GEDUNG FISIP USU DITINJAU DARI ASPEK QUALITY, HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENT ( QHSE )


Tulisan ini dimulai dengan pemaparan Dalil Bergovzsky yang mengatakan " Segala kejadian yang mungkin dapat terjadi,  maka pasti akan terjadi".  Tidak ada kejadian yang tunduk pada ketetapan hukum alam 3 dimensi yang tidak terjadi,  tetapi belum terjadi.  Dengan kerangka dan konteks dalil Bergovzsky  ini ,  pembahasan mengenai QHSE gedung FISIP USU dilakukan.
Tampilan gedung FISIP USU seperti yang disaksikan hari ini adalah  hasil proses evolusi selama 3 dekade.  Dimulai dari tiga gedung,  sekarang berkembang menjadi 8 gedung.  Harus diakui,  pihak Manajemen FISIP USU yang sekarang walaupun masih berusia singkat,  namun sudah banyak berbuat,  sehingga mengubah wajah kompleks FISIP secara signifikan.  Upaya tersebut patut diapresiasi.  Kekurangan yang ditampilkan dalam tulisan ini,  sebagian besar bukan disebabkan oleh kesalahan manajemen FISIP USU yang sekarang ataupun manajemen sebelumnya.  Aspek yang dibahas dalam konteks gedung di kompleks FISIP USU,  menyangkut mutu keamanan,  keselamatan,  lingkungan para penghuni,  penggunanya.
Dari observasi dan kajian bidang QHSE,  dan Leadership on Energy and Environmental Design ( LEED) dapat diidentifikasi beberapa kelemahan yang dapat diperbaiki untuk penyempurnaan di masa depan.   
Adapun kelemahan itu dapat dikelompokkan ke dalam beberapa golongan : 

1.  Kesalahan Desain dan Struktur Bangunan.
Kesalahan di bidang ini sudah terjadi sejak perencanaan,  sebelum pembangunan dimulai.  
Kesalahan pada desain dan struktur terlihat jelas pada :  

 Komponen bangunan tangga beton untuk mencapai lantai di  atasnya.
Lebar tiap landasan pijakan pada anak tangga,  ukurannya tidak memadai.  Orang yang memiliki ukuran tapak kaki / nomor sepatu lebih besar dari 42,  akan kesulitan naik dan turun tangga,  terutama ketika turun.  Jika turun dengan posisi tubuh lurus menghadap ke depan,  tubuhnya dapat jatuh,  karena lantai anak tangga tidak dapat menopang seluruh telapak kaki,  sementara titik berat tubuh,  condong ke depan.   Biasanya orang dengan ukuran  telapak kaki panjang,  ketika turun tangga,  akan  memiringkan tubuh dan posisi tapak kaki,  agar terhindar dari kecelakaan.  Ukuran lebar anak tangga dan jarak selisih ketinggian anak tangga harus dapat mengakomodasi ukuran tubuh penggunanya.  Pertimbangan aspek keselamatan harus diletakkan di atas segalanya termasuk pertimbangan biaya  pembangunannya.

Posisi Arah  Buka Tutup Daun Pintu.
Semua daun pintu di gedung FISIP USU ,  bahkan mungkin sebagian besar gedung di Republik,  menutup dan membuka ke arah dalam ruangan,  bukan ke arah luar ruangan.  Keadaan ini sangat mengkhawatirkan jika terjadi peristiwa cathastropis seperti kebakaran besar,  atau gempa bumi bermagnitude tinggi,  di atas 7 SR.  Semua orang yang kebetulan berada di dalam ruangan,  secara serempak  berhamburan ke arah pintu untuk menyelamatkan diri.  Orang pertama yang menggapai gagang pintu,  otomatis akan memundurkan  tubuhnya agar ada ruang untuk membuka pintu.  Pada saat yang sama kerumunan orang yang ada di belakangnya mendorong tubuhnya kembali ke depan.  Akibatnya,  tubuh orang yang sedang memegang gagang pintu,  tergencet di daun pintu.  Atau dapat juga terjadi kemungkinan lain,  ketika dia mendorong tubuh ke arah belakang dengan kuat,  orang yang berada di belakangnya akan sempoyongan dan roboh,  selanjutnya akan terinjak oleh oleh kerumunan orang yang berada dibelakangnya.  Kegaduhan di pintu membuang waktu lebih dari 1 atau 2 menit.  Dalam situasi seperti  itu,  waktu dalam hitungan detik sekalipun,  sangat berharga untuk menyelamatkan manusia sebanyak mungkin.  Kejadian yang diprediksi dapat terjadi,   dapat  dieliminir jika arah buka - tutup daun pintu dibuat ke arah luar ruangan. 

2.  Kelalaian Aspek Maintenance.

Semua komponen bangunan berikut fasilitasnya harus mendapat perawatan rutin,  terutama yang bersifat elektrik mekanikal.  Bangsa  Indonesia  punya kelemahan mendasar pada aspek pemeliharaan/ perawatan.  Mampu membangun atau membeli,  tetapi lemah dalam pemeliharaan.  Penggunaan kipas angin yang diletakkan pada plafon di tiap ruangan kelas,  tetapi tanpa perawatan memadai amat mencemaskan keselamatan semua pengguna ruangan tersebut.  Perangkat itu sangat jarang diperiksa / diuji kelayakannya sejak pertama  kali dipasang.  Indikasi  hal itu terlihat dari debu hitam dan tebal yang menempel pada bilah kipas/ baling baling.  Kalaupun pernah dibersihkan dengan kain lap,  tetapi tidak pernah diperiksa oleh mekanik profesional soal kelaikannya.  Peralatan mekanis dan elektrik yang rutin beroperasi pasti menimbulkan gesekan  antar komponen dari bahan metal,  pasti  membutuhkan bahan pelumas.  Oleh karena itu dibutuhkan tindakan  perawatan rutin.  Menurut kajian material science and technology semua peralatan dari bahan apapun,  terutama metal jika  digunakan terus menerus,  pasti akan mengalami fatique ( patah lelah). Jika terjadi patah lelah atau ada baut  pengikat yang longgar,   di saat kipas angin sedang berputar kencang dengan kecepatan penuh,  tidak dapat dibayangkan akibatnya.  Mungkin ada penghuni yang cedera serius atau bahkan tewas.  Selain kipas angin,  juga banyak saklar listrik dan stock kontak yang longgar atau tanggal dari posisinya.  Hal ini tentu dapat menimbulkan kortsluiting ( hubungan pendek ) yang dapat memicu timbulnya kebakaran.  Mulai sekarang Bagian Perlengkapan harus bersikap pro aktif mengidentifikasi titik tik yang berpotensi menimbulkan bahaya.  Tentunya juga diharapkan sikap yang sama dari seluruh warga FISIP USU.

3.  Ketiadaan Peralatan Apar
Mencegah lebih segala galanya dari penanggulangan.   Manajemen modern lebih mengutamakan upaya preventif  dan kuratif dari penanggulangan atau pemberantasan,  karena biayanya jauh lebih murah.  Seharusnya di titik titik vital seperti bagian pendidikan,  keuangan yang menyimpan berbagai data / infofmasi penting,  tersedia alat pemadaman api ringan ( APAR) berikut alat pelindung diri ( APD).  Di dalam ruangan yang vital,  perlu dilengkapi dengan peralatan sprinkel. Semua peralatan itu wajib diuji coba kelayakannya dalam jangka waktu tertentu,  misalnya setiap 6 bulan sekali.  Perlu dibuat berbagai rambu,  marka,  standar operasional prosedur untuk menghadapi keadaan darurat.  Harus dibuat peta dan sketsa yang menggambarkan seluruh gedung di kompleks FISIP USU  dan posisi dari titik titik penting,  jalur evakuasi,  titik titik kumpul.  
Secara berkala terjadwal,  perlu dilakukan latihan simulasi untuk menghadapi keadaan darurat.  Di semua tangga harus dibuat rambu dan marka.  Lebar tangga di bagi dua. Bagian sisi  kiri dari arah bawah diberi tanda anak panah ke arah atas,  diperuntukkan bagi orang yang mau naik.  Bagian sisi kanan dari arah bawah,  diberi tanda anak panah  ke arah bawah,  yang diperuntukkan bagi yang hendak turun.  Kedua macam tenda anak panah harus diberi warna yang berbeda kontras.

4.  Perubahan Perilaku.
Perubahan perilaku dari semua warga FISIP USU juga mutlak diperlukan untuk terciptanya suasana yang aman dan nyaman.  Semua orang wajib tahu menempatkan diri,  semua komponen  bangunan dan peralatan pada tempat yang seharusnya.  Tangga dan koridor bukan tempat duduk atau berdiri bergerombol.  Kedua area itu harus benar benar difungsikan sesuai dengan peruntukkannya,  yaitu  untuk lalu lintas orang dan barang.  Perlu dipikirkan untuk menambah tempat duduk yang bersifat stationer atau membangun sebuah lagi tempat seperti pendopo yang sudah ada.  
Diharapkan di masa depan semua gedung di kompleks  USU,  khususnya di FISIP, dapat mencerminkan  statusnya sebagai pusat pencerahan di Provinsi Sumatera Utara.


Comments

Popular Posts