MENJADIKAN ALAM SEBAGAI STAKEHOLDER MANUSIA

 

Prolog 

Berdasarkan kajian ilmu paleoantropologi terhadap bukti bukti fosil manusia, diketahui bahwa manusia sudah hadir di muka bumi sejak 4 juta tahun lalu. Definisi manusia yang digunakan adalah definisi yang berbasiskan anatomi. Manusia adalah mahluk yang berjalan tegak dengan dua kaki. Menurut definisi yang berbasiskan kultural, manusia sudah hadir di muka bumi sejak 2,5  juta tahun lalu. Dua definisi di atas belum memadai jika kita ingin mengetahui proses, pola dan model relasi manusia dengan alam. Untuk mengetahui proses dan model relasi manusia dengan alam, dibutuhkan data yang dapat dijadikan indikator terjadinya relasi tersebut. Data yang dibutuhkan harus dapat memperlihatkan adanya relasi manusia dengan alam, misalnya artefak yang menggambarkan upaya eksplorasi sumberdaya alam, gambar gambar mahluk hidup, simbol simbol abstrak. Sebagai contoh lukisan lukisan di dinding dan langit langit gua yang menggambarkan adegan perburuan hewan mamalia besar. Studi dating ( pertanggalan ), pada gua gua di Maros, Sulawesi Selatan menunjukkan angka 50.000 tahun lalu. Lukisan / goresan abstrak pada cangkang kerang diduga dibuat oleh spesies Homo Erectus berusia 1 juta tahun lalu. Goresan abstrak di dinding gua Rising Star di Afrika Selatan yang dihuni oleh spesies Homo Naledi berusia 400.000 tahun lalu. 

Bukti bukti di atas menunjukkan bahwa riwayat relasi manusia dengan alam sudah cukup tua, tetapi kajian serius tentang bentuk dan model relasi tersebut baru dilakukan pada dua abad terakhir. Terlambatnya kajian relasi manusia dengan alam, menyebabkan pemahaman tentang hal tersebut masih dangkal dan belum menyebar luas. Relasi tersebut mengalami pasang surut, mengikuti pemahaman manusia tentang berbagai ragam aliran  filsafat.  Tulisan ini berusaha membongkar tentang proses relasi manusia dengan alam. 


Postulat Yang Digunakan

Peranan postulat sangat penting dalam membangun kerangka berpikir sistematis, logis. Dengan merumuskan postulat secara tersurat, pembaca akan mudah mengikuti alur argumentasi yang dibangun,  dan dapat menghindari perdebatan yang tidak produktif. Adapun postulat yang digunakan adalah sebagai berikut : 

1. Manusia adalah bagian dari alam, bukan merupakan entitas yang terpisah dari alam.

Postulat ini sangat kuat, karena mendapat dukungan dari hasil hasil riset termutakhir dari bidang bidang mikrobiologi, biologi molekuler, genetika, fisika kuantum dan mekanika kuantum. Hasil penting dari riset riset itu adalah : manusia tidak ada beda dengan mahluk mahluk lain, tersusun dari unsur unsur, proses proses dan senyawa senyawa bio - fisik - kimia dapat diproses dengan algoritma melalui persamaan persamaan matematis.

2. Alam adalah penyimpan jejak yang terbaik. Bentuk relasi manusia dengan alam terekam dengan baik dan dapat ditelusuri dengan bantuan metode keilmuan dan peralatan instrumentasi. 

Postulat ini juga kokoh, mendapat dukungan kuat dari riset riset paleo / arkeo - forensik dan arkeologi instrumentasi serta arkeometri.

3. Kebudayaan adalah hasil dan proses dialektika manusia dengan alam, sehingga perkembangan kebudayaan dapat menggambarkan perubahan bentuk relasi manusia dengan alam.

Postulat ini juga kuat,  mendapat konfirmasi dari studi studi sistem taksonomi artefak. Perbedaan taksonomi yang tampak dari perbedaan ciri atribut artefak menunjukkan dan menandai adanya perubahan pada unsur unsur kebudayaan. Perubahan itu dapat terjadi karena faktor internal, eksternal dan gabungan keduanya.


Riwayat Relasi Manusia Dengan Alam

Relasi antara manusia dengan alam yang dibangun secara sadar, menunjukkan bahwa manusia telah memiliki kesadaran diri. Kesadaran diri itu dapat diketahui dari goresan, gambar yang ditafsirkan mengandung makna tertentu atau simbol tertentu. Goresan atau gambar itu dapat berupa bentuk lingkaran, segitiga, bujur sangkar, persegi panjang, garis garis lurus atau berpotongan. Para pembuat simbol itu tentunya sudah dapat berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak membuka jalan bagi manusia untuk menempatkan posisinya di alam sekitarnya dan relasinya dengan alam sekitar. Kesadaran akan posisinya dan pengamatan terhadap berbagai fenomena alam yang memiliki kekuatan besar seperti suara gemuruh hujan lebat disertai suara geledek, kilatan / sambaran petir, membuat manusia merasa kecil dan lemah. Manusia merasa kekuatan alam yang maha dahsyat, membuat dirinya terintimidasi. Manusia menempatkan dirinya di bawah, imanen, tunduk kepada kekuatan alam yang berada di atas dan bersifat transenden. Manusia merasa perlu membangun hubungan dengan kekuatan alam dengan cara memberikan persembahan, melakukan  ritual / ibadah  sebagai sarana pintu masuk ke dalam ruang dialektika dengan kekuatan yang mengendalikan alam. Pola hubungan teansenden - imanen yang tidak setara, menjadi dasar pembentukan religi purba dan terus berlanjut pada religi Indo - Greecko -  Romano dan Abrahamik ( Yahudi,  Kristen dan Islam ). Semua bentuk dan pola relasi manusia dengan alam yang bersifat transenden - imanen disebut oleh Cornelis Antoine van Peursen seorang filsuf kontemporer sebagai relasi tahap mistis. Bentuk relasi model ini masih dijalankan oleh mayoritas populasi manusia. 

Selama berpuluh abad, manusia menjalankan relasi yang selaras, harmoni dengan alam, tetapi tetap dalam konteks hubungan transenden dan imanen yang tidak setara. Baru lebih kurang 5 abad yang lalu manusia mulai mencoba membangun model relasi yang berbeda. Manusia mulai memandang hubungan transenden - imanen sudah tidak memuaskan hasratnya yang mulai beragam. Manusia merasa tidak perlu menempatkan dirinya di bawah kekuatan alam. Manusia mulai mengambil posisi berjarak dan mulai mengamati perilaku alam dengan cermat serta mencatatnya dengan detail, teliti . Maka lahirlah paham filsafat empirisme  yang melahirkan metode observasi dan pengukuran. Alam diperlakukan sebagai objek kajian / penelitian, dieksplorasi, dieksploitasi, diperkosa habis habisan. Berbagai metode penelitian dan peralatan instrumentasi dikembangkan. Perkembangan itu menghasilkan kemajuan sains luar biasa pesat. Berbagai dalil, hukum di dalam ilmu ilmu keras ( sains ), ilmu ilmu lunak ,( ekonomi, sosial, budaya dan humaniora  ) dihasilkan. Dalil dalil itu selain memberi penjelasan terhadap perilaku alam, juga memberikan manusia kemampuan merekayasa alam, mengendalikan alam. Kemampuan itu memberi manusia peluang hidup lebih nyaman, makmur,  bahkan kaya. Untuk mempertahankan tingkat kemakmuran, manusia semakin tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Beberapa titik kerusakan , dan anomali di alam mulai bermunculan.  Lama kelamaan tingkat kerusakan alam semakin tidak terkendali dan telah nenurunkan mutu lingkungan hidup. Manusia mulai berkeluh kesah, panik, takut akan nasib buruk yang mulai membayang di matanya. Beberapa tokoh terkemuka mulai berteriak nyaring akan kondisi yang terus memburuk dan minta tindakan perusakan alam dihentikan, minimal dikurangi. Mereka merasa pola hubungan antara manusia dengan alam yang timpang, harus dihentikan. Pola hubungan antara manusia dengan alam pada era modern disebut sebagai relasi tahap ontologis. Pada era ontologis, manusia tidak pernah menganggap posisinya di bawah atau sejajar, tetapi lebih tinggi dari alam. Alam tidak pernah dianggap sebagai stakeholder ( pemangku kepentingan ) manusia. Manusia tidak pernah merasa sebagai bagian dari alam, tetapi menempati posisi sebagai mahluk istimewa dan diberi mandat oleh Tuhan untuk menguasai alam dan alam harus mengabdi pada kepentingan manusia. Dengan kata lain manusia menciptakan status baru bagi dirinya yaitu mahluk Verry Verry Important Person. 

Menjelang akhir abad XX, beberapa filsuf dan tokoh terkemuka mulai berteriak lantang, menggugah kesadaran manusia akan relasi yang tidak sehat antara alam dengan manusia. Bentuk relasi yang eksploitatif harus dihentikan. Manusia harus mulai membangun relasi yang sejajar, seimbang, harmonis, timbal balik. Manusia jangan hanya menyedot mineral dari alam, tanpa memberikan kompensasi kepada alam. Alam harus dipandang sebagai mitra sejajar dan diperlakukan dengan adil. Alam adalah stakeholder manusia. Tanpa alam yang sehat, tidak mungkin didapatkan kehidupan yang sehat. Alam adalah tempat manusia berpijak dan beraktivitas, alam mensuplai bahan makanan, minuman, udara bersih. Kualitas alam yang buruk akan menyebabkan turunnya kualitas hidup manusia. Manusia tidak punya pilihan lain selain membangun relasi yang sehat dengan alam. Relasi yang bersifat setara dan timbal balik antara manusia dengan alam disebut sebagai relasi tahap fungsional. Kalau mau jujur, mulai masa Renaisance, sampai akhir abad XX, bahkan di awal abad XXI,, manusia tidak pernah memperlakukan alam sebagai stakeholder. Alam dianggap sebagai objek, bukan subjek. Manusia dianggap sebagai entitas tersendiri, bukan bagian dari alam. Relasi fungsional akan mengubah tatanan relasi ontologis. Perubahan itu jelas akan mengubah banyak hal. Di antaranya akan mengubah paradigma sains. ilmu sosial, budaya dan humaniora. Perubahan paradigma akan membawa perubahan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengetahuan, perubahan pendekatan, perubahan metode penelitian dan perubahan instrumen penelitian. 


Beberapa Implikasi

 Relasi tahap fungsional membawa beberapa Implikasi yang menyentuh berbagai bidang kajian keilmuan dan aspek kehidupan. Di antara  implikasi yang dimaksud adalah : 

1. Perubahan cara pandang baru terhadap alam. Alam tidak lagi dipandang sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Sebagai contoh, dokumen Standardisasi Internasional ISO 26000 tentang implementasi program Corporate Social Responsibility  ( CSR ), mengharuskan korporasi melaksanakan program yang meliputi tujuh subjek, bukan tujuh objek. Ke tujuh subjek yang dimaksud adalah pengembangan masyarakat, persaingan usaha yang fair, ketenagakerjaan, perlindungan hak hak konsumen, penghargaan terhadap hak hak azazi manusia,  demokratisasi dan otonomi daerah, upaya konservasi / pelestarian lingkungan. Dokumen ISO sudah mempelopori langkah perubahan cara pandang orang terhadap alam.  Program yang disusun harus berlandaskan prinsip tiga P ( Planet, People, Profit ). Manusia memperbesar skala usaha agar dapat menghasilkan profit untuk meningkatkan kesejahteraannya. Profit dihasilkan dari kegiatan mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam dari bumi. Agar bumi dapat terus memberikan sumberdaya yang dibutuhkan secara berkelanjutan, maka korporasi dan manusia harus memberikan kompensasi dengan melakukan upaya konservasi lingkungan. Dengan demikian terbangun relasi yang sehat antara manusia dengan alam.  Pada prinsip itu jelas terlihat bahwa manusia menempati posisi setara, dengan alam, mendapat prioritas yang sama. 

2. Selama ini manusia mendapat perlakuan istimewa. Status sebagai stakeholder hanya diberikan kepada sesama manusia. Misalnya, dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program, ada tahap melakukan identifikasi para stakeholder. Para stakeholder internal biasanya disebut karyawan, pimpinan, stakeholder eksternal disebut aparatur sipil negara, polisi, pers / media, Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), parlemen, Organisasi Kepemudaan ( OKP ), supplier, vendor, kontraktor dan masyarakat sekitar. Alam tidak pernah mendapat status stakeholder. Dalam relasi fungsional, sudah ada kesadaran menempatkan alam sebagai stakeholder.

3. Dalam kajian berbagai bidang ilmu termasuk bidang hukum harus dilakukan perombakan beberapa konsep dasar.  Dalam kajian bidang pariwisata , konsep objek wisata, harus diubah menjadi subjek wisata. Di dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, disebutkan ada sebelas objek pemajuan kebudayaan, harus diubah menjadi sebelas subjek pemajuan kebudayaan. Adapun sebelas subjek kebudayaan yang dimaksud adalah tradisi lisan, manuskrip / prasasti, monumen / relik, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional,  teknologi tradisional,  seni, bahasa, permainan rakyat,  olahraga tradisional. Perubahan bunyi vokal dan simbol huruf dari kata objek menjadi subjek, secara filsafat  membawa implikasi perubahan arti dan makna yang mendasar. 


Epilog

Berbagai fenomena kerusakan / pencemaran lingkungan yang terjadi selama ini disebabkan karena ada kesalahan dalam memandang posisi manusia di alam, menempatkan manusia sebagai mahluk VVIP, berada di atas semua mahluk lain  ( anthropocentris ). Kesalahan ini memicu timbulnya kesalahan lain yaitu posisi alam adalah subordinasi, dapat diperlakukan semena mena. Akhirnya alam dianggap bukan sebagai stakeholder manusia, sementara itu posisi alam sebenarnya jauh lebih penting dan setara dengan manusia. Manusia lupa di mana dia berpijak, berdiri, dari mana dia mendapat pasokan makanan,  minuman dan udara. Merusak alam berarti merusak kehidupan manusia itu sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi manusia di alam, pilihannya hanya satu dan hanya satu satunya, yaitu bangun dan kembangkan relasi fungsional antara manusia dengan alam dan jadikan alam sebagai stakeholder manusia.


Comments

Popular Posts