PERSEKUTUAN ABADI DI SEPANJANG SEJARAH PERADABAN MANUSIA


Politik adalah seni menghimpun kekuatan / kekuasaan, mengarahkannya agar berjalan sesuai dengan keinginan seseorang, atau satu kelompok atau beberapa kelompok orang, untuk dapat memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan mendapatkan kepatuhan dari seluruh warga masyarakat. Menurut ilmu politik, kekuasaan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diperjuangkan, direbut dengan segala cara. Dalam prakteknya upaya merebut kekuasaan dapat dilakukan dengan cara halus, melalui upaya bujukan, persuasif, pembentukan opini atau dengan cara kasar, pemaksaan, penindasan.Ketika kekuasaan sudah dalam genggaman seseorang atau kelompok orang, mereka cenderung ingin  mempertahankannya selama mungkin dengan berbagai cara.

Kekuasaan dianggap anugerah yang hanya boleh dinikmati segelintir orang saja, bukan amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada seluruh rakyat. Penguasa menganggap kekuasaannya adalah pemberian Yang Maha Agung, tidak perlu mempertanggung jawabkannya kepada rakyat. Untuk memperoleh legitimasi kekuasaannya, tidak jarang mereka menciptakan simbol simbol, legenda mistis tentang asal usulnya, benda benda pusaka/ regalia yang dipakainya. Mereka memelihara para pujangga /sastrawan, ilmuwan, pendeta / pemuka agama untuk memberikan keabsahan pada kekuasaannya. Penguasa tidak lupa membangun kekuatan militer dan memanjakan para elit militer, agar mendapatkan loyalitas dari kelompok ini. Para pedagang / elit ekonomi juga dirangkul sebagai operator yang menjalankan roda perekonomian dan mengelola aset untuk kepentingan rejim penguasa. Dengan demikian terbentuklah persekutuan abadi di sepanjang sejarah peradaban manusia. Persekutuan abadi itu dengan jelas dan gamblang diceritakan di dalam kitab abadi. Cerita itu adalah bahasa simbol tentang persekutuan abadi  di antara para elit negara untuk memperkosa hak hak rakyat dan mengeksploitasinya untuk kepentingan penguasa. Anggota persekutuan itu adalah  :

  1. Para elit politik sebagai leading sektor disimbolkan dengan sosok Fir'aun ( Pharao ),
  2. Para elit militer disimbolkan dengan sosok jenderal Horemheb
  3. Para elit Agama, Ilmuwan, pujangga, intelektual, disimbolkan dengan sosok  Bal'am.
  4. Para elit Ekonomi, disimbolkan dengan sosok Qarun. Begitu banyaknya harta yang dikuasai Qarun, hingga namanya melekat hingga sekarang, untuk menyebut harta dalam jumlah besar, harta karun.


Keempat elit ini saling bahu membahu mengeksploitasi rakyat dan sumberdaya negara. Itulah drama dan tragedi  kemanusiaan sepanjang sejarah peradaban manusia selama ribuan tahun. Para pemikir yang merasa prihatin dengan kondisi masyarakat pada umumnya mulai berupaya mengakhiri penindasan itu. Mereka mulai menggalang kekuatan,  membangun organisasi untuk memobilisasi kekuatan massa. Sebuah ideologi dirancang, sebagai petunjuk / panduan bagi pengikut, yang dianggap lebih baik dari ideologi yang dianut penguasa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa banyak gerakan seperti itu berhasil mencapai tujuan, menggusur kekuatan lama dan membangun rejim baru. Rakyat sebagai alat utama untuk menggusur rejim lama, nasibnya tetap terabaikan. Rakyat yang hendak dibebaskan dari penindasan, kembali terjebak di dalam penindasan baru. Pentolan  gerakan Kapitalisme dan Liberalisme bermaksud membebaskan manusia dari penindasan oleh persekutuan kaum bangsawan,  tuan tanah,  para ksatria dan pemuka agama terhadap rakyat, justru berubah menjadi majikan baru bagi rakyat.
Ideologi Komunis yang hadir untuk membebaskan rakyat dari penindasan sistem ekonomi kapitslis, justru menjerumuskan rakyat di dalam penindasan baru oleh negara. Sepertinya sungguh malang nasib manusia yang tidak pernah terbebaskan dalam arti yang sebenarnya. Panggung sejarah peradaban manusia tidak pernah sepi dari derita dan tumpahan air mata, keringat dan darah. Sampai kapan tragedi ini akan berakhir?. Tidak seorang pun filsuf atau pemikir yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Mungkin akar masalah ini terletak pada cara pandang manusia yang keliru tentang eksistensinya di alam ini. Jika cara pandang ini tidak diperbaiki, sulit bagi manusia untuk menghentikan kisah sedih yang menerpanya terus menerus. Setelah cara pandang atau ideologinya dibereskan, barulah persoalan persoalan lain dapat diselesaikan. Misalnya bagaimana membangun sistem politik yang  efektif , efisien dan  murah.  Membangun sistem ekonomi yang lebih manusiawi, efisien  dan berkeadilan. Membangun sistem birokrasi yang efektif, efisien, netral , bebas dari cengkeraman rejim pemerintah. 

Contoh indikasi adanya kesalahan mendasar terhadap cara pandang atas suatu masalah, akan diuraikan di bawah ini. Sebuah sistem Pemilihan Umum di negara kita dikenal sebagai yang paling rumit di dunia.  Sebenarnya Pemilu adalah sebuah  mekanisme pergantian rejim penguasa secara damai dan beradab. Dalam proses perencanaan saja sudah muncul berbagai kesalahan mendasar. Pemilu didesain sebagai momen akbar, kenduri besar diberi label pesta demokrasi. Kata pesta berkonotasi dengan kegiatan menghambur hamburkan uang dan materi. Ratusan triliun dana dikucurkan untuk perhelatan agung itu. Sebuah momen yang hanya berlangsung sehari dan untuk memilih anggota Legislatif dan pimpinan puncak birokrasi pemerintahan, menghabiskan dana sangat besar, waktu berbulan bulan pada tahap pra dan pasca, dan menghabiskan energi sangat besar. 
Seharusnya dapat dirancang sistem Pemilu yang lebih efektif dan efisien serta lebih sederhana. Tidak perlu membesar besarkan momen itu. Masa kampanye dipersingkat hanya beberapa hari saja dan difokuskan pada kampanye yang bersifat indoor, tidak outdoor, seperti sekarang. Jadikan Pemilu itu sebuah kegiatan rutin yang biasa biasa saja. Setelah Pemilu justru partisipasi masyarakat diharapkan untuk memantau, mengontrol dan mengevaluasi segala program dari lembaga lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, berikut pelaksanaannya secara terus menerus. Jadi sudah terjadi mis alokasi pemanfaatan sumberdaya dari yang seharusnya difokuskan pada pasca pemilu, tetapi  ditempatkan pada masa pra pemilu dan hari pemilu. Rumuskan berbagai mekanisme dan prosedur yang memberi kesempatan seluas luasnya bagi partisipasi masyarakat untuk memantau terus menerus segala tindak tanduk dan kinerja lembaga lembaga negara. Selanjutnya dilakukan upaya desakralisasi semua jabatan di semua lembaga negara dan semua level jabatan struktural. Desakralisasi itu harus disertai dengan penghapusan dan penyederhanaan banyak ketentuan protokoler, pengurangan insentif dan dana taktis operasional suatu jabatan. Upaya desakralisasi ini mutlak dilakukan untuk mengembalikan fitrah jabatan dari anugerah kembali ke amanah. 
Selama ini segala atribut yang melekat pada suatu jabatan, yang membuat orang silau dan berlomba lomba merebutnya. Uraian singkat itu hanya merupakan contoh ilustrasi, bahwa kesalahan persepsi dan cara pandang pada tataran filosofis ( hulu ), menyebabkan rentetan kesalahan di level teknis  ( hilir ). Pada tataran filosofis diperlukan peran para pemikir,  akademisi  dan di aras teknis diperlukan peran para teknokrat serta birokrat. Mungkin setelah itu baru lah rakyat mendapatkan kebebasan dan kesejahteraan yang hakiki.


Comments

Popular Posts