DIKHOTOMI SIPIL DAN MILITER : APAKAH MASIH RELEVAN?

 Prolog

Beberapa hari terakhir dan mungkin beberapa hari kedepan terjadi gelombang demonstrasi besar besaran khususnya di Jakarta, dengan titik pusatnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Tempat itu dipilih sebagai sasaran demonstrasi bukan terjadi secara kebetulan / acak, tetapi dipilih secara sadar dengan penuh perhitungan. Pemilihan lokasi itu disebabkan karena di DPR sedang berlangsung sidang paripurna untuk mengesahkan Rancangan Undang Undang ( RUU ), perubahan Undang Undang ( UU ), Tentang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ). Undang Undang TNI diubah dengan tujuan  memperluas ruang gerak TNI untuk terlibat dalam tata kelola negara. 

Banyak kalangan terutama dari golongan sipil menentang perubahan UU TNI. Argumentasinya adalah mencegah tumbuhnya atau kembalinya militerisasi di dalam pemerintahan. Kelompok ini mengharamkan militer terlibat dalam politik dan pemerintahan, karena itu merupakan zona / ranah kaum sipil. Militer harus tetap berada di barak / markas, berkonsrntrasi penuh pada tugas pokok dan fungsinya sebagai alat negara di bidang pertahanan. Bahkan untuk urusan keamanan, militer harus

 berada di belakang polisi. Ketika polisi sudah tidak mampu menguasai keadaan, baru militer boleh turun tangan membantu. Intinya militer dilarang berpolitik. Kelompok ini dengan tegas menganut doktrin dikhotomi antara sipil dan militer. Petistiwa yang sedang terjadi, mengingatkan momen kejadian demonstrasi besar besaran pada tahun 1998 yang menyebabkan tumbangnya rejim Suharto yang diidentifikasikan sebagai rejim militer dan berkuasanya rejim reformasi yang diidentifikasi sebagai rejim sipil. Peristiwa itu mengembalikan supremasi sipil di atas militer, seperti di era 50 an ( demokrasi parlementer ). Sepertinya setiap 25 -30 tahun ( durasi satu generasi ), terjadi pengulangan peristiwa sejarah.

Tulisan ini berupaya membedah isu dikhotomi sipil dan militer, profil ke dua golongan itu, menelusuri landasan filsafat, perjalanan sejarah hubungan sipil dengan militer, bagaimana bentuk dan sifat relasi yang harus dikembangkan di masa depan. Dalam meneropong isu tersebut semua orang diharapkan dapat lebih mengedepankan rasional dari emosional. 


Asal Mula Dikhotomi Sipil dan Militer. 

Pada 2500 - 2000 tahun lalu berdiri Republik Roma. Kekuasan tertinggi dipegang oleh Senat yang beranggotakan para Senator. Secara harfiah kata Senat berarti rambut putih. Kata ini menunjukan ciri fisik orang berusia matang, bersifat bijaksana. Kursi Senat diduduki oleh orang yang mapan secara usia, pemikiran, ekonomi. Tugasnya hanya berpikir, berbicara dan bertindak semata mata untuk kepentingan rakyat. Para senator adalah orang orang filantropis, mengabdikan dan mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan rakyat dan negara. Setiap tahun dilangsungkan pemilihan Konsul ( Kepala Negara ) dengan masa jabatan 1 tahun. Konsul dipilih dari kumpulan senator yang dianggap paling berpengaruh, paling senior. Jabatan senat didapat melalui pemilihan umum dengan didahului dengan masa kampanye. Situasinya mirip dengan yang terjadi di Republik sekarang. Ada Tim Sukses yang bergerak sejak jauh hari sebelum hari pemilihan, ada Broker Suara dengan praktek jual beli suara pemilih, ada serangan fajar. Semua praktek yang terjadi di Republik, sudah dipraktekkan di Roma sejak ribuan tahun lalu. Semua informasi diatas valid, karena diceritakan oleh pelaku langsung yang bernama Marcus Tullius Cicero. 

Cicero adalah politisi dan negarawan besar Republik Roma, yang hidup di penghujung riwayat negara itu, menyaksikan kehancuran negara, sempat berjuang melawan diktator militer hingga nafas terakhir. Dia tewas dieksekusi di teras depan villanya di luar kota oleh Lucius,  algojo yang dikirim oleh Kaisar Octavianus Agustus. Sekretaris pribadinya yang setia bernama Marcus Tullius Tiro menyaksikan peristiwa tragis itu dan menuliskan dengan rinci kronologi menit demi menit kejadian itu. Tiro tidak hanya mencatat rinci peristiwa kematian majikannya, tetapi semua sepak terjang Cicero merintis karir sejak jenjang paling bawah. Dimulai dari berlatih menjadi orator ulung di tepi pantai berbatu karang, mengikuti pemilihan menjadi pejabat rendahan ( Aedelis  ), pejabat menengah ( Preator ), pejabat tinggi ( Senator ), pejabat tertinggi ( Konsul ). Semua informasi itu terekam dengan lengkap, rinci, detail di dalam buku harian yang ditulis oleh Tiro atas perintah Cicero. Buku harian itu menjadi sumber sejarah  terpenting di era akhir Republik Roma. Kehidupan rakyat, kondisi pemerintahan yang didominasi oleh politisi dan pejabat sipil yang korup, mirip sekali dengan kondisi Republik di akhir era Sukarno dan era masa kini. Lalu di mana posisi militer?

Pada jaman Republik Roma kaum militer tidak boleh masuk ke kota. Militer Roma sangat terkenal dengan kedisiplinnannya, taat kepada hierarki komando, sangat terlatih, memiliki organisasi yang rapi, efektif, efisien, memiliki mobilitas tinggi, memiliki perlengkapan yang terbaik di jamannya, memiliki kesatuan infantri, artileri, kaveleri, zeni, kesehatan, logistik dan komisaris politik. Militer membangun markas atau camp paling sedikit harus berjarak 50 mil dari ibu kota atau kota kota lain. Sebagai contoh, markas militer yang terdekat dari ibu kota Roma adalah Otista. Militer Republik Roma didesain untuk tunduk pada perintah politisi sipil. Mereka ditugaskan untuk melakukan ekspansi ke luar negeri demi memenuhi ambisi politisi sipil yang tidak pernah terpuaskan. Mereka bertarung mempertaruhkan nyawa untuk kejayaan Roma di bawah perintah politisi sipil. Setelah berhasil menjalankan perintah, bahkan untuk masuk kota sekadar ikut merayakan pesta kemenanganpun, mereka dilarang. Sementara politisi dan rakyat berpesta pora di ibu kota menyambut kemenangan militer. Pejabat sipil hidup berkecukupan bahkan melimpah ruah, tetapi prajurit Roma hidup berdesak desakan di dalam kamp militer yang kumuh. Semua itu masih belum cukup, para politisi mempertontonkan praktek busuk, seperti hidup mewah dari hasil korupsi, praktek jual beli jabatan, pengaruh, kebijakan. 

Akhirnya kelompok militer kehilangan kesabaran, melakukan kudeta, menyerbu gedung senat, menangkap para senator dan pejabat pejabat korup di level menengah dan bawah. Rakyat yang juga sudah muak dengan perilaku politisi sipil cenderung membiarkan militer mengambil alih kekuasaan. Kemudian Roma memasuki era kediktatoran militer. Dimulai dari Triumvirat pertama yang terdiri dari Gnaeus Magnus Pompeius, Marcus Licinius Grassus, Julius Caesar. Kelompok ini mengalami perpecahan dan hanya menyisakan Julius Caesar sebagai penguasa tunggal. Kemudian Julius Caesar juga dibunuh oleh konspirasi para senator di gedung senat. Kekuasaan diambil alih oleh pejabat militer yang membentuk Triumvirat baru terdiri dari Lepidus, Marcus Anthonius, Oktavianus. Kelompok ini juga pecah dan akhirnya Oktavianus menjadi penguasa tunggal bergelar Kaisar Agustus. Selanjutnya Roma menjadi negara kekaisaran hingga keruntuhannya pada akhir abad V Masehi. 

Kisah dari Roma memberikan pelajaran penting bahwa dikhotomi sipil dan militer di mulai oleh Republik Roma dengan supremasi sipil dan militer menerima kenyataan itu. Politisi sipil kemudian dilanda perasaan euforia merasa di atas militer dan dapat memperlakukan militer sesuai kehendak dan ambisinya. Militer mulai bergerak mengikis dominasi sipil karena dianggap sudah melampaui batas yang dapat ditoleransi. Kaum sipil mengeksploitasi militer untuk kepentingannya tetapi tidak memberikan penghargaan yang pantas. Jadi sebenarnya kaum politisi sipil yang membuka celah / kesempatan kepada militer untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan. Kaum militer sudah memperhitungkan situasi dengan tepat.  Rakyat tidak lagi mendukung kelompok politisi sipil. Hal ini yang membuat militer tidak ragu ragu mengambil alih kekuasaan. Hal ini mirip dengan yang terjadi di Republik pada pertengahan dekade 60 an. Rakyat cenderung mendukung Suharto dalam aksi menyingkirkan rejim Sukarno. 


Analogi Bandul Jam

Coba dibayangkan sebuah jam besar yang memiliki bandulan bergerak ke kanan dan kiri secara bergantian. Ketika bandul jam bergerak ke arah kanan, setelah mencapai ujung kanan, Bandul itu bergerak ke arah kiri. Dalam perjalanan ke kiri, ada waktu sepersekian detik posisi bandul itu berada tepat di tengah, kemudian meneruskan gerakannya ke arah kiri hingga batas ujung dan kemudian bergerak lagi ke arah kanan. Begitulah gerakan itu terjadi berulang ulang.  Gerakan bandul jam itu dapat dianalogikan dengan kondisi masyarakat.  Ujung kanan adalah posisi ekstrim supremasi sipil. Setelah daya dorongan mencapai titik maksimum, muncul gerakan yang menarik posisi  ke arah supremasi militer. Sebelum mencapai puncak titik ekstrim militer, gerakan itu melewati titik netral / keseimbangan, tetapi hanya sekejap untuk seterusnya bergerak ke arah ekstrim militer. Begitu seterusnya bergantian. 

Mulai tahun 1966 - 1998 di Republik berkuasa rejim Suharto yang  militeristik, dan membatasi kebebasan. Tahun 1998 rejim Suharto tumbang digantikan dengan rejim Habibie yang bercorak sipil, berusia singkat dan kemudian dilanjutkan dengan era demokrasi ritual ( bukan substansial ), yang relatif lebih bebas. Kebebasan itu terus berkembang hingga terkesan kebablasan. Demikian bebasnya, sampai berani mengutak atik konstitusi untuk kepentingan sesaat ( ingat kasus pencawapresan Gibran Rakabuming Raka ). Kemudian muncul gerakan awal untuk kembali mengaktifkan peran militer melalui Revisi UU TNI.


Taksonomi "Hitam - Putih", Realitas objektif Vs Realitas Intersubjektif

Dalam banyak kondisi,manusia cenderung menyederhanakan realitas objektif dengan membangun realitas intersubjektif. Sebagian besar fenomena alam yang kasat mata berada di level makro kosmos yang perilakunya tunduk pada dalil dalil fisika klasik. Untuk menyedernahakan realitas,orang membuat kategori kategori, klasifikasi, taksonomi, dengan tujuan untuk memudahkan analisis. Dalam contoh kasus di atas, orang membuat sistem taksonomi dikhotomi sipil dan militer. Realitas sesungguhnya tidak sesederhana itu. 

Fisika kuantum melihat realitas mikrokosmos tidak setegas fisika klasik melihat alam makro kosmos. Perilaku alam pada tingkat atomik atau sub atomik tunduk pada dalil dalil fisika kuantum. Orang tidak dapat membuat sistem taksonomi dengan tegas, seperti materi dan gelombang. Pada saat tertentu suatu fenomena menunjukkan sifat dan berperilaku sebagai materi, tetapi pada saat lain dia berperilaku seperti gelombang. Sesuatu benda tidak dapat dipastikan apakah materi atau gelombang, sehingga lahir prinsip ketidakpastian Heissenberg. Dalam contoh kasus di atas tidak dapat dibuat klasifikasi tegas apakah seseorang itu sipil ataukah militer. Atau apakah taksonomi itu lebih tepat diterapkan pada sifat / karakter dari pada person. Misalnya orang sipil tetapi bersifat militeristik atau sebaliknya orang militer yang bersifat sipil. 

Pada dasarnya semua militer adalah orang sipil yang dilatih, dibentuk, ditempa dengan cara militer, kemudian ditanamkan nilai nilai budaya militer, budaya organisasi militer, diberi seragam militer, dibekali senjata, tanda pangkat, lencana, medali. Setelah menjalani masa tugas lebih kurang tiga dekade, seorang militer kembali menjadi sipil. Adolf Hitler, Josef Stalin, Bennito Musolini adalah orang  sipil yang lebih militer dari personil militer. Pada tingkat hakekat, klasifikasi tegas tidak sesuai dengan realitas objektif dan orang cenderung memaksakan realitas intersubjektif. Kecenderungan ini terlihat dari ungkapan supremasi sipil atas militer. Ini jelas pengingkaran terhadap realitas objektif. Orang "dipaksa" harus menerima realitas intersubjektif, walaupun realitas objektif menunjukkan kualitas personil militer rata rata lebih baik dari sipil

Mulai dari bentuk tubuh, kelenturan, kekuatan fisik, kecepatan gerak, keseimbangan tubuh, daya tahan tubuh dan stamina personil militer lebih baik dari sipil. Hal itu dicapainya berkat latihan rutin. Selain itu personil militer memiliki  kemampuan menggunakan aneka ragam senjata. Tidak hanya aspek fisik, personil militer juga memiliki tingkat kecerdasan yang relatif tinggi, khususnya pada level perwira. Seleksi / rekrutmen personil militer lebih ketat dan persyaratannya lebih banyak dari sipil. Sumberdaya manusia militer berasal dari sekolah sekolah terbaik dan berstatus unggulan seperti SMA Taruna Nusantara di Magelang. 

Organisasi militer lebih efektif dan efisien dari organisasi sipil. Tingkat  kedisiplinan organisasi dan personil meter lebih baik dari sipil. Pembinaan karir personil militer lebih baik dari sipil. Kesenjangan usia antar personil militer pada umumnya hanya 1 tahun, sehingga memudahkan proses pengkaderan, mutasi, promosi dan tidak ada kesenjangan usia. Di organisasi sipil kesenjangan usia dapat mencapai lebih 5 tahun bahkan ada yang belasan tahun. Sebuah Universitas Negeri berstatus PTBHMN ( kelas satu ), di suatu Program Studi, terjadi kesenjangan usia dosen yang mencapai puluhan tahun. Hal ini mustahil terjadi di organisasi militer. Ditinjau dari berbagai aspek harus diakui secara objektif bahwa sangat tidak pantas adanya supremasi sipil atas militer,  bahkan harusnya supremasi militer atas sipil.


Politik dan Larangan Militer Berpolitik

Politik didefinisikan sebagai ilmu,seni menghimpun, mengelola, memanfaatkan kekuasaan, mempengaruhi orang lain agar bersedia melakukan apa yang diinginkan. Dengan definisi di atas sebagai acuan, maka nyaris tidak ada orang yang tidak berpolitik. Anak usia balita yang menangis di depan ibunya adalah bentuk upaya meningkatkan posisi tawarnya agar si Ibu mengabulkan keinginannya. Maka sungguh absurd keinginan orang yang melarang militer berpolitik. Melarang militer berpolitik, tidak memiliki landasan moral, etika, logika. 


Salah Siapa???

Setelah membahas cukup panjang, sampai pada pertanyaan siapa yang memulai / merangsang militer menuntut peran lebih besar?. Satu satunya pihak yang patut dituding siapa lagi kalau bukan politisi sipil. Selama satu generasi militer tiarap dibarak, tahu diri dan masih ingat hujatan masyarakat atas "dosa masa lalu" . Kemudian apa yang dilakukan politisi sipil?. Eksploitasi sumberdaya alam makin masiv, kerusakan dan pencemaran lingkungan makin besar, tingkat korupsi makin menggila, kesenjangan pendapatan makin lebar, kejahatan kerah putih makin meningkat, politik uang dan politik transaksional menjadi sesuatu yang rutin. Peredaran narkoba makin marak, pemalsuan terjadi di segala bidang, pengoplosan sudah berada di tingkat yang membahayakan sendi sendi kehidupan. Kedaulatan negara digadaikan, beberapa pulau sudah dikuasi asing , laut disertifkat hak milik perorangan dan korporasi. Itu semua masih belum cukup, penguasa sipil mengundang keterlibatan alat negara ( tentara, polisi, birokrat ) dalam pertarungan kontestasi pemilu. Keterlibatan partai coklat ( polisi ), partai hijau ( tentara ) sudah menjadi rahasia umum. Kemudian mengapa sekarang diributkan kalau militer menuntut peran lebih besar?. Tuntutan pihak militer adalah buah dari kelakuan politisi sipil. 


Epilog

Sipil sudah pernah diberi kesempatan berkuasa selama satu generasi, tetapi hasilnya sudah kita ketahui bersama. Harusnya siapapun, tidak memandang ciri atribut yang melekat pada dirinya, asalkan mampu mensejahterakan rakyat layak diberi kesempatan untuk mengelola negara. Tidak penting apakah sipil atau militer, atau seorang demokrat, despot ringan atau bahkan diktator sekalipun, asalkan berhasil memakmurkan negara, boleh saja jadi pemimpin negara. Demokrasi hanya sarana, bukan tujuan. Tujuan utama negara didirikan adalah untuk mensejahterakan rakyat. Untuk apa berdemokrasi jika rakyat hidup melarat. Sebaliknya bagi rakyat yang sudah menunggu 80 tahun untuk merasakan hidup sejahtera, diktator sekalipun akan diterima kalau dia memang mampu memberikan kesejahteraan. Rakyat sudah muak dan jenuh dengan segala retorika, angin surga yang didengungkan selama ini. Penguasa baru datang silih berganti tetapi kemakmuran tidak kunjung terwujud. 

Dalam konteks demikian, dikhotomi sipil dan militer menjadi tidak lagi relevan untuk dibicarakan. Superioritas sipil atas militer atau sebaliknya hanya mitos kosong tidak bermakna. Daripada terus berdebat dan bertengkar soal dikhotomi sipil dan militer, lebih baik masing masing berbuat yang terbaik untuk memajukan bangsa dan negara. 








Comments

Popular Posts