CANDI BOROBUDUR SEBAGAI REKAMAN JEJAK SIFAT / KARAKTER DAN TINDAKAN MANUSIA
Prolog
Nama candi Borobudur sudah beken di
seantero dunia. Borobudur adalah tempat sakral agama Buddha yang terletak di
kaki perbukitan Menoreh, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa
Tengah. Borobudur dapat dianggap sebagai replika, miniatur dunia dan sistem
mandala dunia. Sebagai sistem mandala, candi Borobudur sarat dengan nilai nilai
filosofi, atribut simbolik agama Buddha. Deskripsi lengkap dan detail candi
Borobudur sudah banyak diuraikan di dalam berbagai literature, monografi dan
jurnal ilmiah, sehingga tidak diulang di dalam tulisan ini. Tulisan ini
memaparkan hal hal yang selama ini kurang terekspose. Salah satu bagian yang
menarik tetapi jarang dibicarakan adalah peranannya sebagai penyimpan
rekaman jejak sifat / karakter dan perilaku manusia. Rekaman jejak
itu hanya dapat dibaca oleh mata orang terlatih dan memiliki latar belakang
ilmu teknik arsitektur.
Beberapa Postulat Yang Digunakan
Tulisan ini dibuat di atas landasan
postulat postulat :
1. Alam adalah penyimpan rekaman jejak terbaik.
2. Semua tindakan manusia terekam di alam dan dapat ditelusuri kembali .
3. Rekaman yang didapat harus ditafsirkan, karena fenomena alam dan artefak
pada dasarnya bukan fosil perilaku.
Jacques Dumarcy : Sang Pelacak Jejak
Jacques Dumarcy adalah seorang arsitek ulung dan penulis asal Perancis. Dumarcy banyak melakukan penelitian di Kamboja dan Indonesia. Dumarcy sudah mempublikasikan karya yang monumental tentang candi Borobudur dan candi Sewu. Dumarcy sangat beruntung dapat kesempatan meneliti candi Borobudur, ketika candi itu sedang dalam proses restorasi yang berlangsung selama 10 tahun ( 1973 - 1983 ). Pada kegiatan restorasi, seluruh bagian rupadatu, dibongkar , lalu diperkuat dan kemudian disusun kembali. Dengan demikian Dumarcy berkesempatan luas melakukan analisis mendalam tentang bentuk dan struktur teknik bangunan candi Borobudur.
Perjumpaan penulis dengan Dumarcy, berkat jasa baik Drs. Soediman, dosen senior di Jurusan Arkeologi UGM, merangkap Ketua Pelaksana Harian Proyek Pemugaran Candi Boyobudur. Pada semester V, penulis mengikuti kuliah Metode Arkeologi III ( Konservasi, Rekonstruksi dan Restorasi Monumen ) yang diampu oleh Soediman. Pada salah satu sesi kuliah, beliau membahas hasil penelitian Jacques Dumarcy. Setelah kuliah berakhir, penulis minta kepada beliau agar dapat difasilitasi pertemuan dengan Dumarcy. Kemudian disepakati waktu dan tempat pertemuan di candi Borobudur.
Pada pertemuan itu atau lebih tepatnya
kuliah, Dumarcy dengan sangat jelas menerangkan apa dan bagaimana candi
Borobudur. Kuliah itu dilengkapi dengan dokumentasi kelas wahid, berupa maket,
gambar dari berbagai ukuran skala, peta peta, foto foto, dan film .
Dumarcy menunjukkan kualitasnya sebagai maestro pembaca jejak masa lalu. Tanpa
terasa kuliah itu sudah berlangsung 4 jam, dan setelah istirahat, dilanjutkan
dengan kunjungan lapangan, melihat langsung bagaimana proses pembacaan jejak
masa lalu dilakukan.
Tahap - Tahap Pembangunan Candi Borobudur
Setelah melakukan penelitian mendalam selama bertahun tahun, Dumarcy dapat membuktikan bahwa candi Borobudur dibangun dalam empat tahap dalam durasi waktu 65 - 75 tahun. Tahap pertama dimulai tahun 775 M, tahap ke dua dimulai tahun 790 M. Tahap ke tiga dimulai tahun 810 M dan tahap terakhir pada tahun 835 M. Masa pembangunan candi Borobudur yang panjang, meliputi masa pemerintahan lima orang raja. Hasil penelitian Dumarcy membuktikan bahwa selama pembangunan itu, terjadi perubahan desain candi Borobudur sebanyak lima kali. Setiap terjadi perubahan desain, menimbulkan masalah teknis , beberapa kali terjadi keruntuhan pada bangunan candi.
Menurut Dumarcy, perubahan desain berperan sebagai variabel pengaruh dan masalah teknis sebagai variabel terpengaruh, bukan sebaliknya. Pada mulanya dianggap perubahan desain dilakukan untuk mengatasi masalah teknis. Ternyata setiap pergantian raja, terjadi perubahan desain teknis candi Borobudur. Raja baru menginginkan adanya perubahan desain, untuk menunjukkan eksistensi diri sebagai penguasa. Dengan demikian, walaupun dirinya telah wafat tetapi orang tetap mengingat keberadaannya yang direpresentasikan pada karya monumental. Candi Borobudur adalah proyek negara yang keberadaannya melampaui usia seorang manusia, sehingga tidak mengherankan jika setiap penguasa saling berebut ingin menghubungkan dirinya dan rejim pemerintahannya dengan monumen itu.
Setiap perubahan desain
meninggalkan jejak pada struktur bangunan. Jejak perubahan itu tidak
luput dari pengamatan tajam seorang empu arsitektur bangunan kuno sekaliber
Jacques Dumarcy. Ternyata tabiat penguasa sejak jaman dahulu hingga sekarang
tetap sama. Ambisi ingin eksistensinya tetap dikenang melampaui jamannya, telah
melahirkan fenomena abadi di sepanjang jaman, ganti penguasa, ganti kebijakan. Dumarcy telah membuktikan bahwa perubahan desain teknis bukan untuk
memecahkan masalah teknis, justru menimbulkan masalah teknis. Perubahan itu
dilakukan semata mata demi memenuhi keinginan penguasa.
Pelajaran Penting dari Candi Borobudur
Alam sudah menyimpan rekaman jejak
tabiat buruk penguasa selama ribuan tahun. Melalui ketajaman mata dan
pikirannya, Jacques Dumarcy telah
menuntaskan kerja alam, membongkar sisi gelap karakter penguasa di
segala jaman. Penguasa yang ingin membesarkan dirinya melalui karya orang lain,
justru dikerdilkan dan dibuka aibnya oleh alam. Seseorang yang ingin
menampilkan kebesarannya, jangan
menghapus garis yang dibuat orang lain, tetapi buatlah garis lain yang lebih
besar dan lebih panjang, sehingga otomatis garis orang lain tampak kecil di
samping garis yang anda buat.
Epilog
Candi Borobudur sudah menunjukkan
kharisma nya sebagai mahakarya bangsa Indonesia. Setiap melihat dan
berkunjung ke monumen itu bangkit rasa bangga dan percaya diri ditengah
dekadensi dan keterpurukan bangsa ini di kancah internasional. Candi Borobudur
sudah menunjukkan kepada kita sebagai pewarisnya, kualitasnya sebagai sumber
pengetahuan, inspirasi dan spirit untuk mengangkat pamor bangsa. Candi
Borobudur juga berpotensi untuk mempermalukan penguasa yang tidak mampu
bersikap gentlemen layaknya seorang Priagung.
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Pak Soediman yang telah membuka
kesempatan bagi penulis untuk belajar langsung dari Sang Empu Arsitektur Bangunan
Kuno, Jacques Dumarcy.
Comments
Post a Comment