MEMBACA, MENGURAIKAN, MENAFSIRKAN KODE, PESAN SENIMAN
Prolog
Seniman adalah orang memiliki visi, pemikiran yang melampaui jaman masa hidupnya, mampu menangkap sinyal getaran yang paling halus sekalipun, mengenai arah dan sifat perubahan yang bakal terjadi di masa depan. Seniman pada umumnya memiliki kehalusan budi bahasa dan kesantunan tata kelakuan. Di samping itu seniman memiliki kedalaman pengetahuan tentang masa lalu dan masa kini. Dengan pengetahuannya itu, seniman berkomunikasi dengan para audiens di masa kini dan masa depan. Media komunikasi yang digunakan oleh para seniman disebut sebagai karya seni.
Seniman yang menyampaikan pesan berisi ide / gagasan, konsep pemikiran dapat dimodelkan seperti pesawat pemancar ( sender ) dan dapat disebut juga sebagai komunikator. Ide yang disampaikan disebut sebagai pesan. Penerimaan pesan adalah para audiens yang dapat dimodelkan sebagai pesawat penerima ( reciver ). Sebuah pesan yang dikirim oleh pemancar hanya hanya dapat ditangkap oleh penerima jika keduanya berada pada frekuensi gelombang yang sama. Seniman yang memiliki frekuensi di atas rata rata audiensnya sulit jika dipaksa harus menurunkan level frekuensinya. Demikian juga audiensnya sulit menaikkan level frekuensinya. Akibat situasi tersebut, banyak pesan seniman yang tidak dimengerti oleh audiensnya, sehingga makna pesan itu tetap terbenam.
Selain itu seniman sering menyampaikan pesan dalam bentuk kode yang harus diuraikan dan ditafsirkan agar dapat dipahami. Pesan pesan itu ditampilkan dalam wujud tulisan, pahatan, sapuan, ukiran, nukilan, goresan. Untuk menguraikan dan menafsirkan pesan seniman dibutuhkan pengetahuan pengetahuan kriptologi, simbologi, epigrafi, holografi, ikonografi, filsafat, semiotika, arkeologi. Tulisan ini berupaya mengungkapkan interaksi di antara komponen komponen seniman ( pembuat pesan ), karya seni ( pesan ), audiens ( penerima pesan ) di dalam peradaban.
Seniman Selaku Penafsir dan Artikulator Realitas
Dengan kemampuan intelektual yang tinggi dan ketajaman intuisinya, seniman mampu menerawang potensi munculnya ( secara probabilitas ) suatu realitas baru di masa depan. Realitas itu kemudian ditafsirkan, hasilnya disampaikan kepada audiensnya lewat medium yang dibentuk oleh upaya tertentu oleh sang seniman. Upaya itu berupa pengungkapan ide, gagasan, konsep yang dibungkus oleh benda benda hasil olah tangan terampil berupa pahatan, sapuan, goresan, ukiran, nukilan. Sebuah karya seniman besar dari cabang seni apapun, pasti mengandung konsep, gagasan. Hal itulah yang membedakannya dengan karya seniman biasa, atau orang biasa. Sering seniman menampilkan pemikirannya dalam bentuk tersamar, tersembunyi, tidak terlihat oleh mata yang tidak terlatih. Kalaupun dapat terlihat, orang awam sulit memahami arti dan makna yang berada di balik yang tampak kasat mata. Diperlukan pengetahuan yang mumpuni untuk dapat menangkap pesan dari seniman. Pada titik ini diharapkan peran dari para teoritisi dan ktitikus seni untuk mengungkapkan hasil penafsirannya terhadap suatu karya seni.
Setiap seniman besar masing masing memiliki karakter khas dalam membentuk karyanya, yang berbeda dari seniman lain. Perbedaan itu dapat dilihat dari teknik yang diaplikasikan. Misalnya pada hasil karya seni lukis, teknik tarikan goresan, sapuan kuas terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas dari para seniman. Ketika mengerjakan lukisan tersebut, seniman mencurahkan seluruh pikiran, konsentrasi, emosi, tetapi semuanya terkendali dan dapat dilihat pola keteraturannya. Seorang penikmat karya seni dari seorang seniman besar, ketika menyentuh karya sang seniman tersebut, dapat terhubung secara virtual dan berdialog secara imajiner. Karya seni itu adalah bukti fisik otentik kehadiran seniman, karena pada karya seni itu menempel unsur genetik seniman pembuatnya. Unsur genetik itu berupa jejak sidik jari, kelenjar keringat seniman. Walaupun antara seniman dan audiensnya terpisah oleh jarak dan waktu, tetapi karya seni itu menjadi media penghubung antara keduanya. Pada karya itu juga terekam gagasan dan pikiran seniman. Karya seni itu juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi para audiens. Melalui seni, komunikasi antara komunikator ( seniman ) dengan komunikan ( audiens ) walaupun keduanya berada di dimensi ruang - waktu berbeda dapat terlaksana, karena seni seperti matematika, merupakan bahasa universal di alam semesta.
Karya Seni Sebagai Media Penyampaian Pesan
Seniman mengamati dengan cermat dinamika perubahan / perkembangan yang terjadi di masyarakat. Apa yang terjadi di masa kini, sinyal awal bahwa akan terjadi suatu perubahan sudah dapat dipantau oleh seniman yang memilik kepekaan. Perubahan itu ada yang membawa kondisi yang lebih baik dari kondisi awal dan ada pula yang menghadirkan kondisi lebih buruk. Kondisi di masa depan, sinyalnya sudah mulai terpantau di masa kini. Seniman yang mampu memindai kondisi di masa depan, diliputi rasa kegelisahan, kecemasan akan hasil perubahan di masa depan. Visi dan pikiran seniman kemudian dituangkan ke dalam karya seninya. Dengan dasar pikiran itu, maka mempelajari karya seniman besar menjadi sangat relevan. Dengan dasar pikiran yang sama maka indikator utama untuk melihat nilai penting suatu karya seni adalah keaslian. Hanya karya asli yang memiliki nilai tinggi, karena langsung menunjukkan ada atau tidak ada gagasan yang melandasi maksud pembuatannya. Karya palsu atau duplikat tidak ada nilai penting sebagai referensi yang merekam gagasan seniman. Mungkin karya seni palsu / duplikat masih memiliki sekadar nilai estetika.
Audiens Selaku Penerima Pesan
Audiens melihat, mempelajari, menelaah karya seni sebagai penikmat. Tidak semua audiens memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk dapat menikmati suatu karya seni sekaligus dapat menerima pesan dari seniman. Ada orang awam yang bahkan untuk sekadar menikmati nilai estetika suatu karya seni juga tidak mampu. Dibutuhkan seperangkat ilmu yang memadai untuk dapat menangkap arti dan makna pesan yang disampaikan oleh seniman. Di bawah ini disampaikan suatu studi kasus untuk memahami pesan yang disampaikan oleh seniman.
Guernica dan Sisi Gelap Manusia
Guernica adalah judul lukisan cat minyak di atas kanvas berukuran 394,3 Cm X 776,6 Cm karya Maestro Pelukis aliran kubisme, bernama Pablo Picasso kebangsaan Spanyol yang sekarang disimpan di Museo Reina Sofia Madrid, Spanyol. Lukisan itu dibuat tahun 1937, setelah Pablo Picasso menyaksikan kehancuran kota Guernica ( kota di wilayah Basque di wilayah bagian utara Spanyol ) akibat dibombardir tanpa henti oleh armada pesawat pembom angkatan udara rejim fasis Jerman dan Itali, atas permintaan Jenderal Franco, pemimpin rejim fasis di Spanyol. Picasso menyaksikan akibat perang di Guernica. Picasso menyaksikan kepunahan peradaban di Guernica. Akibat yang ditimbulkan oleh perang brutal yang tidak seimbang, kota Guernica hanya menyisakan kerusakan, kehancuran, kepunahan, kematian dan penderitaan serta kepedihan.
Picasso menonjolkan komponen komponen abiotik, biotik melalui penggambaran yang kondisinya memilukan. Dia menegur semua manusia beradab agar tidak lepas kontrol terhadap kemampuan manusia yang sudah mencapai level unlimited. Pada dasarnya sebagian besar manusia, kecuali penyandang disabilitas, memiliki kelengkapan perangkat yang sama. Perbedaannya terletak pada kesadaran akan kehebatan yang tersimpan di dalam perangkat itu dan kemampuan mengoptimalkannya untuk tujuan tertentu. Ada yang dengan kesadaran penuh melatih kemampuannya hingga ke tingkat yang mengagumkan sekaligus mencemaskan. Kebanyakan manusia tidak melatih kemampuannya sehingga tidak dapat memaksimalkannya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Justru sebagian kecil manusia yang sudah melatih kemampuannya, menggunakannya untuk menindas manusia lain.
Gambar 1 : Lukisan karya Pablo Picasso berjudul Guernica ( 1937 )
Sumber : Google
Lima Senjata Ampuh Manusia Yang Mematikan ( Epilog )
Sejak dilahirkan, sebagian besar manusia dibekali dengan perangkat perangkat otak, kemampuan bicara, tangan, peralatan dan tulisan. Dengan kepemilikan perangkat itu manusia berpotensi mampu menimpakan kekerasan fisik dan non fisik kepada manusia lain dan mahluk lain. Akibatnya dapat menimbulkan penderitaan pada orang yang terkena tindakan kekerasan itu. Lima Senjata itu telah melontarkan manusia ke posisi grid terdepan dan teratas di antara semua mahluk. Sejak 40 millenium terakhir, manusia praktis tidak punya pesaing. Seharusnya manusia memiliki kemampuan pengendalian diri dan rasa tanggung jawab besar yang sepadan dengan peningkatan kapasitas kemampuannya.
Comments
Post a Comment