MENGHITUNG KERUGIAN AKIBAT CORONA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KETAHANAN NASIONAL


Prolog

Tulisan ini merupakan bagian akhir atas serangkaian ( lima ) tulisan tentang virus corona. Lima tulisan dirasa sudah cukup untuk membahas satu tema. Tulisan ini membahas bagaimana cara menghitung kerugian yang ditimbulkan oleh virus corona. Menghitung kerugian itu bukan merupakan pekerjaan mudah. Sampai sekarang belum tersedia perangkat peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah kerugiannya secara rinci dan akurat. Perangkat yang dimaksud diantaranya adalah software yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengolahan super big data. Kendala terbesar yang tidak mungkin dapat diatasi saat ini yaitu peristiwa penyebaran wabah corona saat ini ( bulan April 2020 ) belum selesai, bahkan belum menyentuh level puncak. Konsekuensi logisnya adalah tidak mungkin dapat dihitung secara akurat jumlah kerugian virus corona.

Oleh karena itu, tulisan ini adalah murni kegiatan intelektual / konsepsional. Upaya ini tidak berbeda jauh dengan membuat kajian matematika yang tidak terkena keharusan menjalani proses verifikasi dengan data empirik, karena dimaksudkan hanya sebagai alat / sarana. Tulisan ini dimaksudkan sebagai rintisan awal membuka tapak ( area ) baru bidang kajian Disaster Losses Assessment, atau Crisis Losses Assessment yang di masa kini  mungkin dirasa belum terlihat manfaatnya, tetapi di masa depan sangat dibutuhkan. Uraian pada tulisan ini berisi  panduan tata cara ( peta jalan /  prosedur ) untuk menghitung kerugian yang ditimbulkan oleh peristiwa cathastropic, seperti wabah penyakit, peperangan, gempa bumi, banjir berskala besar dan sebagainya.

Beberapa Postulat Yang Digunakan

Peradaban manusia telah menghasilkan banyak jenis pengetahuan, seperti filsafat, ideologi, mitos, seni, dan ilmu. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Dari semua pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan yang paling dapat diandalkan, karena prosedur untuk mendapatkannya sangat ketat, sudah diuji berulang kali sebelum dipublikasi. Di samping itu ilmu punya mekanisme untuk memeriksa dirinya sendiri, untuk menyaring dan membuang pengetahuan dari perbendaharaan ilmu, yang terbukti salah atau palsu. Salah satu prosedur yang ditetapkan oleh ilmu, sebelum membahas suatu topik, harus didefinisikan secara cermat setiap konsep yang digunakan dan dirumuskan secara eksplisit postulat yang digunakan sebagai landasan untuk membangun kerangka berpikir dan argumentasi. Adapun postulat yang digunakan di dalam tulisan ini adalah :

  1. Manusia hanya fokus pada fenomena yang tampak mata, dan abai pada fenomena yang tidak tampak mata.  Postulat ini menjelaskan tentang efek negatif dari produk desain sebagai hasil dari proses evolusi alam yang melekat pada manusia.
  2. Fenomena yang tampak mata sebenarnya hanya bagian terkecil dari seluruh fenomena. Postulat ini menjelaskan tentang fenomena puncak gunung es. Coba dibayangkan sebuah penampakan gunung es di permukaan samudera Antartika ( kutub selatan bumi ). Bagian yang tampak mata di atas permukaan air sebenarnya hanya bagian puncak. Sementara sebagian besar masa gunung es berada di bawah permukaan air, tidak kelihatan oleh mata manusia.
  3. Untuk mengatasi keterbatasan daya observasi mata manusia, mutlak dibutuhkan kemampuan berpikir abstrak.


Model Piramida

Bayangkan sebuah piramida berbentuk segi tiga sama kaki. Tiap ruas kaki dibagi tiga sama panjang, kemudian dihubungkan dengan sebuah garis, sehingga terbentuk 3 bagian. Bagian puncak berbentuk segi tiga, bagian tengah dan bagian bawah berbentuk trapesium. Bagian puncak mewakili bentuk gunung es yang terlihat di atas permukaan air ( lihat gambar 1 di bawah ini  ). Dengan model ini maka langkah pertama mulai dilakukan. 
Model  Piramida kerugian akibat krisis


Kerugian Yang Teridentifikasi dan Terasuransi

Kerugian ini dikelompokkan di bagian puncak piramida. Langkah pertama adalah mengidentifikasi semua variabel yang terkait dan berpotensi terkena dampak virus corona. Tahap ini merupakan pekerjaan yang sangat vital dan krusial. Akurasi  
dalam melakukan identifikasi akan sangat menentukan keberhasilan langkah berikutnya. Pekerjaan ini hanya dapat dilakukan oleh kelompok ahli dari berbagai bidang keilmuan yang bekerja sama dalam sebuah Desk Tim Ahli, yang memiliki keahlian meliputi bidang bidang : 
  1. Ekosistem Kedirgantaraan ( hidro - klimat ) , antara lain klimatologi - meteorologi.
  2. Ekosistem Terestrial, antara lain geologi, geomorfologi, hidrologi, tanah, fauna, flora, mikro organisme, antropologi, sosiologi, psikologi, sejarah, ekonomi, budaya, kedokteran dan kesehatan, rekayasa keteknikan. Tidak dapat dilupakan bidang bidang yang mendukung kegiatan para pakar itu, yaitu matematika, statistika, komputasi, modeling.
  3. Ekosistem Marine, antara lain oceanologi, biologi kelautan, geologi dan geomorfologi kelautan.


Kemudian dengan metode Delphi dipilih personil yang akan dijadikan nara sumber, berikut tata cara pembuatan kuesioner yang akan digunakan. Jumlah ahli yang dijadikan anggota panel minimal 3 orang tiap bidang keahlian. Dengan demikian jumlah anggota panel dapat mencapai antara 250 - 300 orang. Para pakar yang dipilih harus yang terkemuka dan merupakan garda terdepan di bidangnya masing masing. Masing masing ahli wajib memberikan kontribusi sesuai dengan bidang keahliannya. Mereka harus melakukan identifikasi variabel variabel yang berpotensi terkena dampak akibat virus corona. Kemudian dengan data base yang dimiliki, mereka melakukan prediksi dan evaluasi besaran bobot dan intensitas dampak yang diderita. Bobot dampak itu kemudian dikuantifikasi dan divaluasi dengan nilai uang dengan satuan  mata uang tertentu. Setelah langkah itu berhasil dilakukan maka dilakukan penapisan untuk memilah jenis kerugian yang terasuransi dan kerugian yang tidak terasuransi. Kerugian yang terasuransi dapat diklaim kepada pihak asuransi atau pihak penjamin, atau pemerintah. 

Dapat dipastikan bahwa jumlah nilai kerugian yang terasuransi jauh lebih kecil dari nilai kerugian yang tidak terasuransi. Contoh kerugian yang teridentifikasi dan terasuransi antara lain biaya pengobatan dan perawatan para pasien yang terinfeksi virus corona, biaya produksi dan distribusi bahan dan peralatan disinfektan, berikut penyemprotan bahan disinfektan di berbagai lokasi. Berbagai paket anggaran tambahan dari pemerintah, pengurangan pajak, penghapusan tarif pelayanan beberapa fasilitas jasa pelayanan yang bersifat sementara dan terbatas.

Kerugian Yang Teridentifikasi dan Tidak Terasuransi

Kelompok kerugian ini ditempatkan di bagian tengah piramida atau trapesium I. Semua kerugian yang telah diidentifikasi tetapi tidak terasuransi ditempatkan pada bagian ini. Jenis kerugian ini tidak ada yang menjamin baik pihak asuransi ataupun pemerintah sekalipun. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka,  harus ada yang menanggung kerugian itu, tidak peduli siapapun orangnya, tidak penting siapa orangnya, yang penting harus ada  yang menanggung kerugian itu. Oleh karena itu pihak yang paling mudah ditimpakan beban kerugian itu adalah tiap orang terutama yang berstatus Kepala Keluarga. Contoh kerugian jenis ini antara lain, kehilangan penghasilan bagi pekerja di sektor informal, kehilangan ratusan jutaan jam kerja produktif, biaya perawatan dan pemulihan kesehatan orang yang tidak terjangkau sistem pelayanan medis, biaya yang dikeluarkan lembaga donasi dan donatur pribadi untuk mengurangi efek / dampak virus corona. Begitu juga dengan fasilitas yang sudah dibayar tetapi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, seperti rumah sewa, kamar kost  yang ditinggalkan penghuninya untuk mudik ke kampung halaman, uang SPP kuliah, tetapi kegiatan belajar tidak optimal, biaya tambahan untuk komunikasi via internet karena adanya kegiatan kuliah daring dan lain sebagainya. 

Kerugian Yang Tidak Teridentifikasi dan Tidak Terasuransi

Kerugian jenis ini dapat dipastikan lebih besar dari kerugian yang teridentifikasi dan tidak terasuransi. Kerugian ini dikelompokkan dan ditempatkan di trapesium ke II, di dasar piramida. Mengidentifikasi variabel jenis kerugian ini luar biasa sulit. Lebih sulit lagi adalah mengkuantifikasi dan memvaluasi nilainya ke dalam nilai mata uang tertentu. Kesulitan ini dapat diatasi secara perlahan lahan dengan bertambahnya pengalaman dari  berbagai krisis yang bakal terjadi di masa depan. Berbagai metode dan instrumen pengukuran akan terus diperhalus dan dipertajam. Berbagai rekayasa teknik, ekonomi dan sosial serta budaya yang bakal dilakukan akan memperkecil kerugian jenis ini. Contoh kerugian yang tidak teridentifikasi dan tidak terasuransi adalah biaya memulihkan kerusakan ekosistem di berbagai biome di alam semesta akibat terpapar bahan disinfektan yang disemprotkan secara masiv,  memulihkan trauma pada pasien / penderita, memulihkan kepercayaan diri, kepercayaan kepada pemerintah. Kerugian terbesar adalah waktu, yang terbuang dan waktu adalah jenis sumberdaya yang tidak dapat tergantikan dengan nilai uang berapapun jumlahnya. Waktu tidak dapat berjalan mundur. Hidup hanya satu kali dan durasinya relatif  singkat. Setiap detik, menit, jam sangat berharga bagi tiap orang.

Jika seluruh kerugian itu diakumulasi, maka akan dihasilkan suatu jumlah kerugian yang tidak terperikan, dan itu baru dari satu jenis krisis yang ditimbulkan oleh satu jenis virus. Bagaimana pula jika manusia dilanda berbagai krisis secara simultan dalam waktu bersamaan. Dapat diduga peradaban manusia akan kolaps. Hal ini tidak boleh terjadi. Manusia harus melakukan rekayasa di berbagai bidang untuk merubah model piramida. Persoalannya, manusia selalu disibukkan oleh aktivitas rutin yang membuatnya tidak mampu berpikir strategis jauh  ke depan, berdimensi luas menembus sekat sekat pembatas disiplin keilmuan, ideologi, kebangsaan / etnik,  status sosial. Ketika terjadi krisis, yang dominan muncul adalah kepanikan, bukan sikap tenang dan berpikir strategis  serta taktis. Setiap terjadi krisis pasti diikuti dengan kegoncangan pada sistem. Daya tahan sistem tergantung pada besar kecilnya skala krisis yang terjadi. Setiap sistem pasti  mengalami guncangan jika diterpa badai krisis besar, oleh karena itu manusia harus melakukan dua jenis tindakan sekaligus secara simultan yaitu terus menerus memperkuat daya tahan melalui berbagai rekayasa sistem dan upaya mitigasi untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh krisis.

Upaya Rekayasa Sistem

Setiap kejadian di alam tidak ada yang tiba tiba, pasti terkait dengan berbagai kejadian lain. Setiap kesalahan pasti skan memicu timbulnya kesalahan lain yang lebih besar. Coba dibayangkan ada 5 buah kotak yang disusun dalam satu lintasan garis lurus. Kotak pertama sampai kelima dihubungkan dengan sebuah garis panah ( lihat gambar 2 ).


Bagan hubungan sebab-akibat antara problem management dengan kerugian akibat krisis


Kotak pertama berisi semua problem manajemen. Semua krisis yang terjadi berpangkal di kotak ini. Berbagai kesalahan berikut akumulasinya berada di kotak ini, seperti salah hitung, salah kelola dan aneka serba kesalahan lain.  Sesuai dengan dalil Murphy dan Bergovsky,  akumulasi kesalahan itu memicu timbulnya sebab dasar, yang diletakkan pada kotak ke dua. Sebab dasar merupakan konsekuensi dari adanya problem manajemen. Contoh sebab dasar antara lain : buruknya kualitas produk dan jasa pelayanan yang dihasilkan. Sebab dasar akan memicu terjadinya sebab langsung, yang diletakkan pada kotak ke tiga. Dengan terjadinya sebab langsung, maka terjadinya krisis hanya tinggal menunggu waktu. Contoh sebab langsung adalah pola hidup yang tidak sehat ditambah buruknya pelayanan di segala bidang. Dalam waktu tidak terlalu lama, timbul krisis, misalnya wabah penyakit. Krisis pasti memicu timbulnya kerugian baik jiwa maupun harta. Untuk mencegah krisis atau meminimalisir dampak krisis, mata rantai antara kotak ke tiga dengan kotak ke empat, harus diputus. Rantai penghubung itu akan putus, jika sebab langsung dan sebab dasar dapat dihilangkan. Kedua sebab itu akan dapat dihilangkan jika problem manajemen di kotak pertama dapat diatasi. Upaya mitigasi sebaik apapun, hasilnya tidak optimal jika akar masalah di kotak pertama tidak diatasi. Jika problem manajemen dapat diatasi maka dengan sendirinya  potensi krisis dapat dicegah dan kerugian tidak terjadi.



Menuju Perubahan Model Piramida

Sebelum ada rekayasa, model akumulasi kerugian adalah berbentuk piramida. Krisis yang terjadi selama ini menggerogoti keungan dan sumberdaya yang dimiliki. Hal ini terjadi karena kerugian yang terasuransi relatif kecil dibandingkan dengan yang tidak terasuransi, sehingga bebab tanggungan jadi sangat besar. Hal inilah yang membuat sistem terguncang hebat. Untuk mengurangi beban tanggungan maka sistem asuransi harus diubah agar dapat memperluas area yang harus dicover. Perubahan itu dapat dimulai dari perubahan regulasi di bidang asuransi. Dengan upaya ekstra keras dari semua komponen masyarakat dan negara, untuk melakukan rekayasa dan perbaikan sistem asuransi, dalam waktu 5 tahun ke depan model piramida akan berubah bentuk jadi model empat persegi panjang. Dengan model ini beban tanggungan kerugian akibat krisis sudah disebarkan lebih merata antara kerugian yang terasuransi dan tidak terasuransi ( lihat gambar 3 di bawah ini ). 


Model persegi panjang kerugian setelah ada rekayasa


Wabah virus Corona telah membuka peluang bagi perkembangan bisnis asuransi. Peluang ini harus dimanfaatkan secara optimal untuk menciptakan masyarakat yang asuransi minded. Di negara maju sudah lumrah tiap orang memegang lebih dari satu polis asuransi. 
Dengan upaya perbaikan  terus menerus secara berkelanjutan, diperkirakan pada 10 tahun ke depan, bentuk model kerugian yang terjadi akibat krisis berubah lagi. Area kerugian yang terasuransi terus membesar hingga kerugian yang tidak terasuransi sudah makin kecil. Model yang terjadi pada kondisi tersebut adalah bentuk piramida terbalik ( lihat gambar 4 di bawah ini ).

Model piramida terbalik kerugian akibat krisis setelah ada rekayasa lanjutan



Dengan adanya perubahan bentuk piramida, setiap terjadi krisis, sistem tidak terguncang hebat karena kemampuan mengatasi krisis dan kemampuan memulihkan kondisi sudah kokoh. Kondisi gaduh tiap terjadi krisis tidak terjadi lagi. Begitupun, pengucuran dana besar besaran secara dadakan tidak diperlukan lagi. Dengan demikian, berbagai proyek pembangunan yang telah direncanakan tidak perlu mengalami penundaan atau pemotongan anggaran karena dananya dialihkan untuk mengatasi krisis.  

Ketahanan Nasional

Dengan model piramida, kondisi masyarakat masih berada di level buta krisis atau tahu krisis . Dengan model empat persegi panjang, kondisi masyarakat berada pada level paham krisis atau sadar krisis. Dengan modal piramida terbalik , kondisi masyarakat masyarakat berada pada level siaga krisis atau tangguh krisis. Kondisi masyarakat yang  tangguh krisis, adalah dambaan semua negara dan bangsa di dunia. Kondisi seperti itu yang ingin dicapai dengan  konsep Ketahanan Nasional. Lembaga Ketahanan Nasional adalah institusi yang paling bertanggung jawab untuk mewujudkan cita cita itu. Wabah virus corona menyadarkan kita bahwa ketahanan nasional kita saat ini masih rapuh dan rentan. Tugas kita semua terutama kelompok intelektual membantu tugas Lembaga Ketahanan Nasional untuk melakukan transformasi masyarakat dari level buta krisis dan tahu krisis menuju level masyarakat siaga krisis dan tangguh krisis. Misi melakukan upaya transformasi masyarakat adalah suatu upaya strategis untuk membangun ketahanan nasional. Keberhasilan  melaksanakan tugas itu akan mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di arena pergaulan antar bangsa. 

Epilog 

Walaupun sebagian besar orang berpikir dan bertindak taktis dan banyak sumberdaya dikerahkan untuk mengatasi kemelut yang ditimbulkan oleh wabah virus corona, tetap harus ada orang yang berkonsentrasi berpikir strategis, konseptual dan teoritis. Hanya dengan berpikir strategis dan konseptual dapat dihasilkan pemikiran yang mampu memecahkan kebuntuan. Penulis secara pribadi bersedia menjadi mitra diskusi atau nara sumber atau apapun istilahnya di Lembaga Ketahanan Nasional dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk merumuskan konsep transformasi masyarakat tangguh krisis tersebut.


Comments

Popular Posts