UPAYA " MEMBACA " PESAN SENIMAN DI JANTUNG USU
Pengantar
Universitas Sumatera Utara adalah
institusi pendidikan tinggi terkemuka di Sumatera, terletak di kota Medan. Di
Gedung Rektorat, sebagai pusat kendali universitas, tepatnya di lantai 3,
terdapat sebuah karya seni berupa mozaik berukuran besar. Lantai 3 tempat para
petinggi universitas ( Rektor dan Wakil Wakil Rektor ) berkantor. Letak
mozaik itu berada tepat di seberang berhadapan dengan ruang kerja
rektor, sehingga siapapun yang
melintas di depannya pasti dapat melihat mozaik itu. Ini adalah fakta pertama
yang mendorong penulis membuat kajian sederhana ini. Fakta kedua, mozaik itu
sudah terpampang di situ secara mencolok, selama 35 tahun, berdasarkan tahun
pembuatannya, 1989. Selama waktu itu, tidak terhitung jumlah orang
pandai, bijak bestari bergelar Profesor, Doktor, dan tidak terhitung frekuensi
mereka melewati mozaik itu. Anehnya, tidak seorangpun dari para bijak bestari
itu yang mau meluangkan waktu untuk melakukan observasi cermat, teliti,
berpikir, berkontemplasi, berusaha memahami isi pesan dari Seniman yang
membuatnya. Penulis mengajak para pembaca untuk "bertualang" di
alam pemikiran sang Seniman. Ajakan ini disampaikan karena mengikuti saran
dan pesan Pemikir Besar kepada kita sebagai ahli warisnya, BERKELANA DI ALAM BEBAS SANGAT MENYENANGKAN,
TETAPI BERKELANA DI ALAM PEMIKIRAN JAUH LEBIH MENYENANGKAN.
Dasar Pemikiran
Seorang seniman, pada dasarnya bukan
manusia biasa, mereka punya kemampuan insting / kepekaan di atas
rata rata. Seniman mampu menangkap sinyal lemah sekalipun, yang memberi
petunjuk tentang bentuk, sifat dan arah perubahan yang bakal terjadi. Seniman
yang sudah dapat meraba masa depan dapat diumpamakan sebagai pesawat pemancar ( sender ), yang akan
menyampaikan pesan kepada masyarakat yang yang diumpamakan sebagai pesawat penerima ( reciver ). Seniman
menyampaikan pesan itu melalui karya seni sebagai medium. Ada banyak bentuk dan
jenis karya seni yang dapat dijadikan medium penyampai pesan, salah satunya
adalah mozaik, yang merupakan anggota rumpun seni rupa. Seniman seringkali
menyampaikan gagasan dan pesan kepada khalayak dalam bahasa tersamar, bahasa
simbol, bahasa isyarat, pesan tersirat. Oleh karena sifat pesan yang seperti
itu tidak semua orang dapat menangkap maksud pesan yang disampaikan. Seperti
pesawat radio atau televisi, jika audiens ingin menerima siaran dari pesawat
pemancar, maka pesawat penerima terlebih dahulu harus menyamakan frekuensi
gelombangnya dengan frekuensi pemancar. Dengan bahasa yang lebih gamblang,
masyarakat harus menaikkan level kemampuannya sampai ke tingkat yang
diperlukan. Sulit diharapkan masyarakat awam dapat melakukan hal itu. Di
sinilah peran para cerdik pandai dan orang terpelajar dibutuhkan sebagai pembaca, penafsir dan penyampai pesan
agar masyarakat umum mendapat pencerahan. Agar dapat menangkap pesan dari
seniman yang disampaikan dalam bahasa
tersamar, dibutuhkan seperangkat pengetahuan, seperti semiotika, simbologi,
filsafat, seni sebagai ilmu dasar, ditambah ilmu ilmu lain, yang semua rumpun
keilmuan itu sebenarnya sudah ada di USU.
Dengan dasar pemikiran ini penulis
mencoba membaca dan menafsirkan pesan dari Rasinta
dan Buchari, Sang Seniman pencipta mozaik tersebut.
Identifikasi Objek
Setelah mengamati tampilan mozaik dengan
cermat, dengan dibantu alat kaca pembesar ( loupe ), dapat diidentifikasi
objek - objek yang ditampilkan yaitu : gedung, tabung reaksi, pohon, lembaran
uang, alat tulis dan buku, timbangan, model atom dengan lintasan elektron,
untaian kromosom, orang ( manusia ). Semua objek itu berkumpul di dalam suatu
bidang dengan tingkat kerapatan relatif seragam, di dalam formasi berbentuk
lingkaran. Dari sepanjang tepian lingkaran tersebut terdapat gambaran riak
gelombang menuju tepian panel.
Interpretasi Objek
Objek - objek yang ditampilkan dapat
ditafsirkan sebagai objek objek alam termasuk manusia. Gedung adalah simbol infrastruktur. USU
adalah institusi dengan aktivitas utama menyelenggarakan pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat. Ilmu ilmu yang langsung berhubungan erat dengan infrastruktur
adalah rumpun ilmu ilmu keteknikan, desain rekayasa seperti teknik teknik
sipil, elektro, arsitektur. Pohon, untaian kromosom, adalah simbol rumpun ilmu
ilmu biologi seperti pertanian, biologi, kehutanan. Lembaran uang simbol dari ilmu ilmu ekonomi dan bisnis. Model atom simbol dari ilmu ilmu
dasar seperti fisika dan kimia. Tabung reaksi simbol dari ilmu ilmu medis
seperti kedokteran., kesehatan masyarakat, farmakologi. Timbangan simbol dari
ilmu hukum. Manusia simbol dari ilmu ilmu sosial seperti politik, sosiologi,
antropologi. Buku dan alat tulis simbol dari ilmu ilmu literasi ( sastra
dan budaya ). Semua rumpun ilmu ilmu tersebut dipelajari dan dikembangkan oleh
USU. Riak gelombang yang memancar dari formasi lingkaran ( area kompleks kampus
USU ), simbol pancaran sinar / cahaya , sebagai pencerahan yang memancar dari
kampus USU. Seniman berpesan kepada seluruh warga USU agar tetap berada
pada peran dan posisinya sebagai sumber pencerahan bagi masyarakat,
sebagai pemegang obor penerangan, pemelihara dan pengembang peradaban.
Merupakan kehormatan besar bagi warga USU untuk dapat menjalankan peran itu.
Selain mengembangkan ilmu, USU juga mendidik kader kader muda berkualitas
tinggi sebagai generasi penerus, pewaris sekaligus pengembang peradaban
di masa depan. Untuk dapat menjalankan peran tersebut, USU harus
dapat menjaga hubungan baik dengan semua stakeholder, bersifat terbuka, tidak
eksklusif, disiplin dan kompeten.
Analisis
Setelah melewati tahap identifikasi,
perlu melakukan tahap analisis situasi kondisi eksisting, sebelum melakukan
evaluasi dan tindakan improvment ( perbaikan berkelanjutan ). Kondisi USU
hari ini menunjukkan semakin jauh dari sifat sifat keterbukaan, kedisiplinan.
Indikasi dari pernyataan ini dapat dilihat secara kasat mata. Seluruh areal
kompleks USU, dikelilingi oleh pagar tembok. Sebagai akses masuk dan
keluar, ada 4 pintu resmi di sisi depan ( utara ) 3 pintu setengah resmi
( pintu monyet, sebutan populernya di kalangan mahasiswa, pintu doraemon
) di sisi timur, selatan dan barat. Alasan pembuatan tembok keliling adalah
faktor keamanan, dan hal ini masih dapat diterima. Ada hal yang sulit diterima
, yaitu pada hari libur resmi dan libur akhir pekan akses masuk dan keluar
sangat dibatasi. Hanya jalan jalan terluar di keempat sisi dalam yang
terbuka, sementara jalan jalan di areal tengah kampus praktis ditutup
oleh palang portal. Untuk pengendara sepeda motor saja harus berjuang keras
untuk melewatinya untuk sampai di tujuan. Pengendara mobil sudah pasti lebih
berat lagi upayanya. Hanya orang yang familiar dengan seluk beluk labirin jalan jalan di kompleks USU
yang dapat mengatasi hambatan itu. Jalan jalan utama di kompleks USU dipasang drample, gundukan, bahasa populernya,
polisi tidur. Tujuan pemasangannya agar kendaran tidak melaju kencang melewati
batas yang ditentukan. Rambu peringatan tidak dipasang, justru penghalang yang
dipasang. Sebagian besar pengguna jalan itu adalah warga USU ( penghuni
rumah dinas, dosen, pegawai dan mahasiswa ) yang notabene adalah orang
terdidik, tetapi tidak berdisiplin dalam berkendaraan. Artinya warga USU tidak
terdidik di dalam budaya disiplin, sehingga harus diganjar dengan
ketidaknyamanan berkendaraan. Orang yang terdidik dalam budaya disiplin, tidak
membutuhkan rambu peringatan berbentuk simbol apalagi berupa barrier /
hambatan fisik. Rambu mereka berada di otak yang tidak kasat mata. Yang lebih
menyedihkan lagi adalah semua peralatan audio visual di kompleks USU, dikurung
di dalam kerangkeng dari besi. Alasannya lagi lagi karena faktor keamanan.
Pengguna peralatan itu sebagian besar adalah dosen dan mahasiswa. Jika semua
sistem pengamanan dan keamanan USU berfungsi optimal, kecil kemungkinan maling
dari luar dapat bebas dan leluasa menjalankan aksinya tanpa keterlibatan orang
dalam, minimal sebagai pemasok informasi. Seharusnya kerangkeng peralatan
dan semua properti di USU, berada di kepala tiap warganya, berupa nilai
dan norma jangan sentuh atau ambil
barang yang bukan milikmu. Oleh karena kondisi internal seperti itu membuat
penulis tidak mau membawa relasi dari dunia usaha ke USU. Seandainya mereka
melihat bagaimana situasi cara kita menangani aset / properti, besar
kemungkinan enggan merekrut alumni USU, karena khawatir kelak akan jadi virus
yang akan merusak sistem yang sudah bagus. Bagaimana USU dapat menghasilkan
generasi muda yang jujur, jika sistem yang dijalankan tidak kondusif untuk
tujuan tersebut?. Sebagai contoh, cara penyelenggaraan ujian akhir semester
yang menggunakan pengawas, secara implisit menunjukkan ketidak percayaan kepada
mahasiswa. Pengawasan harusnya dikenakan pada pelaku tindakan kriminal.
Mahasiswa adalah pribadi intelektual yang terhormat, sehingga tidak layak
diawasi ketika sedang ujian. Para dosen harus dapat menyadarkan mahasiswa bahwa
mereka orang yang dipercaya dan tidak perlu diawasi. Pengawas mereka adalah
diri mereka sendiri. Berikanlah soal ujian yang merangsang mahasiswa jadi orang
yang dapat berpikir, bukan jadi beo / robot dan tukang contek / jiplak.
Dapat dimengerti mengapa negara negara maju di Eropa menetapkan aturan
sederhana, bahwa para orang tua murid
dilarang memasukkan anaknya ke sekolah yang paling rendah sekalipun, sebelum
anaknya dapat membedakan mana barang miliknya pribadi dan mana barang milik
orang lain.
Suasana lantai 3 gedung Rektorat sebagai
pusat kendali dan berbagai kebijakan dibuat, sudah seperti ruang suci yang
steril, jauh dari kesan terbuka. Bahkan penulis yang sudah puluhan tahun
bekerja sebagai dosen di USU, pernah disuruh menyingkir dari selasar di
lantai tersebut oleh petugas keamanan dengan alasan rektor mau melintas
menuju ruang kerjanya. Perilaku petugas keamanan ketika rektor akan masuk dan
keluar kantornya sudah mirip pasukan pengamanan presiden. Situasi ini membuat
para pejabat universitas berjarak terhadap dosen, mahasiswa pastinya juga
terhadap masyarakat umum. Bagaimana pula kontribusi USU sebagai sumber
pencerahan bagi masyarakat?. Kondisi hari ini jauh dari harapan. Semua hasil
riset para dosen USU didorong untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah bertaraf
internasional terindeks scopus. Jurnal jurnal ilmiah yang tergabung di dalam
kelompok scopus, sudah seperti sindikat mafia di bawah komando ( salah satunya
adalah Elsevier, yang bermarkas di
Amsterdam ). Untuk dapat menembus publikasi di scopus, harus membayar cukup
mahal. Negara mengeluarkan dana penelitian yang cukup besar, peneliti
mengeluarkan energi besar, bermandikan keringat, tetapi scopus yang mendapatkan
data dan informasi ilmiah bernilai tinggi dan dapat uang pula.
Kemudian mereka mendapatkan fee dari pihak yang membutuhkan pengetahuan itu.
Inilah bentuk praktek kapitalisme yang sudah mencengkeram seluruh sendi
kehidupan di negeri ini, termasuk dunia intelektual dan akademis. USU masih
harus pula membayar puluhan juta rupiah untuk setiap tulisan ysng terbit kepada
peneliti / penulisnya, sebagai perangsang dan bonus. Beberapa lembaga di
negara negara maju sudah melakukan perlawanan atas dominasi scopus yang melawan
akal sehat. Seharusnya Kementerian Pendidikan harus memutuskan rantai yang
membelenggu dunia keilmuan. Dunia scopus adalah hasil imajinasi yang
dikonstruksikan dan pihak lain pun dapat menciptakan hal yang sama.
Demikian juga dengan pemeringkatan universitas yang dilakukan beberapa lembaga
di luar negeri ( salah satunya adalah QS ). Begitu juga dengan sistem
akreditasi. Seluruh waktu, energi, biaya dicurahkan demi menaikkan peringkat
dan akreditasi. Sebenarnya semua hal itu boleh saja dilakukan, asalkan dipahami
betul arti maksud, hakekat, tujuan dan manfaatnya. Bukan dilakukan karena
latah, ikut ikutan, gengsi / prestise . Harus dipahami benar alasan melakukan
hal itu, semata mata ditujukan untuk peningkatan kualitas. Fakta yang terjadi, setelah tujuan tercapai, upaya mengendur lagi, anggaran diperkecil. Pemerintah
turut andil atas situasi yang terjadi saat ini. Para dosen melakukan penelitian
dan bersedia tunduk pada sistem Kapitalis demi mendapat tambahan penghasilan,
karena pemerintah memberikan penghasilan yang tidak cukup untuk hidup
layak. Ada kesenjangan lebar penghasilan antara akademisi dengan politisi
di DPR / DPRD, pejabat yudikatif ( jaksa dan hakim ), birokrat. Satu lagi
fenomena aneh yang sudah berkembang luas di dunia akademis. Setiap ada
penyelenggaraan seminar, penulis makalah dan pembicara seminar harus
bayar kepada panitia, seluruh biaya transportasi, akomodasi ditanggung sendiri.
Sementara itu dia sudah bersusah payah melakukan riset, baca buku, menulis
makalah. Hal ini benar benar melawan akal sehat, apapun alasan dari pihak
penyelenggara. Seharusnya para pakar ekonomi dari USU dapat mejelaskan dan
menyakinkan para pihak bahwa di abad digital berlaku sistem ekonomi bit ( byte ) yang membuat semua biaya atau harga
produk apapun mendekati nol, alias gratis. Kondisi ini berbeda dengan kondisi
di abad XX, berlaku sistem ekonomi atom.
Di kesempatan berikutnya, penulis akan memberikan penjelasan rinci tentang
seluk beluk sistem ekonomi digital termasuk bagaimana cara bekerjanya
sehingga dapat membuat harga produk dan jasa jadi nol. Semua kondisi eksisting
di USU yang telah diuraikan di atas membuat USU sulit berperan sebagai sumber pencerahan bagi masyarakat.
Tugu Obelisk Washington DC Sebagai Inspirator
Di jantung ibu kota Amerika Serikat ( A
S ), Washington D C, terdapat Tugu Obelisk yang menjadi bagian dari Monumen
Nasional. Tugu itu terlihat jelas dari Gedung Putih, istana kepresidenan. Tugu
itu terlihat paling jelas dari ruang kerja presiden yang disebut dengan ruang
oval, karena bentuknya oval. Setiap pagi sebelum memulai pekerjaannya, presiden
memandang ke luar, ke arah puncak tugu. Puncak tugu berbentuk piramida,
dilapisi oleh lempengan emas. Di lempengan emas itu dipahatkan kata LAUS DEO, yang artinya TUHAN MEMBERKATI. Setiap presiden A S,
tahu pasti arti dan makna kata itu, apa dan siapa yang disebut tuhan itu.
Cahaya matahari pagi memantulkan sinar berwarna kuning keemasan ketika
menyentuh panel puncak tugu obelisk. Tidak lama kemudian di halaman gedung
putih mendarat sebuah helikopter berlogo CIA
( Central Intelligence Agency ), membawa Direktur CIA dari kantornya di
Langley, Virginia.
Direktur CIA langsung menuju ruang oval,
menghadap presiden, sambil mentaklimkan briefingnya tentang situasi
ekonomi politik, militer di seluruh dunia dalam waktu 24 jam terakhir.
Sambil mendengarkan laporan dari Direktur CIA, presiden menatap puncak tugu
obelisk, membayangkan wajah dan pesan 34 orang terpilih yang menandatangani
dokumen sakral bangsa Amerika, Declaration
of Independence. Tugas briefing untuk presiden dilakukan bergantian dengan
Direktur NRO ( National Reconnaissance
Office ) , kantornya terletak di Chantilly, Virginia. Setelah selesai
melakukan tugas briefing, para tamu penting itu langsung menuju helikopter yang
membawanya kembali ke markas masing masing. Begitulah ritual rutin para
petinggi tersebut. Setiap hari presiden pasti menatap ke arah puncak monumen,
meresapi makna kata Laus Deo. Situasi di atas ada kemiripan dengan mozaik di
depan ruang kerja rektor USU. Seniman yang membuatnya pasti berharap rektor dan
para petinggi USU, setiap hari melihat dan merenungkan pesan yang dikandung di
dalam mozaik itu, khususnya ketika membuat kebijakan penting.
Evaluasi
Kondisi eksiting di USU disebabkan oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Di sini tidak diuraikan secara spesifik
masing masing faktor itu. Faktor internal dapat diatasi lebih mudah. Untuk
mengatasi masalah yang disebabkan oleh faktor eksternal, diperlukan lobby -
lobby untuk menyakinkan pihak pemerintah pusat. Dibutuhkan upaya ekstra keras
untuk melakukan hal itu.
Untuk mengatasi masalah yang
disebabkan oleh faktor internal dibutuhkan komitmen
penuh dan konsistensi untuk menjalankannya.
Perbaikan Berkelanjutan
Langkah taktis yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kondisi dan faktor penyebab internal, dapat dilakukan dengan
cara :
1. Dimulai dari yang kecil.
2. Dimulai dari yang mudah.
3. Dimulai dari yang dekat.
4. Dimulai dari sekarang.
5. Dimulai dari DIRI SENDIRI.
Penutup
Sebuah karya seni berupa mozaik yang
tampaknya sederhana, ternyata sarat mengandung makna mendalam. Hasil
jelajah perjalanan imajiner di alam pemikiran dengan titik awal sebuah karya
seni berupa mozaik, ternyata dapat membuka wawasan dan kesadaran tentang peran
USU sebagai sumber pencerahan bagi peradaban dan masyarakat.
Comments
Post a Comment