembangunan bendungan di Waringin Sapta. Dikisahkan bahwa penduduk setempat sudah berulang kali berusaha membangun bendungan, tetapi tetap gagal. Akhirnya penduduk memohon bantuan raja Airlangga untuk membangun bendungan itu. Permohonan penduduk dikabulkan. Dengan otoritasnya sebagai raja, Airlangga memobilisasi tenaga kerja, peralatan dan logistik yang dibutuhkan. Akhirnya bendungan itu dapat diwujudkan.

Ke dua raja tersebut adalah tipikal raja besar yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Selama masa pemerintahannya, raja Airlangga dibantu oleh Rakryan Kanuruhan Patih Narotama, pembantu setia yang handal dan sudah mengabdi sejak Airlangga belum menjadi raja.  Dua prasasti itu sudah cukup menjadi bukti bahwa kesamaan identitas menjadi dasar pembentukan kekuasaan terpusat. Kekuasaan itu dibutuhkan untuk memobilisasi dan mengorganisasikan semua sumberdaya yang dimiliki, guna  mengatasi berbagai masalah yang dihadapi rakyat. Kekuasaan itu bukan digunakan untuk menghimpun kekayaan pribadi guna hidup bermewah mewah. Untuk memelihara kesamaan identitas Dibutuhkan kisah, mitos dan legenda. Pembangunan monumen dilakukan dalam konteks memelihara spirit rasa kebersamaan. 

 

Pelajaran Penting dari Leluhur

Para pendahulu kita sudah memberi pelajaran penting, bagaimana menjadikan unsur unsur budaya, tradisi dan agama menjadi sarana untuk membangun kesamaan identitas dan memelihara spirit kebersamaan. Tidak jauh dari kompleks candi Prambanan yang bersifat Hindu, terdapat kompleks candi Plaosan yang bersifat agama Budha.  Agama Hindu dan Budha hidup damai berdampingan. Perbedaan keyakinan itu tidak membuat masyarakat terbelah. Masyarakat sekarang sebagai pewaris peradaban yang katanya sudah modern, justru menjadikan agama sebagai alat pemecah persatuan. Apa yang diperlihatkan para leluhur adalah tamparan telak bagi kita sebagai ahli warisnya. Perjalanan mengunjungi monumen monumen besar peninggalan leluhur, telah membuka wawasan dan kesadaran baru tentang hidup bermasyarskat, berbangsa dan bernegara. Ucapan terima kasih sangat pantas ditujukan kepada para leluhur yang telah meninggalkan warisan berharga. Ucapan terima kasih juga patut diberikan kepada para pakar arkeologi, sejarah, antropologi yang telah bekerja keras, menghadirkan kembali monumen itu ke hadapan kita. 

 

Comments

Popular Posts