Prolog
Berdasarkan kajian definisi kota secara akademis, bukti dokumen tertulis otentik ( akta notaris pendirian kota Medan ) , kota Medan resmi didirikan pada tahun 1918. Beberapa pakar dengan menggunakan pendekatan berbeda, menetapkan hari berdirinya kota Medan jauh lebih tua ( abad XVI ). Perbedaan itu sah sah saja, karena menggunakan pendekatan berbeda, jenis data berbeda. Tulisan ini tidak mempersoalkan perbedaan itu berikut hasil kesimpulannya. Yang lebih penting adalah konsistensi antara postulat dan definisi yang digunakan, argumentasi yang logis dan didukung dengan bukti empirik yang valid.
Penulis menggunakan definisi konseptual kota adalah suatu hamparan bentang alam dengan ukuran / batas tertentu yang di atasnya berdiri kumpulan bangunan dengan kerapatan tinggi, memiliki fungsi fungsi tertentu, memiliki struktur / hierarki birokrasi administrasi pemerintahan yang dijalankan oleh suatu lembaga yang memiliki otoritas / kewenangan atas pengelolaannya.
Medan adalah satu di antara sedikit kota di dunia yang didirikan dengan Akta Notaris. Berdasarkan Acte van Schenking No. 97 ( akte hibah ), yang diterbitkan oleh notaris J M de Hondt Jr, tanggal 30 November 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah Kota Medan seluas 4000 Ha kepada Gemeente Medan ( Pemerintahan Swapraja Kota Medan ), untuk lahan pembangunan kota Medan. Kenyataan ini membanggakan, karena dari aspek hukum dan peraturan perundang undangan, kota Medan sejak awal pendiriannya sudah didesain sebagai kota berperadaban tinggi. Sebelum dan sesudah berstatus sebagai daerah Swapraja, bangunan bangunan monumental berdiri susul menyusul :
- Tahun 1909, mesjid raya Al Nashun, selesai dibangun.
- Tahun 1911 berdiri gedung kantor pos besar.
- Tahun 1915 Esplanade ( Lapangan Merdeka ) selesai dikerjakan dan resmi menjadi alun alun kota Medan.
- Tahun 1918 kantor Walikota selesai dibangun.
- Gedung AVROS ( Algemeene Vereeninging Rubber Oost Sumatera ), di jalan Palang Merah dan gedung AVROS di jalan Brigjend Katamso berdiri tahun 1918 dan 1919.
- Rel kereta api yang menghubungkan Medan- Pangkalan Berandan – Besitang berikut stasiun besar di Medan selesai dibangun.
- Gedung Konsulat Amerika adalah perwakilan diplomatik negara asing pertama di luar Jawa dibangun di Medan tahun 1919. Sampai sekarang gedungnya masih berdiri di jalan Imam Bonjol. Kemudian menyusul dibangun gedung Konsulat Inggris di jalan Zainul Arifin. Gedung ini sudah dirobohkan dan di tapak lokasi itu sekarang berdiri gedung Kantor Pusat Bank Sumut.
- Tahun 1923, berdiri gedung sekolah guru di jalan M Yamin sekarang.
- Tahun 1924 berturut turut dibangun rumah sakit Santa Elizabeth, klinik mata, zweembath ( kolam renang ), pusat pasar dan bandara Polonia.
- Dekade 1920 an di kawasan segi tiga, diapit oleh sungai Deli dan sungai Babura dibangun kawasan pemukiman elit ( kota taman ) yang diperuntukkan bagi golongan Eropa. Sampai satu abad kawasan ini tidak tertandingi oleh kawasan perumahan elit manapun yang dibangun pada masa pasca kolonial, hanya kalah dalam ukuran luas dengan kawasan Menteng Buurt di Batavia.
Alasan Pendirian Kota Medan
Sebelum ada kota Medan, pusat pemerintahan dan perdagangan di Tanah Deli adalah kota Labuhan Deli, dekat dengan Muara sungai Deli. Di Labuhan Deli terdapat istana Sultan Deli dan kantor kantor dagang bangsa asing. Kondisi kota Labuhan Deli pada akhir abad XIX tergolong kumuh, becek, karena tidak memiliki distem drainase dan sanitasi yang baik. Air bersih sulit didapat dan sulit pula membuang air kotor. Belanda mulai berpikir untuk memindahkan pusat perdagangannya ke arah selatan yang lebih sehat dengan jarak lebih kurang 20 Km dari Labuhan Deli. Daerah yang dipilih adalah daerah yang diapit oleh sungai Deli dan sungai Babura dengan titik Nol tepat di pertemuan ke dua dengan tersebut. Belanda membangun kota baru dengan maksud menghilangkan 2 kelemahan mendasar kota Labuhan Deli yaitu sulit mendapatkan air bersih dan sulit membuang air kotor.
Kesulitan pertama diatasi dengan mengalirkan air bersih dari kawasan Sibolangit ( hulu sungai Deli, Babura dan Belawan ) dengan jaringan pipa yang memanfaatkan gaya gravitasi. Di Medan, air itu dinaikkan ke water toren, lalu dengan memanfaatkan gaya tekanan air yang jatuh dari ketinggian, air dialirkan melalui jaringan pipa ke rumah rumah dan kantor. Kesulitan ke dua diatasi dengan membangun riol / saluran drainase dari rumah, kantor yang membuang air kotor ke sungai Deli dan Babura. Dengan perhitungan rinci berdasarkan data / informasi dari berbagai variabel, indikator dan parameter hidro klimat, luas bangunan, luas dan kemiringan atap bangunan, luas ruang terbuka hijau, serta kuantifikasi perilaku / kedisiplinan warga / pemerintah kota, didapatkan ukuran diameter pipa, volume daya tampung saluran drainase yang optimal, sehingga kota Medan tidak pernah mengalami banjir. Dapat dikatakan kota Medan di masa Kolonial Belanda memiliki Gen hidrologis yang kuat. Keindahan dan keteraturan kota Medan membuatnya dijuluki Parijs van Sumatera.
Fisiografi Kota Medan.
Siapa saja yang mau mempelajari fisik kota Medan, wajib memiliki pengetahuan tentang fisiografinya ( Wirtjes, 2023 ). Pengetahuan fisiografi meliputi aspek hidroklimat ( curah hujan, volume hujan, frekuensi hujan, intensitas hujan, sela waktu antara satu hujan dengan hujan berikutnya, tekanan udara, kelembaban udara, temperatur udara ), geomorfologi, geologi, petrografi, pedologi, topografi, hidrologi dan morfologi serta morfografi sungai. Semua pengetahuan itu masih perlu dilengkapi dengan kemahiran membaca peta peta geologi, geomorfologi, sebaran jenis tanah, topografi, dan berbagai peta tematik serta kemahiran menafsirkan citra satelit, foto udara dari beragam skala.
Daratan kota Medan dibentuk oleh sedimen dari jaman Tersier, dengan formasi Seurela, sebagai lapisan tertua. Formasi ini tersusun dari batu lempung, batu pasir, batu lanau dan konglomerat. Kemudian diikuti oleh formasi Julok Rayeuk. Formasi ini tersusun dari lapisan pasir, batu, selang seling lempung Tuf Toba dan Tuf Riodasit. Kedua Formasi ini memiliki sifat kelolosan air ( pearmebilitas ), sedang dan tinggi. Kemudian dilanjutkan dengan endapan dari jaman Kuarter dengan formasi Medan bongkah kuarter, tersusun dari kerikil pasir, lanau dan lempung yang menutupi lapisan tuf Toba. Lapisan paling muda adalah formasi alluvial, tersusun dari kerikil, pasir dan lampung. Endapan dari jaman kuarter ini memiliki koefisien permeabilitas sedang dan tinggi. Dengan jenis endapan dan formasi batuan geologis demikian dapat disimpulkan bahwa secara geologis dataran kota Medan sulit mengalami banjir.
Berdasarkan klasifikasi bentuk lahan menurut ahli geomorfologi terkenal H Th Verstappen dan interpretasi citra satelit Ikonos skala 1 : 10000, dapat diketahui bahwa daratan kota Medan memiliki satuan bentukan lahan fluvial dan vulkanik yang terbentuk oleh endapan yang dibawa oleh air sungai dan lapisan abu vulkanik akibat letusan gunung berapi.
Berdasarkan kajian geohidrologi, daratan kota Medan memiliki tiga jenis lapisan aqifer, yaitu :
1. Endapan aqifer alluvium ,terdiri dari pasir, kerikil dengan koefisien permeabilitas sedang dan tinggi. Posisi keletakan lapisan aqifer ini 3 - 4 meter di bawah permukaan tanah dan dengan debit kurang dari 1 liter per detik.
2. Endapan aqifer kuarter, posisi keletakannya di bawah permukaan tanah 5 - 7 meter dengan debit 1 - 2 liter per detik.
3. Endapan aqifer Julok Rayeuk, Seurela, posisi keletakannya di bawah permukaan tanah lebih dari 225 meter dengan debit lebih dari 10 liter per detik.
Berdasarkan penelitian dan kajian pedologi ( ilmu tanah ) yang dilakukan oleh van Hissink dan J G C Vriens pada tahun 1910, ada beberapa jenis tanah di daratan kota Medan, yaitu tanah pasir, lampung, tanah hitam, tanah coklat, tanah merah. Khusus di daerah Denai, Medan Tenggara terdapat satu jenis tanah lempung kualitas istimewa yang dijadikan bahan baku pembuatan batu bata dan genteng berkualitas premium. Perusahan yang mengelola pabrik pembuatannya dikenal dengan nama Deli Klei.
Iklim di kota Medan tergolong tipe A, menurut klasifikasi yang dibuat oleh Schmidt - Ferguson. Berdasarkan data curah hujan yang berasal dari pos pengamatan meteorologi stasiun Polonia sepanjang tahun 2019, curah hujan di Medan tergolong tinggi ( 2200 mm per tahun ), dengan intensitas hujan rata rata 4, mm / jam, dengan bulan bulan basah Oktober- Desember dan bulan Februari sebagai bulan terkering. Di Medan tidak ada pembagian tegas antara musim hujan dengan musim kemarau. Temperatur udara rata rata 27° C, dengan kelembaban udara rata rrata 80 - 93%. Berdasarkan data data di atas dapat disimpulkan bahwa daratan kota Medan merupakan daerah ideal untuk dijadikan kawasan pemukiman.
Ada empat sungai yang melintasi kota Medan, sungai Deli, sungai Babura, Sungai Belawan, sungai Percut. Untuk kelancaran aliran sungai, khususnya pada musim hujan, agar tidak terjadi banjir, Pemerintah Gemeente Kota Medan membangun beberapa kanal yang oleh warga kota disebut sungai, seperti sungai Putih, Sungai Badera, sungai Sikambing. Kanal tidak memiliki mata air, berbeda dengan sungai alam yang memiliki mata air. Selain sungai dan kanal, Pemerintah Gemeente Kota Medan juga membangun sistem drainase sekunder dan tersier untuk mengalirkan air kotor dari pemukiman dan kawasan bisnis ke sistem drainase primer yaitu sungai sungai yang melintas kota Medan. Panjang total sistem drainase mencapai ratusan kilo meter. Dengan kondisi fisiografis seperti diuraikan di atas, secara teoritis, dalam kondisi hujan selebat apapun dan berlangsung beberapa hari tanpa jeda, kota Medan tidak akan mengalami banjir, karena Pemerintah Gemeente Kota Medan sudah menanamkan gen anti banjir di dalam DNA nya ( Deoxiribo Nucleid Acid ) sedemikian kuat.
Titik Balik Hilangnya Gen Anti Banjir Kota Medan
Pemerintah Gemeente Kota Medan sudah memberikan warisan genetik anti banjir yang sedemikian canggih, sehingga walaupun tanpa perawatan memadai selama tiga dekade pemerintahan Republik, sistem drainase kota Medan masih ampuh untuk menahan gempuran banjir. Sistem itu mulai rontok ketika pada awal dekade 80 an Pemerintah Kota Medan mulai mengacak acak tata ruang kota secara brutal. Ruang terbuka hijau dijadikan pemukiman, kawasan pemukiman dijadikan kawasan bisnis, banyak kanal dimatikan, riol, gorong gorong , pahit dipenuhi sedimen dan sampah, pembangunan kota tidak terkendali, tata ruang dilanggar, bantaran sungai dihuni, aliran sungai dialihkan, sungai dijadikan tong sampah terpanjang di dunia. Kota Medan diubah dari kota beradab menjadi kota biadab. Akibatnya sudah dapat dipastikan, kota Medan terendam air, berubah jadi telaga pada saat turun hujan lebat dengan durasi 1 - 2 jam. Setiap tahun jumlah titik banjir dan luas genangan terus bertambah. Sekarang jumlah titik banjir di Medan sudah lebih dari 1500 titik. Setiap terjadi banjir terjadi penumpukan lumpur / sedimen yang menutup pori pori tanah, sehingga daya infiltrasi air ke dalam tanah terus menurun. Kondisi ini menyebabkan luas genangan terus bertambah pada banjir berikutnya.
Kota Medan sudah jadi langganan banjir sejak empat dekade dan Pemerintah Kota tidak berdaya sama sekali. Medan tidak kekurangan pakar perencanaan kota, ahli hidrologi di lingkungan pemerintah Kota, di Universitas negeri dan swasta. Bahkan jalan Dr Msnsyur di depan Universitas Sumatera Utara ( USU ), setiap turun hujan lebat digenangi air setinggi 0,5 meter. Hal ini sangat memalukan, kemana perginya dan apa kerja para pakar hebat itu?. Kehebatan ilmunya tidak mampu mengatasi banjir yang sudah berlangsung puluhan tahun. Walikota datang dan pergi silih berganti, berbagai program diluncurkan, tidak terhitung biaya yang sudah dikucurkan, tetapi hasilnya mengecewakan. Kiranya apa yang menyebabkan para pihak yang bertanggung jawab dalam urusan banjir tidak mampu mengatasi masalah banjir???.
Penulis menduga para pihak yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengatasi banjir tidak mengetahui filosofi pendirian kota Medan, tidak mengetahui jati diri / karakter kota Medan, tidak mampu membaca arsip arsip / peta lama sistem drainase kota Medan. Para pakar dan pejabat salah mendiagnosa penyakit banjir di kota Medan, akibat selanjutnya salah memberikan terapi / treatmen dan salah memberikan resep obat. Konsekuensinya banjir jadi penyakit akut dan kronis yang tidak kunjung dapat disembuhkan. Medan jelas membutuhkan para pakar yang kompeten, berintegritas dan komitmen penuh dari pemerintah kota. Tanpa adanya dua hal tersebut, pemerintah kota dan warga kota dipersilakan melanjutkan mimpi untuk menghalau banjir.
Contoh Kesalahan Diagnosa dan Treatment
Semua rencana penanggulangan banjir kota Medan menggunakan pendekatan titik. Hal itu terlihat dari upaya identifikasi titik banjir dan menghitung jumlahnya secara akurat. Pendekatan ini bersifat reaktif, tanpa melakukan penelusuran di hulu masalah. Seharusnya kajian yang dilakukan berdasarkan pendekatan kawasan yang bersifat proaktif dan melakukan penelusuran hingga ke hulu masalah.
Kesalahan diagnosa berimplikasi pada Kesalahan treatment / terapi. Dengan pendekatan titik, upaya penanggulangan difokuskan pada titik tertentu. Misalnya banjir yang terjadi di titik tertentu, jalan Dr Mansyur, maka upaya untuk mengatasi banjir di titik itu, dibangun kolam retensi. Tujuannya adalah untuk memasukkan limpahan air dari jalan ke kolam retensi, bukan mengalirkan air ke drainase tersier, sekunder dan primer. Hasilnya jalan Dr Mansyur tetap jadi telaga ketika hujan lebat. Dengan pendekatan kawasan, air dialirkan secepatnya ke sistem drainase tersier, sekunder, primer. Treatment yang dilakukan adalah mengeruk, mengorek, mengangkat dan mengangkut tumpukan sedimen di saluran drainase. Tujuannya adalah untuk memperbesar daya tampung / volume dan debit air yang dialirkan ke sungai. Memperbesar daya tampung saluran drainase dapat dilakukan dengan cara pelebaran ukuran ( horizontal ) dan memperdalam saluran ( ( vertikal ). Upaya memperdalam saluran lebih layak dilakukan karena tidak membutuhkan tambahan lahan untuk pelebaran saluran. Selain itu perlu dilakukan normalisasi sungai dan menghidupkan kembali kanal kanal buatan yang sudah tidak berfungsi. Muara sungai Deli juga perlu dikeruk untuk mengangkat timbunan sedimen agar aliran air lancar menuju ke laut ( Arjuna, 2024 )
Pendekatan kawasan akan lebih berhasil jika dilakukan dengan menggunakan Metode Satuan Wilayah Sungai ( SWS ). Metode ini merupakan pengembangan dari metode Daerah Aliran Sungai ( DAS ). Satu SWS merupakan gabungan dari beberapa DAS. Dengan metode SWS ada kerja sama pembagian tugas antara Kabupaten / Kota yang berada di hilir ( Medan ) dengan Kabupeten di tengah ( Deli Serdang ) dan Kabupaten di hulu ( Karo ). Dirumuskan rencana yang harus dilaksanakan Kabupaten di hilir, tengah dan hulu. Metode pembangunan SWS berbasiskan ekologi bentang lahan, bukan wilayah administrasi pemerintahan. Metode SWS akan berhasil jika para kepala daerah mau menanggalkan rasa ego kedaerahannya. Pembenahan hanya di daerah hilir saja tanpa adanya sinergi dengan daerah tengah dan hulu, hasilnya tidak optimal.
Epilog
Pemerintah kota Medan jangan lagi membuang buang waktu untuk mengatasi penyakit banjir yang sudah berakar. Perlu dilakukan upaya perombakan secara mendasar cara pendekatan yang sudah dan sedang dilakukan. Kalau perlu lakukan amputasi program yang sedang berjalan, untuk digantikan dengan pendekatan baru yang berbeda filosofinya secara mendasar. Program yang sedang berjalan sudah mencapai 50 - 60%, tetapi hasilnya malah makin buruk. Beri kesempatan pada orang baru, filosofi baru, metode baru, pendekatan baru yang berbasis pada program, bukan sekadar proyek yang menghabiskan dana besar. Kota Medan masih memiliki pakar yang kompeten dan berintegritas, tetapi belum pernah diberi kesempatan. Masa jabatan Walikota Medan yang sekarang masih tersisa 4 tahun lagi, belum terlambat untuk melakukan upaya monumental yang menjadi warisan yang terus dikenang oleh warga kota Medan. Rico Tri Putera Bayu Waas akan dikenang sebagai Walikota Medan yang berhasil mengembalikan Gen Anti Banjir warisan Belanda yang sudah hilang selama empat dekade.

1 : Walikota Medan periode 2025- 2030
Rico Tri Putera Bayu Waas
Sumber : Google
2 : Walikota Medan Periode 2020 - 2025
M Bobby A Nasution dan jajarannya
sedang meninjau salah satu lokasi
yang terendam banjir
Sumber : Google
3 : Banjir melanda pusat kota
Sumber : Google
4 : Banjir menggenangi kawasan kota tua,
dekat Lapangan Merdeka
Sumber : Google
5 : Jalan Universitas ( boulevard ), jalan paling elit di kompleks USU, tempat bercokolnya pakar terbaik di Medan juga tak juga tidak
luput diterjang banjir.
Sumber : Google
6 : Banjir melanda Kampung Lalang, kawasan pinggiran kota Medan
Sumber : Google
7 : Kolam Retensi di kompleks USU yang diklaim mampu atasi masalah banjir di jalan Dr Mansyur dan jalan Jamin Ginting, ternyata
tidak mampu menjalankan fungsinya
Sumber : Google
Comments
Post a Comment