MENYUSUTNYA PERAN KAMPUS SEBAGAI MIXER ALIRAN GENETIK, SEBAGAI AKIBAT PANDEMI COVID 19
Prolog
Semua fenomena di alam semesta tidak ada
yang luput dari perubahan. Apa yang disaksikan pada hari ini tidak sama
kondisinya dengan di masa lalu dan di masa depan. Semua perubahan menjadi tema
dasar dari kajian teori evolusi. Teori ini sudah menjadi salah satu teori
paling tangguh dan paling tahan uji di dalam perbendaharaan Ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu biologi molekuler dan genetika makin memperkokoh eksistensi
teori ini. Bersama teori kuantum, teori evolusi adalah teori yang tidak pernah
tidak lolos uji. Teori evolusi dengan gamblang dan terang benderang dapat
dengan mudah menjelaskan setiap proses perubahan di alam semesta, khususnya
perubahan pada mahluk hidup. Untuk menjelaskan makna judul tulisan ini dan
uraian di dalamnya, memaparkan secara garis besar teori evolusi, merupakan satu
keharusan. Pro dan kontra terhadap isi tulisan ini adalah hal biasa, karena
disebabkan oleh perbedaan paradigma yang dianut.
Tulisan ini menyoroti aspek yang
terlewatkan dari pembahasan topik Pandemi Covid 19 yang berkembang selama ini.
Peristiwa pandemi Covid 19 tanpa disadari sudah banyak mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan baik yang bersifat publik maupun yang bersifat privat. Salah
satu aspek yang bersifat privat adalah kehidupan seksual, perjodohan dan beragam
implikasi yang ditimbulkannya. Proses evolusi biasanya menimbulkan perubahan
pada aspek aspek bentuk, struktur,
proses dan fungsi.
Tulisan ini didasarkan pada asumsi bahwa
masa pandemi akan berlangsung lama,
dengan memperhitungkan bahwa serangan Pandemi akan berlangsung dalam beberapa
gelombang dan tingkat mobilitas manusia modern yang tinggi. Sebagai perbandingan, wabah
hitam ( black dead ) yang menyerang Eropa pada abad XIV, berlangsung selama
lebih kurang 7 tahun. Validitas analisis yang dikembangkan sangat dipengaruhi
oleh terpenuhinya kondisi persyaratan yang dituntut oleh asumsi yang digunakan.
Definisi Konseptual dan Mekanisme Evolusi
Dalam pengertian sehari hari, evolusi didefinisikan sebagai perubahan secara lambat. Definisi ini jelas tidak memadai untuk menjelaskan berbagai fenomena perubahan bentuk bentuk kehidupan. Untuk kajian keilmuan digunakan definisi yang lebih representatif. Evolusi didefinisikan sebagai perubahan kumulatif frekuensi allele sejalan dengan waktu pada suatu populasi. Dengan kata lain, evolusi adalah perubahan susunan genetik pada generasi yang berurutan. Satuan unit yang dipelajari pada tingkat populasi, bukan individu. Allele adalah gen yang memiliki lokasi ( posisi pada kromosom ) yang sama tetapi memiliki sifat bervariasi yang disebabkan oleh mutasi pada gen asli.
Fenomena evolusi pada mahluk hidup
disebabkan karena adanya variasi, reproduksi mutasi, seleksi alam dan genetic drift ( hanyutan genetik ).
Variasi dapat terjadi karena adanya perubahan di alam semesta.
Reproduksi terjadi karena adanya mekanisme dan organ seksual. Ada dua jenis mekanisme reproduksi pada mahluk
hidup yaitu reproduksi secara aseksual dan secara seksual. Pada tahap awal
bentuk kehidupan, yang dominan adalah reproduksi cara aseksual. Mekanisme ini
masih terjadi pada mahluk tingkat rendah seperti bakteri dengan cara membelah
diri. Pada mahluk tingkat rendah, sepanjang durasi hidupnya berada dalam
aktivitas reproduksi ( memperbanyak jumlah ), yang disebut juga mahluk haploid. Pada mahluk tingkat tinggi,
proses reproduksi dilakukan melalui mekanisme seksual. Pada mahluk tingkat
tinggi, sebagian besar dari durasi masa hidupnya, berada dalam aktivitas
memperbesar massa tubuh, yang disebut juga mahluk diploid. Sekarang reproduksi secara aseksual sudah makin terdesak
oleh reproduksi secara seksual. Pada mahluk diploid, pembagian jenis kelamin
menjadi sangat jelas yaitu jantan dan betina. Perbedaan ini menjadi tidak tegas
pada mahluk haploid. Durasi masa hidup mahluk haploid jauh lebih singkat dibanding
mahluk diploid. Evolusi mempengaruhi bentuk dan proses seksual dan sebaliknya
bentuk dan proses seksual dapat mempengaruhi arah perkembangan evolusi.
Mutasi genetik terjadi secara acak.
Mutasi genetik dapat memberi hasil baik / menguntungkan atau pun buruk /
merugikan. Mutasi genetik pada mahluk haploid berlangsung lebih cepat
dibanding pada mahluk diploid. Sifat sifat buruk pada mahluk haploid dapat
dibuang dalam waktu satu generasi dan butuh beberapa generasi untuk terjadinya
hal yang sama pada mahluk diploid.
Seleksi alam merupakan proses yang
menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan
reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi dan sebaliknya,
sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi disebabkan
karena individu dengan sifat menguntungkan lebih berpeluang besar berproduksi,
sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat
sifat yang menguntungkan. Mekanisme seleksi alam merupakan faktor lingkungan
yang bersifat determinasi terhadap jalannya evolusi.
Genetic drift atau hanyutan genetik
merupakan proses bebas yang menghasilkan perubahan secara acak pada frekuensi
sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah
suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan
bereproduksi. Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan genetik dan
seleksi alam kecil, tetapi perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan
perubahan yang substansial pada organisme. Konsep hanyutan genetik diciptakan
oleh Sewall Wright, pada tahun 1920.
Hanyutan genetik dapat terjadi karena :
1. Founder
Effect. Konsep ini diciptakan oleh Ernst
Mayr, pada tahun 1952. Proses ini terjadi ketika di dalam suatu kelompok
individu atau masyarakat, memutuskan memisahkan diri dan pindah ke tempat
lain. Di tempat baru terjadi perkawinan antar individu di dalam kelompok itu.
Akibatnya terjadi penyusutan variasi genetik, yang disebut juga dengan nama Syndrome Ellis - van Creveld. Sebagai
ilustrasi, pada kelompok suku / sekte Amish
di Amerika Serikat yang mengisolasi kelompoknya terhadap budaya dan kelompok
dari luar. Banyak ditemukan cacat fisik pada kelompok Amish, seperti kekerdilan
ukuran tubuh, kelainan jantung dan penambahan jari ( 6 jari ).
2. Bottleneck
Effect. Proses ini terjadi pada suatu populasi yang jumlahnya
menyusut jauh. Pengurangan jumlah populasi dapat disebabkan karena peristiwa catasthropic, seperti
letusan gunung, gempa bumi, gelombang tsunami, peperangan, wabah penyakit
dan wabah kelaparan, peperangan. Oleh karena jumlah populasi berkurang banyak,
maka terjadi penyusutan pada jumlah variasi genetik dibandingkan kondisi
sebelumnya. Peristiwa mega letusan gunung api ( tektovolcano ) Toba pada 74.000
tahun lalu, telah menimbulkan bottleneck effect pada populasi spesies homo
sapien. Populasi manusia ketika itu hanya tersisa lebih kurang 2.000 an orang.
Seorang ahli matematika dari Inggris bernama Godfrey Harold Hardy, dan seorang dokter dari Jerman bernama Wilhelm Weinberg, merumuskan suatu prinsip, dalil, teorema, model, lengkap dengan persamaan matematis yang menyatakan bahwa Allele dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan konstan dari generasi ke generasi tanpa adanya pengaruh evolusioner yang lain. Dalil ini valid sepanjang asumsi asumsinya dipenuhi. Adapun asumsi asumsi yang digunakan adalah :
- Organisme harus bersifat
diploid.
- Organisme berproduksi hanya
secara seksual.
- Generasi tidak tumpang
tindih.
- Perkawinan harus secara acak,
bukan terpilih.
- Jumlah populasi harus banyak.
- Allele frekuensi yang sama pada kedua
jenis kelamin.
- Tidak ada migrasi, mutasi dan seleksi.
Persamaan matematis yang digunakan oleh
dalil ini dapat memprediksi secara akurat besaran kuantitatif tentang
bobot proses evolusi yang berlangsung di dalam suatu populasi dalam satuan
waktu tertentu. Nilai besaran itu ditunjukkan dengan nilai koefisien yang
berkisar antara
0 - 1.
Peta Genetis Masyarakat Berburu dan Meramu
Pada masa awal perkembangan spesies homo
sapien, jumlah individu dalam satu kelompok rata rata hanya beberapa puluh
individu dewasa dan anak anak. sistem produksi yang dikembangkan bersifat
subsistence, sekadar memenuhi kebutuhan kelompok tersebut. Kebutuhan mereka
terbatas pada kebutuhan primer. Sepanjang durasi kehidupan setiap
individu, praktis tidak berinteraksi dengan individu dari kelompok lain. Aliran
gena berjalan lambat, variasi genetik kecil dan frekuensinya relatif tetap.
Pasokan sumber genetik dari luar kelompok nyaris tidak ada. Tingkat fertilitas
rendah, sementara tingkat mortalitas, terutama pada usia balita relatif tinggi.
Sumber nutrisi sebagian besar diperoleh dari protein hewani dan karbohidrat
yang diperoleh dari umbi umbian. Mobilitas individu relatif terbatas, khususnya
pada wanita dan anak anak. Para pria bergerak lebih jauh, dapat mencapai radius
puluhan kilometer, mengikuti pergerakan hewan buruan. Usia harapan hidup rata rata
30- 35 tahun.
Dengan kondisi demikian, secara genetis
kondisi kehidupan manusia pada masa berburu dan meramu tergolong rawan. Cedera
yang diperoleh ketika berburu dan penyakit jadi faktor utama penyebab kematian
pada pria dewasa dan proses melahirkan pada wanita. Jika ada wabah penyakit
atau kelangkaan pangan sudah cukup untuk memusnahkan suatu kelompok. Demikian
gambaran kehidupan manusia pada masa pra agrikultur.
Peningkatan Variasi Dan Frekuensi Genetis Pada Masyarakat Agrikultur Dan Industri
Pada masa berkembangnya budaya
agrikultur yang diikuti dengan pola hidup menetap, jumlah populasi meningkat
drastis, karena ada perbaikan mutu pangan, peningkatan pengetahuan tentang
pengobatan. Tingkat fertilitas meningkat sementara tingkat mortalitas menurun.
Kebutuhan manusia akan berbagai benda meningkat. Tidak semua kebutuhan dapat
dipasok sendiri oleh kelompok tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan akan benda
benda kebutuhan sekunder atau tersier, dibutuhkan mekanisme pertukaran.
Mekanisme pertukaran ini kemudian melahirkan aktivitas perdagangan.
Dengan berkembangnya perdagangan, mobilitas penduduk juga meningkat.
Selanjutnya terjadi akulturasi budaya dan perkawinan silang. Dengan demikian
terjadi perubahan frekuensi genetik, akibat dari pencampuran gen antara
penduduk setempat dengan para perantau dan pedagang dari luar. Terjadilah
peningkatan jumlah variasi genetik, terjadi mekanisme mutasi genetik. Pasokan
sumber genetik dari individu kelompok lain telah meningkatkan mutu materi
genetik suatu kelompok. Jadi aktivitas perdagangan telah memacu proses evolusi
dan berfungsi sebagai mixer aliran genetik. Arus gen seperti dikocok. Selain
perdagangan, peperangan juga dapat memicu proses evolusi. Dengan semakin
berkembangnya peradaban, terjadi proses penyebaran arus genetik dan peningkatan
jumlah variasi, serta mutasi genetik.
Agama dan Tradisi Sebagai Eksperimen Genetis
Agama dan tradisi telah berkontribusi
nyata terhadap munculnya arus balik
aliran dan frekuensi genetik. Sistem kasta telah memicu timbulnya perjodohan terpilih. Perjodohan yang
didesain untuk sesama anggota kasta tertentu dan terlarang bagi lintas kasta
telah memperkecil peluang sebaran genetik secara random / acak. Hal ini telah
memperkecil jumlah variasi serta memunculkan fenomena genetic drift. Begitu
juga tradisi yang mengutamakan perjodohan di lingkungan kerabat dekat, dengan
beragam alasan, dalam jangka panjang akan memperkecil jumlah variasi genetik.
Secara genetis sistem kasta dan tradisi yang disebutkan di atas, merugikan.
Kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai eksperimen genetis berskala besar
besaran. Materi genetis yang telah terkocok relatif merata oleh aktivitas
perdagangan, kembali tersegregasi oleh arus balik yang didorong oleh
agama dan tradisi.
Pendidikan dan Institusi Pendidikan Sebagai Mixer Aliran Genetik
Proses pendidikan yang berlangsung
selama belasan tahun, telah memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
variasi genetik, aliran dan frekuensi genetik. Kontribusi terbesar tentu saja berasal
dari jenjang pendidikan tinggi. Setiap tahun ada ribuan individu muda dan subur
datang dan belajar di kampus selama rata rata 4 sampai 5 tahun. Peserta didik datang dari berbagai kota dan berasal dari beragam
etnik, tradisi dan beragam latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Selama
menjalani pendidikan, banyak peserta didik yang berlainan jenis kelamin,
menjalin hubungan yang intens. Tidak jarang hubungan yang dibina selama
bertahun tahun secara intensif, berlanjut ke jenjang perkawinan. Selama berpuluh
tahun kampus sebagai institusi pendidikan sudah berperan sebagai mixer bagi aliran
dan materi genetik. Kondisi ini sangat menguntungkan dalam upaya perbaikan mutu
galur genetis pada generasi berikutnya. Kampus sebagai institusi pendidikan
telah berfungsi sebagai mixer yang memecah segregasi materi genetik dan
sekaligus memperlancar arus gen dan memperkaya frekuensi gen. Di
Indonesia ada ribuan kampus yang berfungsi sebagai titik api pengaduk bauran materi genetik sehingga tercipta mozaik
keanekaragaman genetis. Dengan demikian, konsep Bhinneka Tunggal Ika terwujud tidak hanya secara ideologi /
konseptual, tetapi juga terwujud secara genetis. Secara konsep keilmuan peran
kampus justru sebaliknya. Dalam pembentukan pengetahuan keilmuan, kampus
berperan sebagai pembentukan keseragaman
ilmu pengetahuan. Sebelum masuknya ilmu pengetahuan modern, jenis dan
substansi pengetahuan tradisional di tiap wilayah dan tiap etnik berbeda beda.
Dengan kehadiran kampus sebagai pusat pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan
terjadi penyeragaman pengetahuan. Dalam ilmu kedokteran dan pengobatan,
prosedur observasi, diagnosa, terapi / pengobatan jadi seragam. Demikian
juga dalam ilmu ilmu keteknikan, ilmu ilmu sosial, ekonomi dan budaya.
Pandemi Covid 19 Sebagai Pemicu Tegen Stroom ( Arus Balik )
Pada awal tahun 2020 datang badai
pandemi Covid 19, menyapu seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Untuk
memutus rantai penyebaran virus corona dan mempercepat pemulihan, pemerintah
mengambil langkah tegas, segera menutup kampus dan semua sekolah di semua
jenjang pendidikan. Dengan memanfaatkan teknologi multi media, segera
diterapkan metode pembelajaran secara dalam jaringan. Kementerian Pendidikan
Dan Kebudayaan sudah menetapkan kebijakan
belajar mengajar secara on line sampai awal tahun 2021. Berarti cara belajar
jarak jauh akan berlangsung selama 10 bulan. Dapat terjadi kemungkinan
cara belajar on line diterapkan lebih lama. Tidak tertutup kemungkinan cara
belajar jadi norma baru yang diterapkan menggantikan cara lama. Jika kondisi
demikian benar benar terjadi, hal ini akan memberikan pengaruh nyata pada arah
perkembangan evolusi manusia.
Dengan pertimbangan efisiensi
biaya, para individu muda yang berasal dari luar kota memutuskan tetap tinggal
di kota asal. Mereka datang ke kota tempat kampus mereka berada, hanya kalau
sangat diperlukan kehadirannya secara fisik. Hanya sebagian kecil mahasiswa
yang menempuh pendidikan di bidang kedokteran / farmasi, ilmu ilmu dasar ( matematika, fisika, biologi, kimia ), keteknikan yang sering melakukan praktikum, memutuskan menetap di dekat kampus.
Jumlah mahasiswa bidang bidang tersebut tidak lebih dari 40 %. Ada kemungkinan
mahasiswa angkatan 2020 dan seterusnya, sangat jarang bertemu hingga mereka menamatkan
pendidikannya. Sudah pasti pula hampir tidak ada peluang berinteraksi secara
fisik, konon pula membangun hubungan secara intens yang mengarah pada
perjodohan secara acak. Kesempatan membangun hubungan yang intens lebih
terbuka di tempat mereka bekerja membangun karir, di lingkungan pergaulan di
luar kampus, di lingkungan kerabat / keluarga luas, di komunitas media sosial,
komunitas hobby, baik di kota kota lain maupun kota asal. Peran kampus sebagai
mixer arus materi genetik, dan pembentukan pola perjodohan secara
acak, jelas merosot drastis. Peran kampus bakal diambil alih oleh pihak lain
seperti aplikasi perjodohan secara virtual, facebook, Instagram, dan lain lain.
Mengingat banyaknya pasangan muda usia
yang kurang suka membangun hubungan intens jarak jauh ( long distance
relationship ), diprediksi bakal banyak terjadi perjodohan di kota, profesi,
komunitas yang sama. Bahkan tidak tertutup kemungkinan bakal sering terjadi
pola perjodohan terpilih. Semua kemungkinan itu mengarah pada pembentukan
segregasi genetik, walaupun tidak sepekat / sekental pada segregasi
kelompok kelompok etnik di abad silam. Penyebaran dan bauran arus dan materi
genetik di masa pra pandemi jelas lebih baik dibandingkan pada masa post
pandemi.
Epilog
Peristiwa pandemi Covid 19 tidak hanya
menebarkan ancaman dan rasa takut, tetapi juga membuka dan memperluas cakrawala
pandangan tentang kehidupan. Dibutuhkan imajinasi dan kreativitas untuk
mengeksplorasi sangat banyak wilayah kajian baru, sudut pandang baru dari
peristiwa itu. Fenomena pandemi membuka peluang munculnya berbagai tafsiran tentang
arti dan makna penting terhadap peristiwa itu. Manfaatkan momentum peristiwa
itu layaknya laboratorium alam berskala
giga yang belum tentu datang di setiap jaman. Kita termasuk generasi yang
beruntung dapat menjadi saksi hidup atas peristiwa monumental itu. Berbagai
paradigma baru dan disiplin ilmu baru serta karya dalam bentuk eksemplar sebagai pionir / cikal bakal
lahirnya disiplin ilmu baru dapat dilahirkan. Sebagai contoh misalnya karya tulis August Comte menjadi dasar lahirnya limu sosiologi dan karya tulis Max Planck melahirkan bidang ilmu fisika kuantum. Fenomena evolusi yang selama ini
dibayangkan sebagai sesuatu yang jauh di
awang awang, hanya terdapat di text book tebal dan berdebu di rak
perpustakaan, dengan adanya pandemi, ternyata dapat dihadirkan sangat dekat dengan keseharian kita.
Dari peristiwa pandemi, muncul kesadaran
baru tentang frnomena evolusi. Selama ini banyak orang mengira bahwa
perkembangan evolusi membentuk lintasan garis lurus. Ternyata tidak demikian
kenyataannya. Garis lintasan evolusi dapat berupa garis lurus, garis patah
patah, zig zag, berkelok kelok, serong ke kiri - kanan ( diagonal ), garis
sejajar, bolak balik, dan sebagainya. Peluang terpilihnya bentuk lintasan garis
evolusi ditentukan oleh hanya dua
mekanisme yaitu acak dan determinisme serta gabungan ke duanya. Alam sama sekali tidak memberi
peluang sekecil apapun untuk munculnya mekanisme ke tiga dan seterusnya.
Manusia harus disadarkan akan realita ini agar tidak terus terbuai dengan mimpi
indah yang justru jadi favorit banyak ideologi lain, yang dikemas dalam label
kehendak bebas, pilihan bebas.
Sungguh, ilmu termutakhir dan termaju (fisika kuantum, mekanika kuantum dan
biologi molekuler / genetika ) sekarang ini sudah menegaskan, alam
semesta tidak memberi peluang untuk hadirnya kehendak bebas dan pilihan
bebas.
Comments
Post a Comment