PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN DAN KENAIKAN ENTROPI DI KOTA MEDAN
Tulisan ini tidak menguraikan sejarah berdirinya kota Medan, karena sudah banyak yang membahasnya. Disini dibahas perubahan fungsi kawasan khususnya kawasan inti kota yang dibangun pada masa kolonial Belanda. Kawasan itu di sebut kawasan Gemmentee (kota praja) yang berada langsung di bawah kendali pemerintah Hindia Belanda. Sebagian besar area itu membentuk segi tiga,diapit oleh dua sungai, Babura di sisi barat dan Deli di sisi timur.Sebagian lagi berada di tebing Barat sungai Babura dan di tebing Timur sungai Deli. Di bagian selatan terdapat landasan pacu bandara Polonia. Pertemuan sungai Babura dan sungai Deli yang jadi puncak segi tiga berada di jalan Tembakau Deli.
Pada paro pertama abad XX kota medan memiliki tata kota yang baik, indah dan asri sehingga digelari Parisj van Sumatera.Pada masa itu kawasan kota Medan dibagi menjadi 3 zona.Kawasan pemukiman berada di selatan, memiliki areal paling luas, mulai dari jalan Ir. H. Juanda sampai jalan Kapten Maulana Lubis.Kawasan perkantoran dan sebagian kawasan bisnis juga berada di wilayah segi tiga dan sebagian lagi berada di sebelah timur sungai Deli. Demikian gambaran umum kawasan inti kota Medan pada masa itu.
Kawasan itu memiliki jaringan jalan lebar, di tepi kiri dan kanan jalan ditumbuhi pohon peneduh lengkap dengan trotoar, jaringan saluran drainanse yang pembuangan nya dibagi merata ke sungai Deli dan sungai Babura. Kawasan inti kota memiliki jaringan listrik, pipa air ledeng, pipa gas dan kabel telepon. Kondisi ini sangat kontras dengan kawasan yang berada di bawah otoritas Kesultanan Deli yang dikenal dengan nama Kota Matsum I,II,III, yang tidak memiliki fasilitas kota modern dan perencanaannya buruk.
Pada masa pasca kemerdekaan,yaitu awal dasawarsa 50 an, dibangun kawasan pemukiman di bagian barat kota yang dikenal sebagai kawasan Medan Baru, dengan jalan Iskandar Muda sebagai poros utama.Di kawasan ini juga terdapat perkantoran dan pusat bisnis yang dikenal sebagai pasar Peringgan untuk melayani kebutuhan penduduk di situ. Sejak kemerdekaan sampai dasawarsa 70 an, kondisi fisik kawasan inti kota
relatif tetap.
Perubahan Fungsi Kawasan
Pada dasawarsa 80 dan 90 an mulai terjadi perubahan fungsi kawasan inti kota dari kawasan pemukiman menjadi kawasan bisnis dan makin marak pada tahun 2000 an.Perubahan itu dimulai dari jalan Ir.H. Juanda,disusul jalan jalan Monginsidi, Diponegoro, Imam Bonjol dan jalan jalan utama lainnya.Praktis hanya jalan Sudirman yang belum tersentuh
perubahan, mungkin karena di situ bermukim pejabat pejabat VVIP. Bahkan sejak tahun 2000 an, perubahan fungsi kawasan sudah merambah daerah Medan Baru, dimulai dari jalan Iskandar Muda, disusul jalan jalan Gajah Mada, Abdullah Lubis, D I Panjaitan dan jalan jalan lainnya.
Motif dan Alasan Perubahan Fungsi Kawasan
Ketika suatu daerah baru dibuka, daerah itu masih "mentah" , masih berada pada level naturalis. Aliran materi,energi dan informasi berjalan lambat.Kapasitas bawa ( carrying capasity) dan daya dukung nya kecil.Kemudian dilakukan pematangan kawasan dengan memasukkan input baru berupa materi, energi dan informasi. Wujudnya adalah pembangunan infrastruktur seperti jaringan jalan, drainase, jaringan listrik, air bersih, telepon dan taman serta jalur hijau.Dengan pembangunan itu, kawasan itu naik level jadi kawasan domestivikasi dan fabrikasi Nilai kawasan itu ikut terdongkrak sejalan dengan meningkatnya kapasitas bawa dan daya dukung kawasan itu. Biasanya kawasan inti kota lebih dulu dinaikkan levelnya, baru setelah inti kota mapan, kawasan pinggiran dimatangkan dan dinaikkan levelnya. Hal ini menjelaskan mengapa harga tanah di kawasan inti kota jauh lebih mahal dari kawasan pinggiran kota, karena aliran materi, energi dan informasinya jauh lebih besar dan lebih dulu mengalami proses pematangan.
Sementara itu salah satu sifat dasar manusia adalah ingin mendapatkan hasil optimal dengan biaya minimal. Jika seorang pengembang (developer) ingin membuka kawasan bisnis di daerah pinggiran atau daerah baru yang belum matang,investasi nya sangat besar untuk membangun jaringan utilitas kota.Akan lebih murah jika dia membuka fasilitas bisnis di pusat kota yang sudah memiliki jaringan infrastruktur mapan. Akibatnya fungsi kawasan harus dirubah. Pejabat pemerintah kota yang tidak memiliki visi yang baik tentang bagaimana mengelola kota, dengan mudah memberikan berbagai perizinan yang diperlukan.
Kenaikan Entropi
Entropi didefinisikan sebagai : derajat ketidak teraturan di alam semesta. Dalam perjalanan evolusinya, semakin lama alam cenderung jadi tidak teratur.Semakin teratur suatu sistem, entropinya makin kecil dan semakin tidak teratur, entropinya makin besar. Untuk mengembalikan keteraturan anda dan menurunkan entropi dibutuhkan input materi, energi dan informasi. Entropi juga dapat diartikan sebagai ampas/sisa dari hasil suatu proses bekerjanya sistem.Emisi gas CO2 yang keluar dari cerobong asap adalah entropi.Begitu juga dengan air seni dan faces adalah entropi.
Kembali pada uraian di atas, luas rata rata satu kapling tanah tapak rumah di wilayah pemukiman elit di inti kota berkisar antara 2500 - 3500 meter per segi. Awalnya di situ berdiri sebuah rumah dengan penghuni rata rata 8 sampai 12 orang, dan memuat satu atau dua mobil. Daya listriknya rata rata 4400 - 6000 watt. Konsumsi air ledeng rumah itu rata rata 2 - 3 meter kubik per hari. Oleh pengembang, kapling seluas itu juga dalam waktu singkat ditingkatkan kapasitas bawanya jadi berpuluh kali lipat dengan merubahnya menjadi kantor, hotel, rumah sakit.Kapasitas listrik, air bersih meningkat pesat.Jumlah penghuni atau pengguna fasilitas itu juga meningkat pesat. Sistem perpipaan ( plambing) dan saluran drainase sudah tidak mampu menampung debit limbah dari properti baru itu.Begitu juga dengan jumlah mobil yang masuk dan keluar sudah berlipat ganda, sementara lahan parkirnya makin menyusut. Walaupun dibangun lahan parkir di bawah tanah, tetapi karena luas kapling tanahnya terbatas, daya tampung nya juga terbatas. Mobil yang tidak dapat tempat parkir, akhirnya diparkir di pinggir jalan. Akibatnya timbul kemacetan lalu lintas.Jika hujan turun walaupun sebentar, karena sistem plambing dan drainase tidak memadai, air meluap dari badan air, menggenangi jalan, yang kita sebut sebagai banjir. Dari uraian di atas,menjadi jelas bahwa kemacetan lalu lintas dan banjir adalah entropi yang terjadi karena peningkatan kapasitas bawa suatu sistem yang dilakukan tanpa terencana, ceroboh, asal asalan.
Oleh karena entropi terus naik tidak terkendali, kemudian memberi pukulan telak kepada pengembang. Semua pengembang saling berebut lahan yang terbatas di inti kota. Mereka membangun pusat perbelanjaan/mall dalam radius jarak pandang. Ketika suatu mall berdiri (Mall Palladium),dalam waktu tidak terlalu lama hadir Medan Fair Plaza, disusul dengan Sun Plaza. Mall mall itu segera melakukan perang tarif untuk menarik pedagang dan pembeli. Pada akhirnya cash flow mereka terganggu, dan dapat mengancam kelangsungan bisnisnya. Banyaknya kios kosong, kapling ruang yang tidak laku terjual dan tingginya turn over pedagang yang berusaha di sana,pada dasarnya adalah entropi. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkecil entropi adalah dengan menyebarkan aliran materi, energi dan informasi ke wilayah pinggiran untuk memperlambat laju alirannya di pusat kota. Dengan kata lain, pengembang harus menyebarkan pembangunan ke pinggiran kota.
Kesimpulan
Perubahan fungsi kawasan tanpa terencana hanya akan meningkatkan kapasitas bawa dan pada akhirnya akan meningkatkan entropi. Entropi umumnya merugikan kepentingan manusia.
Comments
Post a Comment