ANTARA INDONESIA DAN NUSANTARA

 

Prolog

Sebagian besar orang menganggap Indonesia sama dengan Nusantara. Anggapan ini jelas keliru, karena keduanya merupakan konsep yang berbeda. Nama atau label pada dasarnya adalah konsep yang merepresentasikan substansi yang dikandungnya. Banyak pula orang yang tidak mempersoalkan perbedaan istilah, nama, yang merujuk pada sesuatu yang mirip. Pandangan ini juga perlu dikoreksi dengan argumentasi bahwa akurasi, aturan / kaidah pembentukan istilah / nama adalah penting. Keteraturan dan ketepatan penggunaan bahasa mencerminkan keteraturan berpikir. Penggunaan bahasa yang tertib menunjukkan keteraturan sistematika berpikir. 

Tulisan ini dibuat karena sangat relevan dengan pelaksanaan pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta di pulau Jawa ke Ibu Kota Nusantara yang terletak di Provinsi Kalimantan. Timur. Ibu kota baru diberi nama Nusantara, sebuah nama yang dianggap identik dengan Indonesia di masa pra kolonial. Tulisan ini membahas ke dua konsep tersebut berdasarkan sumber sumber tertulis, yang berasal dari luar dan dari dalam negeri. Kemudian dibahas implikasi penentuan nama Nusantara sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Asal Kata Indonesia 

Kata Indonesia berasal dari dua suku kata yaitu Indo,Indu, India, dan Nesia, berasal dari bahasa Yunani , Nesos, yang berarti pulau. India  mengacu pada wilayah di Asia Selatan, meliputi India, Pakistan, Sri Lanka, Bang La Desh, dan daratan Asia Tenggara dan Kepulauan yang terletak di sebelah selatan daratan Asia Tenggara. Kata nesos kemudian diserap ke dalam bahasa Sansekerta menjadi nusa. Bahasa Yunani, Latin, Sansekerta tergolong kepada rumpun bahasa Indo German. Kata lain yang berarti pulau di dalam kelompok bahasa Indo German adalah isle, isla, island. Kata dwipa dalam bahasa Sansekerta juga berarti pulau, seperti Jawa dwipa ( pulau Jawa ), Swarna dwipa ( pulau Sumatera ).

Sebagian besar orang menganggap Adolf Bastian seorang ahli etnologi asal Jerman yang menemukan dan mempopulerkan nama Indonesia. Pendapat ini diperoleh dari sebagian besar literatur. Memang tidak dapat disangkal bahwa Adolf Bastian adalah orang jenius dan multi talenta. Selain ahli etnologi, dia juga ahli hukum, ilmu ilmu alam dan kedokteran. Adolf Bastian lahir tahun 1826 dan wafat tahun 1905. Sepanjang karirnya Bastian banyak melakukan perjalanan ekspedisi ilmiah. Istilah Indonesia terdapat di dalam bukunya yang berjudul Indonesian Order Die Inseln Des Malayischen Archipel dan Die Volkev des Ostl Asian yang diterbitkan tahun 1884.

Sebenarnya jauh sebelum Adolf Bastian menerbitkan tulisannya, sudah ada dua orang yang menyebut kata Indonesia dalam publikasinya. Earl George Samuel Windsor,  ( 1813 - 1865 ), membuat tulisan berjudul The Malayunesians branch of this race, diterbitkan di dalam jurnal ilmiah tahunan bertajuk The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia Vol IV, 1850. George Samuel Windsor memaparkan keduanya ( Melayu dan Indonesia ) layak digunakan  untuk menyebut kepulauan di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yaitu Malayunesians dan Indunesian. Dia lebih memilih Malayunesian, dengan argumentasi agar lebih menghormati penduduk suku suku Melayu yang mendiami kepulauan itu. Dia juga menulis artikel lain di jurnal yang sama, berjudul On the Leading Characteristic of the Papua, Australian and Malay - Polynesians Nations. 

Seorang sarjana yang merupakan Junior dari George Samuel Windsor waktu belajar di universitas bernama James Richardson Logan  asal Skotlandia ( 1819 - 1869 ) dan wafat di Penang, Malaysia berpendapat lain. Logan menulis buku bejudul  The Etnology of the Indian Archipelago. Dalam bukunya itu, Logan lebih memilih istilah Indonesia karena dianggapnya lebih ringkas, praktis. Pendapatnya diikuti oleh banyak sarjana lain seperti Adolf Bastian, H van Koll. Orang Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah tokoh pergerakan  Ki Hajar Dewantara, kemudian diikuti oleh Sukarno, Hatta, Syahrir dan lain lain.  


Asal Kata Nusantara

Kata Nusantara terdiri dari dua suku kata yaitu nusa dan antara, artinya di antara pulau pulau ( banyak pulau atau kepulauan ). Kata Nusantara yang pertama kali tercatat di dalam sumber tertulis terdapat di dalam kitab kakawin Negarakertagama karya pujangga Mpu Prapanca yang ditulis pada tahun 1365. Nama asli Prapanca adalah Dang Acarya Nadendra. Ayahnya adalah pemuka agama Budha, menduduki jabatan Dharmadyaksa Ring Kasogatan. Sebenarnya nama kitab yang diberikan oleh penulisnya adalah Decawarnana. Kitab itu berisi informasi tentang silsilah raja raja kerajaan Singasari dan Majapahit, tata kota dan  kehidupan masyarakat di ibu kota Majapahit, luas wilayah taklukan Majapahit, kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk keliling wilayah inti kerajaan Majapahit. Salah satu informan istimewa bagi Prapanca adalah Dang Acarya Ratnamsa, seorang pemuka agama yang sudah berusia sangat lanjut dan mengalami masa pemerintahan beberapa orang raja. Di dalam salah satu pupuh kitab Negarakertagama,  disebutkan kata Nusantara ( pupuh ke 8 hingga 16 berisi informasi tentang wilayah Majapahit ).  Wilayah kerajaan Majapahit meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Maluku, Bali,  Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Timor, Papua, sebagian Thailand dan sebagian Filipina.


Perbedaan Konsep Indonesia dan Nusantara 

Indonesia dan Nusantara adalah dua konsep yang berbasiskan wilayah tertentu. Wilayah Indonesia diputuskan dalam sidang Badan Penyelidik Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), yaitu seluruh wilayah yang diduduki oleh Belanda. Berarti tidak termasuk Semenanjung Malaysia, Kalimantan Utara ( Serawak, Sabah, Brunei ), Singapura, yang menjadi jajahan Inggris dan Timor Timur yang menjadi jajahan Portugis,serta Papua Bagian  Timur yang menjadi jajahan Inggris, kemudian oleh Australia. Menurut penulis,  keputusan BPUPKI sudah tepat, karena mustahil mengajukan klaim wilayah yang dikuasi negara lain selain Belanda.  



Foto 1 : Peta wilayah Nusantara ber                                        dasarkan rekonstruksi dari                                        kitab Negarakertagama. 


   Sumber  :  Google



 


Foto 2 : Peta Wilayah NKRI terbaru


   Sumber  :  Google


Wilayah Nusantara jika berdasarkan naskah Negarakertagama, lebih luas dari wilayah Indonesia. Berdasarkan situasi konstelasi wilayah Asia Tenggara pada abad XX dan XXI, tidak realistis mengajukan klaim untuk seluruh wilayah Nusantara. Oleh karena itu penggunaan kata Indonesia lebih tepat dari Nusantara. 


Implikasi Nama Ibu Kota Nusantara ( IKN )

Pemberian nama ibu kota negara yang baru dengan nama Nusantara mengandung implikasi yang harus dipikirkan. Kalau tetap menggunakan nama Nusantara, maka konsekuensi logisnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak memiliki ibu kota karena Jakarta sudah tidak berstatus ibu kota dan IKN kehilangan legitimasi sebagai ibu kota, karena tidak memiliki kesatuan wilayah pemerintahan sesuai dengan nama Nusantara. Nama Nusantara jadi tidak bermakna karena substansi konsepnya tidak sesuai dengan realita. Langkah paling realistis adalah mengganti nama ibu kota tanpa embel embel kata Nusantara. Mengganti nama negara juga dapat dilakukan dan sudah ada beberapa negara yang mengganti nama negaranya. Misalnya Burma mengganti namanya menjadi Myanmar. Volta Hulu berubah nama menjadi Burkina Faso. Jika Indonesia mengganti nama, maka konsekuensi logisnya harus mengubah sekian banyak peraturan perundang undangan. Langkah mengubah nama ibu kota baru jauh lebih mudah dilakukan. 

Jika nama IKN diubah, lalu apa nama yang layak sebagai gantinya?. Tahun 2018, sebelum nama IKN ditahbiskan , penulis pernah mengusulkan nama yang layak dipertimbangkan untuk ibu kota baru. Nama itu juga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Prajapura yang artinya kota pemerintahan ( Pusat pemerintahan ). Praja artinya pemerintahan dan pura berarti kota. 


Epilog

Persoalan nama, istilah,  bahasa tidak sesederhana yang dianggap banyak orang. Nama atau label adalah konsep dan konsep harus memiliki kesesuaian dengan substansinya. Kecerobohan memilih nama dapat menimbulkan berbagai implikasi penting. Pada tataran ini orang semakin disadarkan akan pentingnya filsafat, ilmu bahasa dan semiotika. 




Comments