RADIO ZENDSTATION te SABANG : PIONIR RADIO DI REPUBLIK.
Prolog
Di pinggiran timur kota Sabang, di kelurahan
Ie Meule terdapat stadion Sabang - Merauke. Jika dari arah kota Sabang Stadion
itu ada di sebelah kiri jalan. Tepat di seberang stadion, di kanan jalan
terdapat sepenggal bekas dinding bangunan berukuran panjang 3 meter,
lebar 2,5 meter dan tinggi 5 meter. Sepintas tembok itu tidak menarik
perhatian orang yang lalu lalang melewatinya. Akan tetapi jika orang mau lebih
memperhatikannya, ada sesuatu yang menarik. Sebagai orang yang terlatih di
bidang riset, naluri penulis mulai bekerja. Di samping tembok tersebut
terdapat sebuah prasasti berhuruf Latin dan berbahasa Inggris dan
Indonesia. Dilihat dari bentuk dan kondisinya, prasasti itu berasal dari masa
kini. Transkripsi prasasti itu adalah sebagai berikut :
Foto sisa reruntuhan Radio Zendstation Sabang
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Foto Prasasti tentang keberadaan Radio Zendstation Sabang
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
RADIO ZENDSTATION /
PEMANCAR
Dibangun oleh
Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1910 sebagai radio komunikasi dan
telegrafi antara Belanda dan wilayah koloninya
Di bawahnya terdapat tulisan Latin dan berbahasa Inggris
RADIO ZENDSTATION /
PEMANCAR
Radio zendstation/
Pemancar
its is built by
Netherlad colonial government in 1910 as communication radio and telegraf Between Netherlands and itc colonial region .
Sepenggal tulisan di prasasti itu sudah cukup menarik minat
penulis melakukan penelusuran dokumen dokumen tua yang tersimpan di
Holland.
Sosok Tokoh di Balik
Radio Zendstation Sabang.
Dr. Cornelius
Johannes de Groot, lahir di sebuah keluarga tua dan terkemuka di Den Helder,
Holland pada 27 Januari tahun 1883. Ayahnya bernama Balthazar de Groot dan ibunya bernama Maria Reinders. Setelah menamatkan pendidikan di tingkat HBS
( Setingkat SMU ), Cornelius melanjutkan pendidikan di Polytechnische Delft yang terkenal. Di kampus itu, Cornelius
termasuk mahasiswa terbaik. Setelah menggondol gelar Engineeuer bidang
elektronika arus lemah, dia pernah bekerja di beberapa perusahaan
elektronik raksasa, diantaranya Telefunken, Berlin, Jerman. Pada tahun 1906,
Cornelius berangkat ke Hindia Belanda untuk melakukan riset gelombang radio di
daerah tropis. Pada tahun 1910, Cornelius mendirikan stasiun radio pertama di
Hindia Belanda, di Sabang. Stasiun radio itu dinamakan Radio Zendstation Sabang, yang letaknya kelurahan Ie Meule. Stasiun
Radio Sabang dilengkapi dengan menara pemancar terbuat dari besi baja setinggi
75 meter. Siaran stasiun radio Sabang berada pada gelombang 380 dan 600
meter dengan Call Letter SAB.
Foto Dr. Cornelius Johannes de Groot,
pendiri Radio Zendstation Sabang
(Sumber: Google)
Foto Bangunan Radio Zendstation Sabang ketika
masih berfungsi.
(Sumber: Google)
Setelah dari Sabang, Cornelius berturut turut
mendirikan stasiun radio di Batavia, Cirebon, Makasar, Pare Pare, Situbondo,
Jawa Timur. Karya Cornelius yang paling monumental adalah stasiun radio
Malabar, di lingkungan perkebunan teh, Jawa Barat. Stasiun Radio Malabar
termasuk paling modern dan paling besar di Asia ketika itu ( 1920 ). Yang
lebih mengagumkan, di sela kesibukan mendirikan dan memimpin stasiun radio,
Cornelius merampungkan penelitiannya tentang gelombang radio di daerah tropis.
Hasilnya dituangkan ke dalam disertasi berjudul Radio - Telegrafie in de Troppen di bawah bimbingan Prof. Dr. C L van der Bilt, dengan
judisium Cum laude pada tahun 1916. Stasiun Radio Sabang tergolong memiliki
perangkat canggih dan berkekuatan tinggi, untuk kepentingan komunikasi di
kawasan pelabuhan bebas. Stasiun Radio Sabang dapat menyelenggarakan percakapan
dengan Holland dan Amerika. Pada tanggal 1 Agustus 1927 , Cornelius wafat di
kapal ketika sedang melintasi terusan Suez, Mesir dalam perjalanan ke Holland.
Dia meninggalkan seorang isteri bernama Antonia
Guhl. Cornelius pantas mendapat gelar Bapak
Radio Indonesia.
Peranan Radio
Zendstation Sabang di Awal Jaman Modern di Indonesia.
Tidak dapat disangkal teknologi nir
kabel dalam telekomunikasi ( telegraf dan radio ), telah mengubah wajah
peradaban secara signifikan. Pada awal abad XX bangsa Indonesia telah
bersentuhan dengan teknologi modern. Pelabuhan Sabang menjelma jadi salah satu
pelabuhan modern dan tersibuk di Nusantara. Manajemen pelabuhan sangat efisien
setara pelabuhan Tanjung Priok di Batavia dan pelabuhan New York, Amerika
Serikat, Rotterdam, Holland. Administrasi pemerintahan juga berlangsung lebih
efisien. Kecepatan penyebaran informasi ditingkatkan jadi super cepat. Melalui
stasiun radio, lalu lintas kapal selama perjalanan dapat dipantau terus hingga
sampai di pelabuhan tujuan. Nama Sabang
Maatschappij sebagai operator pelabuhan Sabang, terkenal ke seluruh dunia
karena kecanggihan sistem manajemennya. Teknologi radio juga mendorong
perkembangan peradaban secara umum. Pelabuhan Sabang jadi pelabuhan ke dua yang
punya peralatan derek kontainer setelah Tanjung Priok.
Pelabuhan Sabang juga dilengkapi dengan 2
jenis galangan kapal, yaitu jenis stasioner dan mobile ( apung ). Pada tahun
1920, Sabang sudah memiliki fasilitas telephone umum di pinggir jalan dan dapat
melakukan percakapan ke Eropa. Batavia sekalipun belum punya fasilitas seperti
itu. Pada saat yang sama, penduduk Sabang sudah menikmati film layar lebar yang
diputar di gedung bioskop. Begitu juga dengan kolam renang dengan sistem
sirkulasi. Semua fasilitas kehidupan kota modern itu hadir di Sabang
karena di dorong oleh keberadaan stasiun radio. Puncak kemakmuran penduduk
Sabang terjadi pada periode 1920 - 1942. Kisah penduduk Sabang " mandi parfum ", bukan omong
kosong, memang benar terjadi. Setiap tahun tepat pukul 00.00 menjelang
masuk tanggal 31 Agustus, meriam meriam di kapal perang Belanda menyalak
melepaskan tembakan salvo ke udara sebanyak 21 kali. Kemudian diikuti dengan
luncuran kembang api raksasa warna warni memenuhi cakrawala langit Sabang.
Dimulailah pesta besar perayaan ulang tahun Sri Baginda Ratu Wilhelmina.
Pagi harinya sampai malam diadakan pesta besar
dibeberapa titik strategis di kota Sabang. Semua penduduk Sabang boleh
menghadiri sambil menikmati hidangan mewah ala bangsawan Eropa. Hidangan caviar dari Laut Hitam dan anggur
terbaik dari Perancis tersedia dalam jumlah melimpah. Semua tamu tanpa kecuali,
ketika memasuki halaman gedung pesta, seluruh tubuhnya disemprotkan dengan
parfum mutu terbaik dari Paris. Alunan musik klassik dari gramophone dan
grup orchestra secara live memainkan nomor nomor legendaris dari para
komponis kelas dunia, seperti Ludwig
Bethoven, Amadeus Wolfgang Mozart, Johann Straus, Frederick Chopin dan
Tsaichovsky. Pesta dansa tidak ketinggalan turut memeriahkan pesta itu.
Stasiun Radio juga berfungsi sebagai jendela
penghubung Sabang dengan dunia luar. Lewat perangkat itu masyarakat Sabang dapat
bersentuhan dengan peradaban modern.
Foto Pelabuhan Sabang pada masa jayanya
(Sumber: museum Instituut de Troppen,
Amsterdam)
Foto Derek Container Pelabuhan Sabang. Alat
jenis ini hanya ada di tiga pelabuhan di dunia (Sabang, New York, dan Monrovia
di Liberia, Afrika Barat)
(Sumber: museum Instituut
de Troppen, Amsterdam)
Foto Telefon Umum dengan bentuk kamar bicara
yang artistik
(Sumber: museum Instituut de Troppen,
Amsterdam)
Percakapan Terakhir
Dari Stasiun Radio Sabang Yang Mengharukan.
Di suatu pagi subuh yang dingin pukul 04.00 waktu
Amsterdam, seorang ibu tua berdiri di lobby kantor telephone dan
telegraf. Dia menunggu dengan perasaan tegang, melihat petugas operator sedang
berusaha menghubungi stasiun radio Sabang. Terdengar suara petugas " Sabang sudah terhubung Nyonya ",
kata petugas dengan ramah pada si ibu yang menyambut dengan mata
berbinar. Dengan gemetar di kakinya yang kaku, ia meraih mikrofon, dan
kemudian ia mendengar, Oh....Tuhan....., ia mendengar suara anaknya.
" Hallo Sabang !,
....Hallo Sabang !...."
" Ya di sinilah
aku ".
" Hallo anak
baik, bagaimana kabarnya sayang ?", katanya dengan terisak.
" Aku baik baik
saja ibu. Bagaimana dengan ibu? . Hallo, banyak sekali yang ingin aku ceritakan
pada ibu".
" Anakku sayang,
ibu sudah menabung berbulan bulan. "Ini adalah gulden terakhir"
" Ibu, masih
empat tahun lagi sebelum aku pulang ke Holland. Ibu , aku akan
membawa pulang cucumu ". Beberapa saat kemudian ia mendengar suara
menggemaskan ..... Nenek......., nenek.......
" Hallo! "
" Ya Ibu, Di sini aku" Si Ibu tidak
menjawab. Si anak hanya mendengar isakan. lalu si ibu mendengar suara
tet....tet.....tet......tet.......tet....Suara telephone dari Sabang itupun
terputus untuk selamanya.
Pada saat itu muncul pesawat pembom milik
Angkatan Udara Kekaisaran Jepang menghajar kota Sabang termasuk stasiun
radio Sabang pada pukul 10.00 waktu setempat. (Sabang, akhir bulan Maret
1942 ). Anak dan cucu ibu tua itu tewas di stasiun radio tersebut. Potongan transkrip
percakapan di atas masih tersimpan rapi di arsip museum Instituut de Troppen, Amsterdam. Dalam serangan udara itu gedung
dan fasilitas perangkat radio Sabang hanya mengalami kerusakan sedikit. Gedung
itu hancur pada masa pasca kemerdekaan dan nasib perangkat radionya tidak
diketahui dengan pasti.
Radio Zendstation
Sabang Sebagai Inspirator Radio Rimba Raya.
Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia, Belanda melancarkan agresi pertama terhadap Republik Indonesia yang
masih balita. Kemudian diselenggarakan perjanjian Linggarjati pada tahun 1947.
Hasil perjanjian itu merugikan Indonesia, karena wilayahnya banyak menyusut.
Setahun kemudian Belanda kembali melancarkan agresi ke dua. Ibu kota
Jakarta diduduki Belanda dan Para pemimpin negara mengungsi ke Yogyakarta.
Yogyakarta akhirnya duduki Belanda dan Para pemimpin utamanya ditangkap dan
diasingkan ke luar Jawa. Presiden Sukarno memberi mandat pada Syafruddin Prawiranegara untuk
mendirikan Pemerintah Darurat Republik
Indonesia di Bukit Tinggi.
Di medan tempur, TNI terus terdesak. Panglima
Besar Jenderal Sudirman memimpin langsung perang gerilya melawan pasukan
Belanda. Di bidang diplomasi, posisi Indonesia juga makin melemah. Sementara
itu Belanda gencar mengkampanyekan melalui siaran Radio Hilversum, di Belanda, bahwa Republik Indonesia sudah tamat
riwayatnya. Pemerintahan sudah bubar, para pemimpinnya sudah menyerah dan
ditawan oleh Belanda. Perlawanan dari TNI sudah dipadamkan. Dalam siaran radio
pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda menyatakan kepada dunia bahwa Republik
Indonesia sudah lenyap dari muka bumi.
Sekonyong konyong pada tanggal 20 Desember
1948, muncul siaran radio dari tempat yang tidak dikenal sebelumnya yang
menyiarkan berita sebagai berikut : "
Republik Indonesia masih ada, karena Pemimpin Republik masih ada Tentara
Republik masih ada, wilayah Republik masih ada, dan disini adalah
Aceh." Siaran itu dipancarkan dari tengah hutan rimba di dekat desa
Rimba Raya, Kecamatan Timang Gajah, Sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten
Bener Meriah. Kekuatan pemancar itu mencapai 1 kilo watt, menggunakan
frekuensi 16,25 dan 61 meter. Siaran itu dapat ditangkap oleh radio yang berada
di Malaysia, Singapura, Saigon ( Vietnam ), Manila ( Filipina ), bahkan
Australia dan Eropa. Berita itu disiarkan dalam 5 bahasa yaitu Inggris,
Indonesia, Cina, Urdu dan Arab. Personil yang berada di balik siaran radio itu
adalah William Schult, tentara Inggris
yang bersimpati dengan perjuangan bangsa Indonesia, Letnan Satu Chandra dan
Sersan Nagris, berkebangsaan India, Abu Bakar, dari Pakistan, Letnan Satu
Abdullah, warga negara Inggris. Radio itu kemudian terkenal dengan nama Radio Rimba Raya. Siaran rutin radio
itu dimulai dari pukul 15.00 - 18.00 waktu setempat.
Siaran Radio Rimba Raya dengan telak telah
mematahkan kampanye Belanda dalam membentuk opini publik. Justru kemudian
Radio Rimba Raya berhasil membentuk opini dunia bahwa Republik Indonesia masih
eksis. Siaran Radio Rimba Raya sering didengar oleh Perdana Menteri India yang kharismatik
Pandit Jawaharlal Nehru.
Nehru gencar melobby negara negara besar untuk menggiring Belanda kembali ke
meja perundingan. Akhirnya diadakan Perundingan Meja Bundar di Den Haag antara
Indonesia dengan Belanda yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Negara Republik
Indonesia Serikat, yang di dalamnya ada Republik Indonesia. Pada masa
perjuangan kemerdekaan, Aceh adalah satu satunya wilayah Republik yang tidak
pernah berhasil dikuasainya. Para pejuang Aceh paham benar akan kekuatan
dahsyat radio dalam pembentukan opini publik. Pengetahuan dan pemahaman itu
didapat dari keberadaan Radio Zendstation Sabang.
Stasiun Radio Sabang telah menginspirasi
pemimpin perjuangan seperti Tengku
Mohammad Daud Beureueh, Kolonel Hussein Saleh, Tengku Amir Hussein Al
Mujahid untuk berusaha keras membangun stasiun Radio Rimba Raya. Tidak
dapat diabaikan peran besar Mayor John
Lie dari kesatuan Angkatan Laut Republik Indonesia dalam membangun
stasiun Radio Rimba Raya. Kelak mayor John Lie dapat mencapai pangkat Laksamana
Muda. Radio itu telah menyelamatkan Republik di saat genting. Perangkat radio
Rimba Raya sekarang tersimpan di salah satu ruang pamer koleksi Museum Perjuangan, Yogyakarta. Pada
tanggal 27 Oktober 1987 diresmikan Monumen Radio Rimba Raya di tapak lokasi
keberadaan stasiun radio itu di masa lalu. Peran Radio Rimba Raya tidak kalah,
bahkan lebih besar dari Serangan Umum 1
Maret 1949 oleh Letnan Kolonel Suharto yang hanya berlangsung selama 6 jam.
Radio Rimba Raya telah diperlakukan tidak adil dalam penulisan sejarah di
Indonesia. Siaran Radio Rimba Raya terus mengudara selama setahun lebih sampai
awal tahun 1950. Perangkat radio itu sekarang hanya teronggok di museum tanpa
perawatan memadai.
Foto monumen Radio Rimba Raya di Kabupaten Bener Meriah
(Sumber: Google)
Epilog
Dalam kunjungan yang terakhir di Sabang,
penulis duduk di tapak lokasi Radio Zendstation Sabang, merenungkan semua hasil
penelusuran sumber sumber tertulis tentang stasiun radio itu. Sabang benar
benar unik dan istimewa. Selama tahun tahun bertugas di sana penulis banyak
menemukan hal hal penting yang berhubungan dengan kejadian penting, dramatis,
tragis tentang riwayat seorang atau komunitas. Penulis beruntung masih dapat
menelusuri kembali sumber tertulis atau pelaku sejarah yang menjadi nara
sumber, sehingga objek artefak atau monumen yang bagi kebanyakan orang
dianggap sebagai barang biasa tidak bernilai, ternyata sangat berharga. Benda
benda itu dapat berbicara banyak tentang riwayat tempat berikut penghuninya.
Semua pengetahuan yang didapat diharapkan dapat membuat kita lebih dewasa dan
bijak menjalani hidup ini. Masa lalu memang menarik untuk dikunjungi dan dari
sana kita membawa sesuatu berupa pelajaran hidup. Pelajaran itulah harta karun
yang sesungguhnya, yang membuat hidup kita makin kaya, makin bijak dan penuh
warna.
Comments
Post a Comment