BIROKRASI : HASIL INTERAKSI OTAK DENGAN AKSARA, ANGKA, DATA DAN INFORMASI

 

Prolog

Kata birokrasi memiliki arti, makna dan persepsi berbeda beda bagi tiap orang. Bagi banyak orang, birokrasi dianggap sebagai sesuatu yang menjemukan, lambat, bertele tele dan enggan berurusan dengannya. Sebagian orang lain menganggap birokrasi sebagai sarana mengelola sesuatu secara sistematis, metode untuk mencapai tujuan tertentu. Banyak orang yang belum memahami hakekat, cara bekerja birokrasi. Bahkan tidak jarang pejabat yang berkecimpung di dunia birokrasi selama puluhan tahun, juga tidak memahaminya. Tulisan ini berupaya membongkar hakekat birokrasi, termasuk cara bekerjanya yang semakin menjauh dari cara bekerja dan cara berpikir otak manusia serta berbagai paradoks di dalam birokrasi.


Konsep Birokrasi 

Birokrasi adalah organisasi atau sistem yang kompleks, berjenjang, bersifat hierarki, membentuk piramida, dengan pembagian tugas, tanggung jawab, kewenangan secara rinci, jelas  dan bersifat impersonal untuk mencapai tujuan tertentu. Kata birokrasi terdiri dari dua suku kata, bereau dalam bahasa Perancis, artinya meja tulis, dan kratos dalam bahasa Yunani, artinya pemerintahan. Dari arti katanya, birokrasi adalah profesi yang berhubungan dengan pekerjaan yang mengandalkan keterampilan menulis. Birokrasi memiliki fungsi fungsi sebagai produser membuat kebijakan meliputi bidang perencanaan, pelaksanaan, pelayanan pengawasan, evaluasi. 


Sifat dan Karakter Birokrasi 

Di dalam struktur berjenjang data, informasi mengalir secara vertikal dari atas ke bawah dan sebaliknya, juga secara horizontal dalam level yang sama. Informasi dari atas ke bawah biasanya berupa perintah / instruksi dan dari bawah ke atas biasanya berupa laporan tentang pelaksanaan perintah,  yang secara kuantitas lebih banyak dari yang datang dari atas. Perintah itu sering sekali bersifat umum, tidak spesifik, bahkan kabur, mengandung multi tafsir. Seringkali pejabat di level bawah kesulitan menjabarkan, menafsirkan isi perintah dari pejabat level atas. Akibatnya sering terjadi distorsi, malpraktek dalam implementasi di lapangan. 

Pejabat yang berada di level atas jumlahnya lebih sedikit dari level di bawahnya. Maka tidak mengherankan jika terjadi penumpukan informasi di level atas. Akibatnya sering terjadi kelambatan dalam merespon informasi dari bawah. Akibat berikutnya timbul beragam masalah / kekacauan dalam pelaksanaan tata kelola. Untuk mengatasi hal itu, biasanya dilakukan restrukturisasi organisasi dengan menambah jumlah unit, jumlah personil, mengubah algoritma lalu lintas data dan informasi. Akibatnya organisasi menjadi lebih tambun, lebih lambat. Hal ini disebabkan karena tidak dipahami bentuk, struktur, proses di dalam organisasi. 


Kepemilikan Aset Oleh Individu Sebagai Sumber Masalah

Dari tinjauan ilmu biologi, otak manusia memiliki keterbatasan kapasitas untuk menyimpan dan mengingat data / informasi. Kondisi itu merupakan hasil desain dan proses evolusi alam. Otak berfungsi sebagai sarana berpikir dan menyimpan / mengolah data / informasi. Kalau fungsi berpikir dioptimalkan akan mengurangi kapasitas kemampuan mengingat dan menyimpan informasi. Demikian pula sebaliknya. Mekanisme kerja otak memiliki dua ciri yaitu asosiasi dan holistik. Ketika  melihat suatu fenomena, manusia cenderung mengasosiasikan fenomena itu dengan sesuatu yang menimbulkan kesan mendalam di memori otaknya. Asosiasi yang digunakan tiap orang tidak sama, karena bersifat sangat individual. Misalnya, ketika seseorang mendengar lagu berjudul " When I see You Smile ", dia teringat pada momen perkenalannya pertama kali dengan istrinya pada suatu acara pesta dansa. Setiapkali mendengar lagu tersebut, pikirannya langsung mengasosiasikan lagu itu dengan momen yang sudah berlalu sekian puluh tahun. 

Ciri berikutnya adalah kebiasaan otak manusia untuk berpikir holistik. Manusia cenderung melihat dan berpikir tentang suatu fenomena dari berbagai sudut pandang / perspektif, dan mengaitkan / menghubungkan suatu fenomena dengan fenonena lain. Mekanisme kerja otak seperti itu membuat manusia memiliki kemampuan analisis, elaborasi, sinkronisasi, sintesis atas dua atau variabel yang diamati. Dua ciri mekanisme kerja otak manusia seperti itu menimbulkan keterbatasan pada otak untuk menyimpan data / informasi. 

Untuk mengatasi kesulitan itu manusia mengembangkan sistem tulisan yang tersusun dari simbol simbol tertentu yang mewakili bunyi yang diucapkan. Satu lambang tertentu mewakili satu bunyi vokal atau konsonan yang dihasilkan oleh pita suara. Sistem lambang tertua yang diciptakan manusia dan menjadi cikal bakal prototipe tulisan tertua berbentuk segi tiga yang disebut tulisan paku, yang diciptakan pertama kali oleh bangsa Sumeria di Irak Selatan sekarang. Tulisan itu dituliskan di medium berbentuk tablet yang terbuat dari tanah liat. Tulisan itu dibuat ketika tablet tanah liat masih dalam kondisi basah.

Berdasarkan bukti arkeologi tertua, isi tablet tanah liat pada awalnya bukan berisi kisah, legenda atau mitologi suci. Informasi tertua yang disimpan pada tablet adalah kepemilikan seseorang atas biji bijian jelai / gandum yang disimpan di gudang, jumlah hewan ternak, luas tanah pertanian, jumlah pajak yang sudah dibayar, jumlah pajak yang masih tertunggak. Informasi awal yang disimpan adalah kepemilikan aset sumberdaya. Nama orang pertama kali yang terekam pada tablet tanah liat adalah Kushim, yang tercatat memiliki aset  sejumlah 150.000 liter jelai yang diperoleh selama 37 bulan. Dia adalah pemilik nama yang pertama kali tercatat dalam sejarah. 

Kushim dan petugas perbendaharaan logistik tidak mampu mengingat semua informasi yang harus diingat. Seluruh informasi tentang aset individu dan negara makin hari makin bertambah banyak. Jumlah tablet makin menumpuk dan hal itu menimbulkan masalah baru. Masalah pertama adalah bagaimana cara mengumpulkan data / informasi.  Masalah berikutnya adalah bagaimana menyimpan informasi agar tidak hilang. Masalah berikutnya adalah memanggil kembali / mencari informasi yang sudah disimpan. Masalah kedua ternyata lebih rumit dari masalah pertama dan masalah ketiga lebih rumit dari masalah kedua. Manusia membutuhkan cara menyimpan, dan mencari kembali informasi. Maka dikembangkan sistem arsip yang efektif dan efisien. Cara kerja sistem arsip berlawanan dengan cara kerja otak. Jika otak mengembangkan sifat asosiasi dan holistik, maka arsip mengembangkan cara kerja yang bersifat pemilahan, dan spesialisasi / kekhususan / partikulasi. Pemilahan berarti melakukan , pengelompokan berdasarkan ciri atribut tertentu, klasifikasi / taksonomi. Konsekuensi dari lahirnya sistem taksonomi adalah spesialisasi. Pemilahan dan spesialisasi menjadi ciri utama sistem kearsipan. Sistem arsip yang dikembangkan makin lama makin besar dan kompleks. Untuk memudahkan tugas pengarsipan dikembangkan kode kode tertentu berdasarkan kriteria objektif dengan indikator dan parameter yang dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya arsip yang menyimpan informasi luas persil tanah berdasarkan status kepemilikan ( hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak konsesi ) diberi no dan kode tertentu yang memudahkan proses penyimpanan dan mengambil kembali jika dibutuhkan. No kode tersimpan di dalam buku register yang dipegang oleh petugas yang berwenang. Petugas yang diberi wewenang disebut Arsiparist atau Arsipant. Orang yang memiliki keahlian dalam menyusun sistem klasifikasi dan taksonomi disebut Taksonomist.

Pekerjaan mengelola seluruh data / informasi yang dilakukan menurut sistem tertentu, disebut birokrasi. Cara kerja birokrasi semakin lama semakin menjauh dari cara kerja otak manusia. Cara berpikir orang  yang berprofesi sebagai  arsiparist, akuntan dan birokrat, harus diprogram ulang, tidak boleh mengikuti cara kerja otak manusia. Mereka harus mampu berpikir nir asosiasi dan bersifat partikular. Terlebih lagi ketika sejak dua millenium terakhir manusia memperkaya sistem tulisan abjad dengan sistem angka, para petugas di bidang tersebut harus berpikir seperti mesin. Petugas birokrasi harus menempuh proses pendidikan dan latihan khusus agar dapat menghindari cara berpikir manusia. Kecenderungan semakin menjauh dari cara kerja otak, semakin jelas sejak hampir satu abad terakhir orang mengembangkan sistem angka berbasis biner yang meniru cara kerja elektronis. Dengan sistem biner, manusia dapat mengolah data / informasi dalam jumlah sangat besar ( big data ), menyimpannya di dalam sistem data base, mengolah, memanipulasi, mensimulasi, memodelkannya, memanggil kembali dengan sangat mudah dalam waktu singkat. 


Masalah di Birokrasi 

Masalah di birokrasi bersumber pada sifat / karakter birokrasi yang semakin ke bawah, semakin sempit cakupannya, semakin terspesialisasi. Orang yang bertindak selaku birokrat di berbagai level juga semakin sempit pandangannya. Ketika arus informasi bergerak ke atas dan semakin ke atas, jumlahnya sangat besar dan berasal dari berbagai bidang. Orang yang duduk di level atas, berasal dari level di bawahnya yang mendapat promosi merasa gamang, kurang paham dengan aneka jenis informasi dari bawah. Kegugupan itu terlihat dari indikasi lambatnya respon yang diberikan untuk memproses informasi itu lebih lanjut. 

Untuk mengatasi kendala tersebut orang melakukan berbagai upaya. Antara lain mencari orang yang bersifat generalis untuk menduduki posisi puncak di birokrasi. Hal ini juga tidak mudah, karena sulit mencari birokrat bersifat generalis. Memilih Orang dari luar birokrasi juga tidak luput dari masalah penyesuaian iklim kerja yang membutuhkan waktu lama. Cara lain adalah mengubah struktur bangunan birokrasi dari bentuk piramid menjadi trapesium. Tidak ada pimpinan puncak bertengger sendiri. Kepemimpinan tunggal diubah menjadi kepemimpinan kolektif yang tiap pimpinan bertanggung jawab pada beberapa bidang yang dibawahinya. Cara ini juga menimbulkan masalah pada eksekusi kewenangan, karena ada persinggungan dengan bidang lain. Cara lain adalah tetap mempertahankan bentuk struktur piramida, tetapi pimpinan puncak dibantu oleh sekelompok staf ahli dari berbagai bidang. Cara ini juga tidak steril dari masalah. Salah satu sifat dasar manusia yang menduduki posisi puncak, cenderung bersikap menjadi manusia superior, yang tidak mau mengakui kekurangannya dan tidak mau mendengar nasihat dari para bawahan. Cara berikutnya dengan mempersingkat durasi masa jabatan pimpinan puncak, untuk memberi energi baru, darah baru, semangat baru pada birokrasi. Cara ini juga mengandung masalah, pimpinan tidak punya waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan situasi di birokrasi yang dipimpinnya. Mungkin sudah seperti itu situasi yang terjadi di birokrasi, tidak luput dari cacat DNA.


Epilog

Fenomena dan masalah di birokrasi ternyata tidak sesederhana yang dikira. Masalah itu berakar pada desain birokrasi yang menyimpang dari cara berpikir manusia. Birokrasi membutuhkan cara berpikir berbeda dari cara berpikir manusia. Orang membutuhkan birokrasi karena data dan informasi yang dikumpulkan, disimpan, diolah dan dipanggil kembali makin lama makin banyak. Otak manusia memiliki keterbatasan dan tidak mampu melakukan pekerjaan  tersebut. Kebutuhan akan metode pengelolaan data dan informasi berawal dari kepemilikan aset oleh individu dan itu adalah anak kandung peradaban pertanian dan cucu kandung peradaban api.






Comments

Popular Posts