PIRAMIDA MASYARAKAT INFORMASI

 Prolog

 Abad I, abad XI dan abad XXI, memiliki kekhususan dibanding abad abad lain. Abad abad di atas menjadi istimewa, dibanding abad abad lain, karena merupakan titik awal pergantian millennium. Setiap pergantian millennium ( setiap 1000 tahun ) dipandang, dimaknai dan ditafsirkan dengan beragam cara. Peristiwa pergantian millennium selalu dikaitkan dengan peristiwa besar dan penting yang dianggap dapat mempengaruhi arah perkembangan peradaban. Pada waktu terjadi peralihan dari millennium pertama ke millennium ke dua banyak orang membuat tafsiran bahwa bumi sudah tua, tidak lama lagi bakal kiamat.  Pemuka ideologi memanfaatkan momen dan rasa takut kepada kiamat untuk mendorong orang berlomba lomba berbuat amal kebajikan.

 Salah satu bentuk amal yang paling populer di Eropa adalah menyumbang pembangunan gereja gereja katedral di tiap kota besar. Gaya arsitektur yang banyak digunakan disebut gaya gothik. Kata gothik berasal dari nama suku bangsa Goth, salah satu rumpun bangsa Indo  Arya, yang menetap di Eropa Utara. Bangunan bergaya gothik ditandai dengan ciri atap dan menara runcing menjulang tinggi.  Maksud perancang bangunan tersebut adalah untuk memudahkan menjangkau tuhan. Pada periode awal millennium ke 2, peristiwa kiamat ternyata tidak terjadi.

Setelah berlangsung 2 abad, minat orang membangun gereja katedral merosot drastis. Awal millennium ke dua adalah puncak perkembangan seni bangunan bergaya gothik. Dapat dikatakan seni bangunan bergaya gothik adalah produk dari rasa takut akan kiamat. Pada peralihan dari millennium ke dua ke millennium ke tiga manusia dihantui oleh rasa takut yang mencekam . Diduga akan terjadi pagebluk, huru hara, kekacauan, runtuhnya peradaban yang diakibatkan oleh peristiwa millennium bug. Peristiwa itu dibayangkan akan merontokkan pasar bursa / saham di seluruh dunia. 

Jika pada peralihan millennium 1 dan 2, yang menghembuskan rasa takut adalah pemuka ideologi, pada peralihan millennium 2 dan 3  adalah para pakar komputer dan teknologi sistem informasi. Dasar pikirannya, ketika bahasa pemrograman pertama dibuat, hanya mengakomodasi angka tahun terdiri dari dua digit. Ketika pergantian abad dan millennium, komputer tidak dapat membaca pergantian / transisi itu, dan berakibat pada hancur dan hilangnya seluruh data yang disimpan dalam format digital. Bukan hanya pasar saham yang hancur, seluruh instrumen dan peralatan yang berbasis data digital ikut hancur. Penerbangan, transportasi laut, darat, sistem pelayanan medis, kelistrikan juga hancur.

Menjelang tutup tahun 1999 dan menyambut tahun baru 1 Januari tahun 2000, seluruh dunia dilanda rasa takut yang mendebarkan. Semua mata terpaku pada jarum jam menjelang peralihan millennium. Bersamaan dengan hiruk pikuk pesta kembang api yang meriah, jarum jam terus berlalu  memasuki millennium ke tiga. Lewat satu jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan dan 1 tahun berlalu, ternyata kiamat tidak terjadi. Sekarang orang cenderung sudah melupakan peristiwa itu. Ternyata manusia adalah jenis mahluk yang  mudah ditakut takuti dan diteror bahkan oleh illusi yang diciptakannya sendiri. Menjelang pergantian dekade yang lalu, orang kembali diteror oleh rasa takut akan kiamat yang bakal terjadi pada tanggal 12, bulan 12 tahun 2012.  Ramalan itu katanya bersumber dari legenda suku bangsa Maya  yang mendiami semenanjung Yucatan di Meksiko dan sudah punah sejak ratusan tahun lalu. Ternyata kemudian cerita itu juga tidak terbukti. Demikianlah peristiwa pergantian millennium selalu ditafsirkan secara teleologis dan metafisika.

Abad XXI, banyak membawa perubahan pada wajah peradaban manusia. Di banyak sektor kehidupan seperti pendidikan, bisnis, teknologi, terjadi disrupsi. Bidang sosial dan budaya juga tidak luput dari fenomena disrupsi. Salah satu perubahan yang terjadi di bidang sosial kemasyarakatan adalah strata dan tipologi masyarakat. Strata sosial era pertanian pada umumnya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kelas bangsawan , kelas tuan tanah dan kelas rakyat jelata. Di era masyarakat industri juga terdiri dari tiga kelas yaitu kelas industrialis dan kapitalis, kelas menengah / profesional dan kelas rakyat jelata. Di era informasi juga terjadi segregasi masyarakat dalam tiga kelas. Hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut oleh tulisan ini.

 

Postulat, Prinsip, dan Persyaratan Klassifikasi

Klassifikasi masyarakat di abad XXI yang diajukan di sini tergolong sederhana. Sesederhana apapun suatu sistem klassifikasi yang dibuat harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam sains modern. Adapun persyaratan itu adalah didasari oleh satu atau beberapa postulat, memiliki satu atau beberapa prinsip, dan memiliki satu atau beberapa kriteria dan memiliki satu atau berapa persyaratan. 

Postulat yang digunakan adalah : di alam semesta terdapat persamaan dan perbedaan. Postulat ini menjadi dasar penciptaan sistem taksonomi. Sistem  taksonomi melahirkan konsep perbandingan ( komparatif ), dan konsep perbandingan melahirkan konsep pengukuran. Konsep pengukuran melahirkan berbagai peralatan / instrument     pengukuran dan satuan ukuran.

Sistem klasifikasi yang dibuat mengikuti prinsip semua harus tercakup. Prinsip ini mewajibkan sistem klasifikasi harus mampu menampung semua unit ke dalam salah satu dari kelas kelas tersebut. Prinsip berikutnya adalah Prinsip saling menegasikan ( menidakkan ) yang menjamin tidak ada satupun unit yang dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelas.  Setelah dipenuhi aspek prinsip, maka sistem klasifikasi harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persyaratan penataan sebagian ( partial order ) dan penataan sederhana ( simple order ). Setelah semua prosedur dilakukan maka dimulai penyusunan sistem klasifikasi masyarakat abad XXI.

 

Strata Dan Tipologi Masyarakat Abad XXI

Strata dan tipologi masyarakat pada abad XXI, didasarkan pada aspek biologi /genetik dan kepemilikan algoritma / kekayaan materi.

Kelas masyarakat yang menduduki posisi di puncak piramida, penulis beri nama Kelas Premium. Jumlah penghuni kelas ini hanya segelintir manusia, jumlahnya tidak sampai 1000 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk bumi, persentasenya hanya 0,0000143 % . Walaupun jumlah anggota kelas ini sangat kecil, jangan dipandang sepele kemampuan mereka.  Sebenarnya merekalah penguasa di planet bumi, bukan Sekjen PBB, Presiden negara adi kuasa. Merekalah yang mengendalikan seluruh populasi manusia berperadaban modern, karena kepemilikan mereka atas berbagai algoritma super canggih. Berkat algoritmanya, mereka dengan mudah mengumpulkan aset dalam jumlah sangat besar dalam waktu singkat.

Kelas premium diisi oleh orang orang super cerdas, yang dari kecerdasan itu mereka mampu menciptakan dan memanfaatkan momentum / peluang untuk mengumpulkan kekayaan dalam skala sangat besar. Karya monumental mereka adalah algorigma algoritma canggih dan dimanfaatkan dalam skala luas. Algoritma nereka telah menunjukkan keperkasaannya mulai dari peran sebagai peramal -agen - penguasa. Sekarang kelas premium masih identik dengan homo sapien, tetapi pada paruh ke dua abad ini, mereka bukan lagi spesies  homo sapien, tetapi sudah menjadi homo deva, homo deus  atau homo technium. Kelas premium, akan segera merombak diri menjadi lebih kuat, lebih prima, lebih bagus, lebih sehat dari homo sapien.

Kelas di bawahnya disebut Kelas medium, yang jumlahnya jauh lebih besar dari kelas premium. Kelas medium memiliki kekayaan jauh lebih kecil dari kelas premium. Mereka merupakan pengguna dan pelanggan utama berbagai aplikasi yang digerakkan oleh algoritma algoritma canggih. Kelas medium diisi oleh sebagian besar orang orang berpendidikan tinggi dan memiliki aset yang cukup besar. 

Kelas paling bawah disebut Kelas Tribunium. Penghuni kelas ini berjumlah sangat banyak hampir mencapai 7 milyar jiwa. Kelas tribunium juga diisi oleh orang orang berpendidikan tinggi, tetapi memiliki kekayaan yang kecil.

 Sebagian besar penghuni kelas tribunium, adalah orang yang berpendidikan menengah dan rendah serta tidak memiliki aset yang banyak. Dalam beberapa dekade mendatang kelas ini diprediksi akan mengalami nasib paling menyedihkan. Mereka berpotensi menjadi mahluk yang eksistensinya tidak ada arti dan makna sama sekali. Sekarang kelas tribunium masih menjadi produk dan komoditi bagi kelas premium, tetapi beberapa dekade ke depan, mereka akan menjadi mahluk  irrelevant. Tenaga dan pikiran dari kelompok ini sudah tidak dibutuhkan lagi oleh kelompok premium, digantikan oleh robot mekanis super cerdas dan algoritma canggih.

 




Sifat Dasar Manusia dan Jeratan Algoritma 

Perkembangan algoritma di abad XXI luar biasa pesat, sudah merambah ke seluruh aspek kehidupan manusia. Manusia semakin bergantung pada kehadiran algoritma, dan kemudian algoritma meretas manusia. Sekarang tidak ada lagi "wilayah sakral", yang jadi milik pribadi manusia, yang steril dari jelajah algoritma. Tidak ada lagi rahasia yang dapat disembunyikan dari pengamatan dan  pengawasan algoritma. Bahkan otoritas manusia dalam pengambilan keputusan penting bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, juga sudah diambil alih algoritma. Dengan kata  lain yang lebih lugas otoritas manusia sudah ditanggalkan oleh algoritma. Kondisi ini menimbulkan dua pertanyaan besar dan mendesak untuk dicari jawabannya.  Pertanyaan  pertanyaan itu adalah : 

  1. Apa yang menyebabkan algoritma begitu leluasa merontokkan otoritas manusia, sebagai yang katanya adalah  pemimpin di muka bumi. Hari ini dalil itu sudah resmi luluh lantak.
  2. Bagaimana cara untuk melepaskan diri , minimal melonggarkan jeratan algoritma.  Dengan demikian, walaupun sedikit, masih tersisa bekas / jejak eksistensi manusia di bumi.

Untuk menjawab pertanyaan itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita lagi lagi harus menoleh pada penjelasan yang diberikan oleh teori evolusi, khususnya evolusi manusia.


Manusia Ingin Serba Mudah

Sejak kehadirannya di muka bumi, genus homo ( hominoid dan hominid ) sudah mengembangkan indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Kemampuan itu diwarisi secara genetik hingga ke spesies homo erectus, homo neanderthal dan homo sapien. Coba perhatikan ketika para hominid menemukan makanan, tidak langsung dimakan. Makanan itu diamati dengan teliti, diendus, diraba, dicicipi sedikit dengan hati hati. Kalau makanan itu terasa pahit, langsung dibuang. Syaraf perasa di lidah secara otomatis menolak rasa pahit. Kemampuan itulah yang telah menyelamatkan hominoid dan hominid dari kepunahan.

Di alam liar, kemampuan itu sangat vital. Banyak tumbuhan dan hewan beracun. Jika hominid tidak memiliki kemampuan indera perasa, akan banyak terjadi kematian. Semua racun di alam,  rasanya pahit. Sebaliknya jika makanan itu terasa manis, akan dimakan dan segera jadi makanan favorit. Kemampuan ketajaman indera pada manusia modern pasca hidup menetap, sudah menurun jauh. Kepekaan alat dria juga menurun.  Kemudian perhatikan perilaku manusia modern ketika  hendak memakan sesuatu.  Mereka mencomot makanan kemasan dari rak pajangan makanan di toko swalayan, kemudian tanpa meneliti dengan cermat, membuka bungkusan / kemasan, lalu langsung memasukkan ke dalam mulut. Begitu juga dengan minuman dan obat obatan. Mengapa demikian?. Semua itu disebabkan manusia khususnya manusia modern tidak mau bersusah payah, mau bertindak gampang, serba instan, terlalu percaya pada pihak otoritas pengawas makanan, minuman dan obat obatan. Tugas memeriksa dan meneliti apa saja yang kita konsumsi, sudah kita percayakan kepada algoritma institusi dan personil pihak otoritas di bidang pengawasan makanan, minuman dan obat obatan. Artinya kita sebagai manusia sudah menyerahkan mandat dan otoritas kita kepada pihak lain.

Demikian juga ketika kita bepergian menggunakan moda transportasi udara. Nyawa dan hidup kita diserahkan kepada beberapa pihak seperti maskapai airlines, otoritas bandara. Satu pesawat komersil modern memiliki komponen lebih dari 50.000 buah. Satu komponen tidak berfungsi optimal, nyawa ratusan penumpang jadi taruhannya. Kita percayakan nasib kita selama di udara kepada para pihak tersebut yang bekerja berdasarkan algoritma. Sifat dasar manusia adalah ingin serba mudah, gampang dan instan. Kondisi inilah yang membuat begitu mudahnya otoritas kita diambil alih oleh algoritma. Awalnya kita merasa senang, karena semua keperluan kita diselesaikan oleh algoritma lalu secara perlahan tetapi pasti, algoritma mengambil alih otoritas kita sebagai manusia. 

 

 Manusia Ingin Selalu Eksis

Setiap orang punya kapasitas kemampuan yang tidak sama dengan orang lain.  Kesempatan untuk tampil biasanya diberikan kepada orang yang punya talenta dan  kapasitas kemampuan yang  besar. Banyak orang tidak dapat menerima kenyataan itu. Walaupun memiliki kapasitas kecil, tetapi ingin tampil di panggung untuk menunjukkan eksistensinya. Sifat ini dimanfaatkan oleh pencipta dan pemilik algoritma untuk mengendalikan milyaran manusia. Dibuatlah berbagai aplikasi untuk membuka peluang kepada semua orang untuk tampil menonjolkan eksistensinya, seperti Facebook, Instagram. Pemilik algoritma berdalih bahwa tujuan aplikasi adalah mempertemukan para sahabat yang sudah lama terpisah dan terlupakan . Tiap orang rata rata memiliki pertemanan lebih dari 300 orang. Seandainya saja kita mau cermat sedikit saja, kita tidak membutuhkan facebook untuk tujuan seperti yang dikatakan pemiliknya.

Setiap homo sapien rata rata mempunyai kemampuan mengingat jumlah temannya paling banyak sekitar 100 orang. Dari sejumlah itu, belum tentu sekali setahun kita berkomunikasi dengan seluruhnya. Hanya sebagian kecil yang relatif sering kita hubungi. Jadi pada dasarnya kita tidak terlalu mendesak membutuhkan berbagai aplikasi tersebut. Kita mengunduhnya lebih didasarkan pada kebutuhan ingin eksis sebagai pribadi, tidak peduli berapapun besarnya  kapasitas kemampuan kita. Ketika kita mengunduh aplikasi tersebut, otoritas kita sudah diambil alih algoritma.

Dari uraian di atas ternyata algoritma dapat leluasa merampas otoritas dan meretas diri kita, sebagian besar disebabkan karena sifat dasar kita sendiri

 

Upaya Mengatasi Jeratan Algoritma

Sebenarnya tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk membebaskan diri secara total dari jerat algoritma, kecuali kita mengisolasi diri dari jaringan internet. Sebagai manusia terdidik yang hidup di abad digital, jelas itu hal yang mustahil mau dilakukan.  Walaupun demikian masih ada sedikit harapan untuk mengurangi tekanan jepitan jerat tersebut. Adapapun langkah yang dapat dilakukan dapat dikelompokkan pada dua cara yaitu :

1. Upaya Strategis.

Upaya ini menuntut kesungguhan bekerja keras. Untuk mengurangi ketergantungan pada algoritma canggih, kita harus dapat melakukan mobilitas vertikal untuk masuk ke dalam strata premium , atau minimal strata medium. Dengan naik kelas maka kita memiliki sumberdaya untuk menghasilkan algoritma sendiri, dan justru punya kemampuan mengendalikan orang lain. Anggota kelas premium punya 1000 cara untuk keluar dari jeratan algoritma. Dengan kata lain anda harus jadi orang yang sangat pintar dan sangat kaya.  Bagaimana caranya?. Anda seharusnya lebih tahu, karena tiap orang punya cara berbeda. 

2. Upaya Taktis

Upaya ini lebih mudah  lebih realistis  melakukannya dan sebenarnya  setiap orang mampu melakukannya, tetapi cara ini menuntut kedisiplinan. Setiap algoritma canggih mampu meretas manusia. Algoritma dapat mengambil data data pribadi yang bersifat rahasia sekalipun. Mengingat besarnya data dari milyaran manusia, algoritma paling canggih sekalipun membutuhkan waktu lama untuk mengambil data data dari orang lain. Ini menjadi celah bagi kita untuk meminimalkan daya serap algoritma.

Kita harus menggunakan aplikasi yang benar benar dibutuhkan dan sering digunakan. Setiap kali selesai menggunakan aplikasi atau membuka aplikasi apapun, segera menutup semua aplikasi . Jangan  pernah sekalipun membiarkan smartphone dalam keadaan terbuka ketika tidak digunakan. Cara lain adalah meminta kepada pemerintah selaku regulator agar bersikap lebih tegas membuat dan memberlakukan regulasi yang membatasi pemilik aplikasi untuk masuk di wilayah privasi tiap orang. Hal ini sudah diberlakukan di Eropa dan Amerika Serikat.

 

Epilog

Setiap jaman memiliki ciri khas yang tidak sama. Tiap jaman memiliki  pendukungnya sendiri, nilai nilai yang dianutnya. Setiap jaman juga melahirkan strata sosial dan teknologi yang berbeda sifat dan karakteristiknya. Apapun jamannya dan siapapun pendukung peradabannya, wajib mengembangkan sikap dan pikiran kritis, agar dapat menjalani kehidupan dengan terhormat dan bermartabat. Agar dapat berpikir dan bersikap kritis, tidak ada cara lain, selain dari belajar dan terus belajar tanpa henti hingga tarikan nafas terakhir meninggalkan jasad kita.

 

 

Comments

Popular Posts