NILAI PENTING SENI

Seni diartikan sebagai kemampuan dasar manusia dalam menafsirkan, mengartikulasikan diri / kesadaran diri, relasi dirinya dengan alam sekitar, mengekspresikan pikiran dan emosi dengan cara yang  teratur, sistematis sehingga memberikan nilai yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Medium yang digunakan untuk mengungkapkan pikiran / perasaan dan pesan sangat beragam, mulai dari suara, gerakan, hingga material di alam baik yang awet dan terawetkan maupun tidak. Penggunaan material yang awet dapat merekam pesan yang melintas dimensi ruang  - waktu, sehingga menyentuh audiens antar benua dan antar jaman. Nilai yang dikandung oleh suatu karya seni juga sangat beragam. Sebagian dari nilai nilai tersebut antara lain, pengetahuan, keindahan. Penggagas ide dapat dianggap sebagai pemancar ( sender ), karya seni sebagai medium dan audiens sebagai penerima. Biasanya pemilik ide / gagasan memiliki level pemikiran di atas rata rata audiensnya. Tidak semua gagasan dan pesan dari sender dapat diterima oleh audiens. Dibutuhkan upaya menyesuaikan frekuensi gelombang antara sender dan penerima ( receiver ). Selain itu seringkali pesan pesan itu disampaikan tidak  secara gamblang, tersurat, melainkan secara tersamar, diselimuti dengan aneka ragam tanda, lambang, simbol. Dibutuhkan keahlian ekstra untuk dapat mengungkapkan berbagai pesan, nilai dari para penggagas / seniman.


Karya Seni dan Senimam Pertama di Dunia

Tidak diketahui dengan pasti apa bentuk karya seni tertua dan siapa pembuatnya?. Ada sebuah petunjuk samar samar mengenai hal itu. Yang sudah pasti medium yang digunakan harus terbuat dari material an organik atau organik yang sudah memfosil. Pada ekskavasi yang dilakukan di lembah sungai Bengawan Solo, di desa Trinil pada tahun 1891 dipimpin oleh Eugene du Bois, ditemukan sebuah cangkang kerang yang sudah memfosil. Cangkang itu ditemukan berasosiasi dengan fosil Hominid spesies Homo Erectus. Hasil penelitian terhadap cangkang kerang itu, menunjukkan angka 430.000 - 540.000 tahun lalu. Pada permukaan cangkang terdapat goresan goresan dengan pola sedeerhana berbentuk  zig zag. Goresan itu merupakan bukti fisik otentik tertua yang digoreskan oleh manusia yang berbeda spesies dengan kita, tetapi dipastikan memiliki tingkat persamaan fisik, genetik yang sangat tinggi, memiliki akal pikiran, emosi, koordinasi gerakan otot tangan seperti kita, tetapi masa hidupnya dipisahkan oleh rentang waktu 500.000 tahun. Goresan itu merupakan pesan dari masa lalu yang belum dapat dipahami maksud dan arti serta maknanya. 



 ( Joordens, 2015)


Dari bumi Afrika bagian selatan, ditemukan gua yang disebut Rising Star. Di dalam gua yang paling sulit dicapai terdapat sistem penguburan tertua di dunia. Di gua itu ditemukan ribuan potong tulang dari ratusan individu jenis hominid spesies Homo Naledi. Gua Rising Star diteliti oleh tim peneliti yang dipimpin oleh LR Berger.  Usia situs tersebut diperkirakan 335.000 - 241.000 tahun lalu. Temuan lain yang dianggap spektakuler adalah goresan berbentuk garis garis berpotongan yang digores di dinding gua. Melalui penelitian mikroskopis terhadap material dinding gua, dapat dipastikan bahwa goresan itu sengaja dibuat dan itu merupakan upaya membuatnya permanen. Pesan itu ternyata sampai kepada kita, tetapi lagi lagi kita belum dapat mengungkapkan makna goresan itu. Kajian tentang goresan itu mengungkapkan suatu kemungkinan pewarisan pengetahuan di antara homonid yang berbeda spesies yang dipisahkan oleh jarak ribuan mil. Di gua Gorham, di tepi selat Gibraltar, ditemukan bekas pemukiman spesies Homo Neanderthal yang berusia 30.000 - 40.000 tahun lalu. Periode itu adalah masa akhir keberadaan Neanderthal. Di dalam gua Gorham ditemukan goresan yang polanya sangat mirip dengan yang terdapat di gua Rising Star. Apakah kemiripan itu terjadi secara kebetulan atau disebabkan adanya komunikasi di antara dua spesies tersebut?. Para ahli belum dapat memastikannya. 


Sistem Gua Rising Star
Sumber: Google

Fitur-fitur pemakaman Dinaledi Chamber. 
( Berger, et.al, 2023 )
  • (A):Model fotogrametri dari Lantai Kamar Dinaledi dan area penggalian area ekskavasi. Lokasi penggalian tahun 2013-2016 area penggalian 2013-2016 dan dua unit penggalian 2018 unit ekskavasi diberi label. Persegi menunjukkan area dari panel lainnya.
  • (B): Foto penggalian area termasuk Fitur 1 dan Fitur 2. 
  • (C):Area oval pada Fitur 1 sesuai dengan kontras sedimen dan garis besar material kerangka yang tersisa di lokasi. Tiga tulang yang digali di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan secara stratigrafi lebih tinggi dan berada di luar fitur. 
  • (D): Rekonstruksi tiga dimensi dari fotogrametri Fitur 1, yang menunjukkan bukti adanya elemen-elemen yang didukung matriks


Goresan buatan manusia Naledi di situs Gua Rising Star ( foto atas ) dan goresan buatan manusia Neanderthal di situs Gua Gorham ( foto bawah ). Keduanya digoreskan pada dinding gua
 (  Berger, et.al, 2023 )




Maestro Pelukis Tertua di Dunia

Bumi Nusantara tercatat sebagai lokasi munculnya seni lukis tertua di dunia, tepatnya di gua gua karst ( kapur ), di Maros, Sulawesi Selatan. Gua gua tersebut pertama kali diteliti oleh para arkeolog asing, CHN Heeren Palm, HR van Heekeren. Lukisan itu dibuat di dinding gua, menggambarkan puluhan telapak tangan dengan warna merah. Salah satu lukisan menggambarkan seekor babi hutan yang sedang melompat. Di bagian badan babi hutan digambarkan mata panah / tombak yang menghujam. Berdasarkan pengujian usia dengan teknik dating termutakhir, diperoleh angka 45.000 - 50.000 tahun lalu. Tidak diragukan lagi ini karya seni lukis tertua di dunia, lebih tua dari yang terdapat di gua Lascaux ( Perancis ) dan Altamira ( Spanyol ). 
Lukisan yang menggambarkan telapak tangan dan hewan hewan ternyata juga banyak ditemukan di gua gua di Kepulauan Maluku ( Kepulauan Kepulauan  Kei, Aru, Tanimbar, pulau Seram ), Papua ( teluk Bintuni ). Lukisan lukisan di dinding gua telah diteliti oleh J Roder, setelah merdeka dilanjutkan oleh para arkeolog Indonesia. 

Di luar Indonesia, lukisan lukisan di dinding dan langit langit gua terdapat di Perancis dan Spanyol. Di gua Lascaux terdapat lukisan lukisan yang menimbulkan decak kagum dari siapapun yang melihatnya. Lukisan lukisan itu menggambarkan hewan hewan mamalia besar yang sebagian sudah punah di Eropa seperti mamouth, bison, rusa dengan pose dan gerakan dinamis, natural, komposisi warna yang sangat indah. Demikian juga dengan lukisan lukisan di dinding dan langit langit gua Altamira, Spanyol.  Lukisan lukisan itu mendapat pujian dari para mastero pelukis besar seperti Pablo Picaso dan Salvador Dali. Dibutuhkan teknik / skill tinggi dalam teknik melukis,  pengetahuan tingkat tinggi dalam bidang botani / herbal untuk menghasilkan bahan pewarna alami yang awet, kemampuan mengendalikan api sebagai alat penerangan di dalam gua yang gelap gulita. Berdasarkan penelitian yang menggunakan teknik dating mutakhir, usia lukisan  lukisan itu ditaksir berusia 35.000 - 40.000 tahun lalu.
Keberadaan lukisan Lukisan itu dapat diartikan pada masa itu manusia sudah mampu mentransformasi peta mental di alam abstrak ke alam empirik, memiliki kemampuan teknik melukis tingkat tinggi, memiliki kesadaran akan  konsep ruang - waktu. Semua kemampuan itu dipercaya telah berperan penting dalam meningkatkan kemampuan cipta rasa dan karsa yang memberikan daya percepatan pengembangan peradaban manusia. Inilah nilai penting pertama dari seni . 


lukisan dinding gua di Maros, Sulawesi Selatan
Sumber: Google




lukisan dinding gua di  Lascaux, Perancis
Sumber: Google


Lukisan dinding gua di Altamira, Spanyol
Sumber: Google


 Lukisan dinding di gua  Kaimana, Papua Barat
Sumber: Google


Lukisan di tebing bukit di Kepulauan Kei, Maluku
Sumber: Google



Seni Sebagai Pemecah Kebuntuan

Di dalam setiap komunitas, masyarakat, adakalanya terjadi kemandekan, kebuntuan. Pada masa pergerakan dalam rangka upaya mencapai kemerdekaan, para pemimpin gerakan mengalami berbagai pembatasan, tekanan dari pihak penguasa, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas. Gerak gerik para tokoh pergerakan seperti Sukarno, Hatta, Syahrir diawasi dengan ketat oleh aparat polisi intelijen Pemerintah Hindia Belanda, PID ( Politieke Inlichtingen Dienst ). Sukarno tidak dapat memberikan kursus / pendidikan politik selama menjalani masa hukuman buang di Ende ( Flores ) dan Bengkulu. Sukarno yang semasa sekolah di HBS ( Hoogere Burger School ) Surabaya dan THS ( Technische Hooge School ) Bandung mendapat gemblengan pendidikan seni yang bagus, segera menemukan celah yang dapat dimanfaatkan. Sukarno segera membentuk grup sandiwara / tonil / theater yang anggotanya adalah para pemuda setempat. Sukarno bertindak sebagai penulis naskah,  sutradara. Melalui aktivitas seni itu Sukarno memasukkan paham kebangsaan / nasionalisme  di kalangan pemuda dan warga pada umumnya.  Inilah nilai penting kedua dari seni.


Seni Sebagai  Sarana Mobilisasi Sumberdaya

Seni sebagai sarana mobilisasi sumberdaya sudah terbukti ampuh pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Menjelang pecah Perang Pasifik yang menjadi bagian dari Perang Dunia II, Jepang melalui jaringan intelijennya, sudah mengumpulkan data / informasi tentang budaya dan karakter dasar bangsa Indonesia. Untuk memuluskan rencana invasinya Jepang melihat potensi seni sebagai sarana penyebaran propaganda. Bangsa Indonesia sangat gemar menikmati tontonan apa saja, khususnya seni pertunjukan dan harus gratis. Segera diadakan rangkaian pertunjukan drama / sandiwara di berbagai wilayah dan tidak berbayar. Dipanggung pertunjukan dikumandangkan slogan - slogan 3 A ( Nippon Cahaya Asia, Nippon  Peindung Asia, Nippon Pemimpin Asia ) Propaganda 3A menuai hasil besar dan Jepang dalam waktu singkat berhasil menjadi suksesor kekuasan Belanda. Demikian juga ketika Jepang meminta bantuan Sukarno untuk memobilisasi tenaga kerja sukarela / paksa ( romusha), dengan membentuk PUTERA ( Pusat Tenaga Rakyat ). Sukarno dan Jepang memanfaatkan seni rupa berupa poster poster propaganda ke seluruh pelosok Indonesia. Dengan poster yang memikat, Jepang dengan mudah dapat memobilisasi tenaga kerja besar besaran dalam waktu singkat. Inilah nilai penting ketiga dari seni




Poster propaganda Jepang dan foto Sukarno, selaku pimpinan Putera
Sumber: Google



Seni Sebagai Sarana Kompromi Antara Doktrin Dengan Kebutuhan Ekspresi

Agama Islam melarang pengikutnya membuat penggambaran mahluk hidup, dengan tujuan untuk mencegah tindakan penyembahan mahluk hidup. Larangan tersebut terdapat di dalam hadist ( ucapan dan tindakan Nabi Besar Muhammad SAW  yang ditulis ). Sementara itu fi dalam diri manusia terdapat naluri senang dengan keindahan. Naluri itu sudah berada dalam diri manusia sejak ratusan ribu tahun lalu, jauh sebelum adanya agama. Ajaran agama tidak dapat memadamkan hasrat manusia akan keindahan dan seni. Manusia secara jenius mencari kompromi antara hasrat akan seni dengan doktrin ajaran agama. Kemudian orang menemukan bentuk kompromi itu di dalam seni kaligrafi Arab. Sebuah kaligrafi yang menggambarkan sosok hewan atau manusia dapat diterima dengan berlindung di balik seni kaligrafi dengan mengatakan bahwa dia tidak membuat penggambaran tentang hewan atau manusia, melainkan hanya membuat tulisan kaligrafi Arab , dan itu dapat diterima di dalam ajaran agama dan di komunitas pemuka agama.
Dengan demikian maka seni dapat berperan sebagai sarana negosiasi kompromistis antara masyarakat / komunitas seniman dengan pemuka agama. Inilah nilai penting keempat dari seni.  







Sumber: Google

Dari uraian di atas, menjadi jelas, terang benderang bahwa seni adalah sesuatu yang esensial bagi setiap manusia. Tanpa seni, kehidupan terasa gersang, sepi dan monoton. Seni memberikan variasi, gerakan amplitudo dalam ritme kehidupan, membuat hidup lebih bermakna. Setiap manusia cerdas, pasti menyukai dan mencintai seni, karena seni mendorong daya kreativitas. Walaupun demikian tidak setiap orang paham dan mampu menikmati seni hingga di tataran tertinggi. Untuk mencapai level itu dibutuhkan seperangkat pengetahuan teknis, metodologis dan teoritis tentang bagaimana cara mengapresiasi sebuah karya seni. Ironisnya tidak semua sekolah, universitas memberikan bekal pengetahuan tersebut. Akibatnya banyak orang yang tidak mampu menikmati keluasan  horizon seni dan menyelami kedalaman seni. 



Referensi: 

Berger, Lee R, et.al, (2023). 241,000 to 335,000 Years Old Rock Engravings Made by Homo naledi in the Rising Star Cave system, South Africa.  eLife.

Comments