RENUNGAN DARI THE HOMELAND OF JAVA MAN
Prolog
Setiap orang
yang berkunjung ke Museum Manusia Purba di Sangiran, Jawa Tengah niscaya dibuat kagum dengan
adikarya anak bangsa Indonesia. Museum
itu memadukan keunikan lanskap, perbukitan, lembah, aliran sungai Cemoro yang berjasa mengikis
lapis demi lapis stratrigrafi dome
sangiran sehingga tersingkap aneka fosil flora, fauna dan manusia serta berbagai peralatan
dari batu. Tidak cukup sampai di situ, museum itu juga menyuguhkan kecanggihan desain
arsitektural, teknologi material dan
rekayasa rekonstruksi replika koleksi, teknologi digital, teknologi audio visual, tata lampu dan pencahayaan. Tidak kalah penting adalah kemampuan meramu
informasi dari hasil riset lintas abad dari puluhan pakar mumpuni dalam bentuk
narasi padat, singkat berkualitas
premium yang menyertai tiap koleksi, replika, diorama yang tersusun rapi, sistematis dan harmoni. Semua itu masih dilengkapi lagi dengan
keramahan dan senyuman dari para pemandu pengunjung museum yang tetap
profesional dalam bekerja walaupun dilanda kelelahan.
Salah satu
keistimewaan museum Sangiran adalah memadukan suasana in door dan out door dalam satu kesatuan dengan membangun museum
yang terdiri beberapa cluster di
areal ratusan hektar, diantaranya
cluster Krikilan, Dayu, Ngebung. Tiap cluster punya ciri khas yang saling
melengkapi. Semua keunikan itu mampu
melemparkan diri dan imajinasi kita secara total ke dalam lorong waktu hingga 2
juta tahun lalu, ketika bumi sangiran
masih berupa lembah berawa dangkal, berlumpur dan menjadi hunian ideal bagi
berbagai biota. Pengembaraan imajiner
itu menghasilkan berbagai pertanyaan, diantaranya : Seberapa banyak persamaan atau perbedaan antara kita sebagai penghuni
bumi terkini dengan para pendahulu kita?. Pertanyaan itu melontarkan kita lebih jauh
lagi menyusuri lorong waktu hingga 4 juta tahun lalu di padang sabana
Afrika Timur. Di tempat itulah jawaban
pertanyaan di atas dapat ditemukan. Di
sana para pendahulu kita mulai belajar dan membiasakan berjalan tegak, turun dari pepohonan, memulai karir sebagai pelanja sejati. Berjalan
tegak adalah salah satu titik terpenting dalam perjalanan evolusi manusia. Dari sanalah mulai disemai benih benih sifat
sifat dasar kemanusiaan kita. Sifat
sifat dasar kemanusian itu adalah membuat dan menggunakan peralatan, kesadaran diri, akal budi, sistem sosial, bahasa lisan. Ironisnya, sifat sifat itu justru dijadikan TEMBOK PEMISAH antara kita dengan
para pendahulu kita. Tembok itu
dibangun para pakar dari abad lalu yang akibatnya masih terasa hingga kini, yang membuat kita seolah olah terpisah sangat
jauh dengan para pendahulu kita, menempatkan kita seolah olah sebagai mahluk VVIP di alam ini. Penyekat itu telah mengaburkan pandangan kita,
sehingga sulit menerima fakta alam yang
sudah begitu terang benderang. Beberapa
pakar terbaik tanpa kenal lelah membongkar tembok pemisah itu sehingga kita
kembali dapat mengenali jati diri manusia dan hasilnya . . . . . . . . . . . . ternyata
kita sangat sangat dekat dengan para pendahulu kita dan dengan para sepupu kita. Para pakar tersebut juga menyadari bahwa
temuan hasil kerja keras mereka akan diterima dengan skeptis, cibiran, cemoohan bahkan kemarahan dari mayoritas
penghuni planet bumi yang sudah terlajur merasa nyaman dengan status VVIP nya
di alam ini. Sebagai insan berfikir, marilah sejenak kita kesampingkan perasaan
VVIP itu untuk dengan pikiran terbuka tanpa prasangka, menyimak argumentasi yang disertai bukti fisik,
otentik yang diajukan para pakar
tersebut. Setelah itu silahkan pembaca
menentukan sikap dan pilihan.
Runtuhnya Mitos Tembok Pemisah
Para pakar
dari abad abad lalu yakin bahwa manusia adalah sosok penghuni bumi yang
istimewa, memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki mahluk lain. Jika
berbicara tentang alam, maka otomatis
terpikirkan di benak kita, bahwa
manusia tidak termasuk di dalamnya. Berkat kemampuannya yang jauh di
atas mahluk, manusia memiliki status
khusus sebagai mahluk serba paling
dalam multi aspek kehidupan, merasa
VVIP. Sebagai mahluk pendatang
relatif baru di bumi ( 4 juta tahun lalu ), manusia dengan lantang berkata " Keberadaan alam ini ditentukan oleh
keberadaan kami. Jika kami sudah tidak
ada, maka alam ini juga akan hancur (
kiamat )". Manusia tidak tahu
bahwa sebelum kemunculannya di bumi, sudah ada ribuan spesies datang dan pergi, dan setelah kepunahan manusia spesies Homo
Sapien kelak, akan disusul dengan
kemunculan spesies spesies lain. Semua
mahluk termasuk manusia boleh saja datang dan pergi ( punah ), tetapi kehidupan
jalan terus.
Begitulah yang sudah diperlihatkan oleh
alam selama 13 milyar tahun keberadaannya. Ada beberapa kemampuan manusia yang
selama ini diyakini kebenarannya telah menjadi faktor pembeda dan dijadikan
tembok pemisah abadi antara manusia dengan mahluk lain. Selama ribuan tahun, tidak ada orang yang mempertanyakan kebenaran
anggapan yang sudah menjadi mitos. Sejak
5 dekade terakhir beberapa pakar terkemuka dari berbagai bidang keilmuan mulai
menggugat keabsahan mitos tersebut. Secara perlahan tapi pasti, satu demi satu tembok itu rontok, oleh berbagai riset empirik yang
dilakukan para pakar dengan ketekunan dan ketelitian luar biasa dan hasilnya
dapat dikonfirmasi oleh siapapun.
1. Membuat dan
menggunakan peralatan.
Sampai
beberapa dekade lalu, kemampuan membuat
dan menggunakan peralatan dianggap khas milik manusia. Fisik manusia memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan itu, manusia menciptakan berbagai jenis peralatan
untuk memudahkan hidupnya. Peralatan
adalah perpanjangan dari fisik manusia. Penciptaan peralatan dimulai dari yang paling
sederhana dari aspek bentuk, bahan, teknik pembuatan, fungsi hingga yang paling rumit dan canggih. Proses itu berlangsung selama jutaan tahun. Semakin canggih peralatan yang diciptakan, semakin menjauhkan manusia dari alam. Sejak dekade 60 an abad XX, para ahli melakukan pengamatan cermat terhadap
perilaku beberapa jenis primat, seperti
kera besar, orang utan, simpanse. Ternyata beberapa jenis primat itu juga mampu
membuat dan menggunakan peralatan, walaupun masih dalam bentuk yang paling
sederhana. Peralatan itu dibuat tanpa
menggunakan pola yang sistematis. Ketika
mereka membuat alat yang sama pada kesempatan berbeda, tidak menghasilkan bentuk yang sama persis
seperti alat yang dibuat sebelumnya. Penelitian eksperimen yang sangat cermat
dilakukan oleh Nicholas Toth dalam
proses pembuatan alat alat batu yang ditemukan dalam ekskavasi arkeologi yang
telah dipastikan berusia jutaan tahun. Toth melakukan serangkaian percobaan untuk
membuat alat batu dari jaman paleolitik. Setelah melakukan percobaan sebanyak ribuan
kali dan melakukan pengamatan, pencatatan dan penggambaran yang sangat teliti,
diperoleh kesimpulan yang luar biasa. Untuk menghasilkan bentuk alat batu yang sama
seperti yang ditemukan ahli arkeologi dari masa 2 juta tahun lalu, hanya dapat dilakukan oleh mahluk yang sudah
cenderung menggunakan tangan kanan, bukan kidal. Kesimpulan ini didapat dari kajian kekuatan
daya pukul, sudut arah datangnya pukulan,
bentuk dan ukuran serpihan yang
dihasilkan. Dua bongkah batu dipegang
oleh masing masing tangan, tangan kiri
relatif diam, menahan benturan batu di
tangan kanan yang aktif bergerak dengan sudut arah pukulan 30 - 45°. Efek pukulan seperti itu menghasilkan bentuk
perkakas dan alat serpih yang banyak ditemukan arkeolog di situs situs jaman
prasejarah. Berarti sejak kemunculan
Homo Erectus awal, sudah ada kecenderungan
menggunakan tangan kanan. Sekarang,
90% manusia modern cenderung menggunakan
tangan kanan. Kesimpulan ini memiliki
implikasi penting dalam bidang lain yang akan diuraikan lebih jauh. Penelitian Toth menunjukkan ada kesinambungan
level kemampuan membuat alat dari primat ( orang utan, simpanse ) yang tidak berpola sistematis, ke arah yang lebih berpola sistematis pada
Homo Erectus. Artinya kemampuan membuat
dan menggunakan alat tidak muncul tiba tiba, mendadak pada manusia jenis Homo Sapien, tapi sudah dirintis sejak dari primat yang
lain dan disempurnakan oleh Homo Erectus dan Homo Sapien.
2. Kesadaran Diri
Selama
ribuan tahun kesadaran diri dianggap monopoli milik manusia. Baru pada akhir dekade 60 an abad XX, pandangan ini berubah berkat riset brilian
yang dilakukan Gordon Gallup, psikolog ternama dari State University of New
York, Albany. Gagasan dasar Gallup adalah, jika seseorang atau mahluk lain memiliki
kemampuan mengenali dirinya sendiri, maka ia memiliki kepedulian dengan dirinya. Gallup merancang eksperimen yang melibatkan
beberapa jenis primata seperti gorila, orang utan, monyet, simpanse dan beberapa jenis mamalia seperti
anjing dan kucing. Semua hewan itu
dihadapkan dengan sebuah cermin secara bergantian. Secara terpisah dan waktu yang berlainan semua
hewan itu diberi noktah merah di keningnya, kemudian dihadapkan di depan cermin. Gallup mengamati dan mencatat reaksi tiap
hewan. Semua hewan itu awalnya terheran
heran melihat bayangan di cermin, tetapi
mereka memberikan reaksi berbeda beda. Simpanse dan orang utan melihat bayangan
dirinya di cermin sambil memegang noktah merah di keningnya sendiri tanpa
menyentuh cermin. Gorila dan monyet
memegang cermin tanpa memegang keningnya sendiri. Anjing dan kucing memberikan reaksi tingkah laku
sembarang dan membosankan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa simpanse dan orang utan jelas mengenali bayangan diri di
cermin adalah dirinya sendiri sedang hewan lain termasuk gorila dan monyet
tidak mengenali dirinya di cermin itu. Gallup membuktikan bahwa kesadaran diri
juga dimiliki mahluk lain, bukan
monopoli manusia.
3. Akal Budi
Sangat sulit
menggusur pandangan bahwa manusia adalah pemilik tunggal akal budi di alam ini.
Butuh ketekunan tingkat tinggi dalam
melakukan riset panjang selama bertahun tahun untuk meyakinkan komunitas
ilmuwan bahwa manusia bukan penyandang status tunggal mahluk berakal. Posisi mahluk berakal sangat berkaitan dengan
kesadaran diri. Richard Byrne dan Andrew Whiten, dua orang pakar perilaku primat dari University
St Andrew, Skotlandia, melakukan riset penting pada tahun 1989. Riset itu bertujuan untuk mengoperasionalkan
konsep akal budi pada hewan, terutama
yang tergolong Ordo Primat. Salah satu konsep penting yang dihasilkan dari
riset mereka adalah konsep Tactical
Deception ( Penipuan Sejati ). Riset
Byrne dan Andrew dilakukan di pegunungan Darkensberg
di Aftika Selatan pada berbagai kumpulan Orang Utan, Babon, Kera, Monyet, Gorila dan beberapa kelompok satwa liar jenis
mamalia. Salah satu contoh kasus yang dilaporkan adalah penipuan yang
dilakukan oleh seekor babon remaja yang diberi nama Paul. Paul melihat seekor babon wanita dewasa yang
diberi nama Mel sedang menyantap ubi jalar dan tertarik untuk ikut menikmati
ubi itu, tetapi tidak berani
melakukannya. Paul merancang siasat, berteriak minta tolong kepada induknya, seolah olah dirinya diserang oleh Mel. Ibu Paul segera menyerang Mel, yang kemudian lari tergesa gesa meninggalkan
ubi jalarnya. Ketika Mel lari, maka Paul lantas menyambar ubi jalar dan
langsung memakannya. Masih dapat
diperdebatkan apakah tindakan Paul adalah penipuan sejati atau sesuatu yang
mudah dicontoh dari peristiwa serupa pada waktu berlainan dan lalu ditiru oleh
Paul. Artinya Paul tidak punya daya
imajinasi untuk merancang tindakan penipuan sejati. Kemudian Byrne dan Andrew minta bantuan para
rekan sesama ahli perilaku primat untuk menginventarisasi berbagai kasus mirip
yang pernah diamati. Ada 253 kasus yang
masuk dan setelah melalui penyaringan ketat, didapatkan 16 kasus yang dianggap benar benar
memenuhi persyaratan penipuan sejati. Salah satu kasus paling fenomenal adalah
yang dilaporkan oleh ahli primatologi asal Belanda bernama Frans Plooij yang daerah penelitiannya di Gombe Stream Reserve, Tanzania.
Di sebuah
pelataran terbuka yang dikelilingi pepohonan, terdapat sekawanan simpanse yang direkam oleh
kamera tersembunyi. Oleh peneliti
diletakkan sebuah peti yang dapat ditutup dan dibuka secara mekanis. Di dalam peti diletakkan beberapa buah pisang
segar. Seekor simpanse mendekati peti
dan membukanya. Sebelum pisang itu
sempat diambilnya, datang simpanse lain
mendekatinya. Segera simpanse pertama
menutup peti dan dengan santai meninggalkan peti dan simpanse ke dua, seolah olah ingin mengatakan bahwa tidak
ada yang menarik dengan isi peti itu. Simpanse ke dua melihat rekannya pergi
menghilang di balik rimbunan pepohonan. Simpanse ke dua lalu berjalan pergi ke
arah berlawanan. Setelah beberapa waktu
Kemudian, simpanse pertama kembali
mendekati peti sambil celingukan ke segala arah , memastikan tidak ada rekan yang memantau
tindakannya. Ketika merasa aman, simpanse pertama segera mengambil pisang di
dalam peti. Pada waktu bersamaan, bermunculan kawanan simpanse mengerubuti
simpanse pertama. Tidak diragukan lagi
ini adalah sangat jelas merupakan tindakan penipuan sejati. Sebuah bukti lagi dengan telak telah
merontokkan sebuah mitos besar yang selama ini dipelihara terus demi status istimewa manusia.
4. Sistem Sosial
Bagi
pengamat awam sekalipun, jika beberapa
jam berada di tengah kumpulan primat, dapat memahami pentingnya interaksi sosial di
antara kawanan itu bagi anggotanya. Pakar primatologi Dorothy Cheney dan Robert Seyfarth dari University of Pennsylvania
telah melakukan riset jangka panjang di bebeŕapa kawanan monyet di Amboseli National Park, Kenya. Seekor betina bernama Newton melompat ke arah
monyet lain bernama Tycho , sambil
berebut buah. Saudara Newton bernama
Charing Cross datang membantu. Pada saat yang sama saudara Tycho bernama
Holborn yang sedang makan pada posisi 18 meter dari tempat kejadian, juga ikut diserang oleh saudara Newton yang
lain. Kejadian yang bermula dari konflik
antara dua individu, dengan cepat
melebar melibatkan kawan dan kerabat.
Cheney dan
Seyfarth menjelaskan bahwa monyet monyet itu tidak hanya harus memperkirakan
perilaku monyet lain, tetapi juga harus
memperhitungkan hubungan satu sama lain. Seekor monyet yang dihadapkan pada kerusuhan
terpola ini tidak dapat berpuas diri hanya dengan sekadar mengetahui siapa yang
lebih kuat atau lebih lemah darinya, dia
juga harus tahu siapa bersekutu dengan siapa dan siapa yang mungkin membantu
lawannya. Sekarang para pakar
primatologi tahu bahwa jaringan persekutuan dalam kawanan primat luar biasa
kompleks. Mengenali kerumitan semacan
ini cukup sulit dikuasai oleh individu agar sukses. Pekerjaan ini jadi lebih sulit lagi dengan
adanya perubahan persekutuan yang terus menerus, manakala individu individu terus menerus
berupaya meningkatkan pengaruh politisnya. Mereka selalu berbuat yang terbaik demi
kepentingannya dan kepentingan kerabatnya. Individu individu kadang kala menyadari bahwa
lebih menguntungkan memutuskan hubungan persekutuan yang sedang berjalan dan
membentuk persekutuan baru, sekalipun barangkali dengan seteru sebelumnya.
Oleh karena itu anggota anggota kawanan
mendapati diri mereka di tengah tengah pola persekutuan yang sifatnya cair dan
berubah ubah. Suatu kecerdasan
yang tajam diperlukan untuk melakukan permainan yang terus berubah ubah ini
yang oleh pakar psikologi dari Cambridge University bernama Nicholas Humphrey dirujuk sebagai Social Chess ( catur sosial ). Para pemain catur wajib memiliki kecerdasan, karena bukan saja buah catur berganti
identitas tanpa terduga, kuda menjadi
menteri dan pion menjadi benteng, tetapi
terkadang sekutu juga menyeberang menjadi musuh. Pemain catur sosial harus siaģa terus menerus,
mengincar keuntungan potensial, waspada terhadap kerugian tak terduga. Bagaimana cara mereka melakukannya?. Tantangan individu dalam masyarakat primat
adalah mampu meramalkan perilaku individu lain, dengan memiliki satu bank mental raksasa di dalam otak
mereka, yang menyimpan semua tindakan
yang mungkin dilakukan sesama anggota kawanan mereka dan tindakan tindakan
mereka sendiri. Jika individu mampu
mengontrol perilakunya sendiri, dengan ekstrapolasi, maka mungkin mereka akan mampu meramalkan
perilaku individu lain dalam keadaan yang sama. Runtuhnya tembok ke empat ini sungguh membuat
banyak orang merasa galau, gelisah, cemas. Agaknya keruntuhan tembok terakhir ( bahasa
lisan ) hanya tinggal menunggu waktu saja.
5. Bahasa Lisan
Evolusi
bahasa lisan adalah titik penting dalam jaman prasejarah. Dengan bahasa, manusia dapat menciptakan berbagai dunia jenis
baru di alam kesadaran dan dunia yang kita ciptakan serta nikmati bersama orang
lain yang kita sebut budaya. Para filsuf
telah lama memikirkan dunia bahasa secara mendalam, tetapi sebagian besar pengetahuan kita tentang
bahasa baru muncul dalam waktu 4 dekade terakhir. Ada dua golongan pendapat tentang sumber
evolusi bahasa. Yang pertama menganggap
bahasa adalah ciri unik manusia yang timbul sebagai efek langsung dari ukuran
otak yang makin membesar. Bahasa
dianggap baru muncul dalam waktu 35. 000 tahun lalu, ketika ambang kognitif terlampaui. Kelompok ini dimotori oleh Noam Chomsky, pakar linguistik dari Masachussetes Institute of Technology, Boston. Pandangan ke dua beranggapan bahwa kemampuan
manusia berbahasa tidak muncul mendadak pada masa yang belum lama berlangsung ,
tetapi sudah berlangsung lama
sekali melalui proses yang panjang. Pandangan ini disokong penuh oleh Steven Pinker, juga ahli linguistik dari tempat yang sama
dengan Chomsky. Perdebatan seru ke dua
kelompok itu berlangsung sengit. Salah
satu pokok pangkal perdebatan itu adalah kapan
dan bagaimana mekanisme proses munculnya bahasa lisan. Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus
meninjau bukti fisik anatomis yang berhubungan dengan munculnya kemampuan
berbahasa.
Komponen anatomi yang
berhubungan dengan bahasa adalah:
- Volume Otak.
- Posisi laring pada leher
Pada semua mamalia kecuali manusia
letak laringnya di bagian atas leher. Jika posisi laring di atas, membentuk rongga suara yang sempit, sehingga hanya dapat menghasilkan sedikit
variasi bunyi. Sebaliknya letak laring
pada manusia di bawah, sehingga
menghasilkan rongga suara yang lebar dan menghasilkan variasi bunyi yang lebih
banyak. Kondisi ini mendukung munculnya
kemampuan berbahasa pada manusia. Apakah
Homo Erectus juga memiliki laring yang rendah?. Semua tulang yang berhubungan
dengan suara adalah tulang rawan yang rapuh sehingga tidak meninggalkan
jejaknya pada fosil. Kita masih
beruntung, walaupun bukti fosil letak
laring tidak ada, tetapi ada tulang yang
berhubungan dengan rongga suara yang meninggalkan bekasnya pada fosil, yaitu tulang basikranium, yaitu tulang
atap tengkorak bagian dalam. Jika tulang
basikranium bentuknya melengkung, berarti pemiliknya memiliki rongga suara yang
besar. Hasil penelitian tulang
basikranium Homo Erectus ternyata melengkung, sama seperti manusia modern.
- Area Broca
Broca adalah tonjolan yang terdapat
pada pelipis kiri manusia. Area Broca
adalah bagian jaringan saraf yang mengendalikan kemampuan bicara. Semua manusia memiliki tonjolan
area Broca. Jika fosil Homo Erectus juga
memiliki area Broca, maka dapat
dipastikan mahluk itu juga punya kemampuan bertutur. Dalam fosil Homo Erectus terdapat bekas
cetakan adanya tonjolan pada area Broca, sehingga tidak diragukan lagi kalau Homo
Erectus juga sudah mampu berbahasa lisan. Uraian di atas telah menghancurkan tembok
pembatas antara kita dengan para pendahulu kita. Ternyata kita bukan satu satunya mahluk
yang memiliki kemampuan istimewa, kita tidak sendiri menikmati posisi VVIP. Pukulan telak berikutnya datang dari ilmu
genetika. Berdasarkan riset riset di
bidang genetika, tingkat persamaan kita
secara genetik dengan simpanse mencapai 98, 5%, 99%
dengan Homo Erectus dan 99, 5% dengan Homo Neanderthal.
EPILOG
Pengembaraan imajiner di Museum
Manusia Purba di Sangiran telah membawa pencerahan yang mendekatkan kembali
kita dengan para pendahulu kita. Kita
pernah dipisahkan dengan mereka hanya oleh sebuah mitos yang kebenarannya tidak
dapat dikonfirmasi secara empirik. Pemisahan itu telah membuat kita berjarak
sangat jauh dengan para pendahulu kita, sehingga kita merasa terasing sendiri di alam
ini. Berkat upaya keras tidak kenal
lelah dari para pakar yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan, posisi kita sudah didekatkan kembali dengan
para pendahulu kita. Di sini secara
khusus disampaikan ucapan terima kasih dan salute untuk menghormati mereka
dan terima kasih juga disampaikan kepada para pembaca yang telah
meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini
Masih saja ada skeptis di pemikiran saya untuk pemahaman seperti ini, karena teori evolusi tidak jelas secara fundamental untuk memahami asal usul manusia ini dan asal usul dunia ini. Ini hanya mengasumsi kan bahwasanya manusia itu memiliki hubungan"genetik yang sangat erat dengan simpanse orang utan dsb. Saya sendiri ber paradigma emang kalau dari segi fisik mahluk terdekat dengan kita (manusia) adalah primata seperti org utan tetapi dari segi bernalar seperti filsafat dia belum bisa seperti kita apalagi memahami tentang teologi. Tetapi saya sangat mengapresisasi tulisan bapak ini karena telah menjadi refrensi saya
ReplyDelete