JEBAKAN PERADABAN : TRAGEDI MANUSIA LINTAS JAMAN
Prolog
Selama satu juta tahun terakhir, basis peradaban manusia belum berubah. Apapun jenis dan bentuk perubahan yang dihasilkan, basisnya tetap sama yaitu api dan karbon sebagai turunannya yang utama. Beberapa koso kata yang masih tertinggal dalam perbendaharaan kata menunjukkan indikasi kebenaran pernyataan di atas. Kata kapal api, kereta api, senjata api, korek api masih digunakan, walaupun wujud apinya tidak digunakan secara langsung, tetapi prinsipnya ( pembakaran ) masih tetap digunakan. Kemampuan mengendalikan dan memanfaatkan api sebagai sumber energi telah melahirkan banyak ide, gagasan, penemuan dan penciptaan berbagai peralatan / perkakas yang mengubah cara hidup manusia.
Penemuan domestikasi tanaman dan hewan telah mengubah cara hidup dari berburu dan mengumpulkan makanan yang berpindah pindah menjadi hidup menetap di satu tempat. Muncul desa desa permanen yang kemudian berkembang menjadi kota kota. Kemapanan peradaban pertanian melahirkan peradaban industri. Jika peradaban pertanian butuh waktu 10 ribu tahun untuk mendorong timbulnya peradaban industri, maka peradaban industri butuh waktu hanya 3 abad untuk melahirkan peradaban informasi. Artinya terjadi lompatan / percepatan besar dari aspek waktu antara peradaban industri ke peradaban informasi. Di antara titik titik lompatan peradaban itu sebenarnya ada ribuan ide, gagasan, penemuan yang dihasilkan. Setiap ada penemuan baru, orang berharap akan ada perubahan / perbaikan kualitas hidup, menawarkan kemudahan, menjanjikan harapan baru yang dianggap dapat memecahkan masalah atau mengatasi problem yang ditimbulkan oleh penemuan sebelumnya.
Catatan sejarah menunjukkan kebaikannya. Alih alih mengatasi masalah, penemuan baru justru melahirkan masalah masalah baru yang tidak terpikirkan / tidak terbayangkan sebelumnya. Sepertinya manusia terjebak dalam perangkap berskala giga, sehingga apapun upaya manusia untuk mengatasi masalah, hanya melahirkan masalah baru yang lebih kompleks. Setiap langkah kemajuan yang dihasilkan, justru makin menenggelamkan manusia dalam kubangan jebakan. Manusia hanya dapat merasakan ada yang tidak beres dalam bangunan peradabannya, tetapi tidak dapat memindai masalah apa dan di mana letak kesalahan itu. Tulisan ini bermaksud menunjukkan titik titik simpul krusial dalam lintasan sejarah tempat berlangsungnya tragedi kemanusiaan dalam lintasan sejarah peradaban. Solusi belum dapat diberikan, karena akar masalah belum dapat dikenali dengan baik.
Postulat Yang Digunakan
Adapun postulat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Interaksi, interrelasi, interdependensi di antara komponen alam bersifat abstrak, rumit, acak, determinisme, gabungan acak dan determinisme, tidak dapat diprediksi dengan tepat. Kondisi tersebut membuat orang sulit merumuskan model alam semesta.
2. Apa yang terjadi di masa lalu, terjadi juga di masa kini dan di masa depan. Sebaliknya, apa yang tidak terjadi di masa kini, juga tidak terjadi di masa lalu dan di masa depan.
Mengutamakan Penggunaan Tangan Kanan Sebagai Pembuka Kotak Pandora
Temuan arkeologi berupa ribuan kapak genggam terbuat dari batu menarik untuk dikaji. Hasil riset eksperimen yang tekun oleh Michael Tooth sebanyak ribuan kali memberikan hasil mengejutkan. Untuk menghasilkan bentuk kapak batu yang ditemukan di lokasi ekskavasi arkeologi, manusia purba menggunakan tangan kanan yang diurut dari arah atas ke bawah, sementara tangan kiri pasif menerima hentakan pukulan tangan kanan. Sekarang lebih 90% dari populasi manusia lebih mengandalkan tangan kanan. Penggunaan tangan kanan yang dominan telah memicu perkembangan sel otak kiri. Otak kiri adalah pusat syaraf yang mengatur kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan pewarisan pengetahuan antar generasi, sehingga mendorong lahirnya inovasi baru. Salah satu inovasi penting yang terjadi satu juta tahun lalu adalah penciptaan, pengendalian dan pemanfaatan api. Penggunaan api telah membuka berbagai kemungkinan dan peluang pengembangan banyak penemuan penting lain.
Kondisi Masyarskat Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Informasi tenang kondisi masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan diperoleh dari hasil riset arkeologi dan etnoarkeologi modern. Manusia pada masa itu hidup berkelompok dengan jumlah bervariasi, mengembara dari satu tempat ke tempat lain, mengikuti pergerakan hewan buruan dan musim berbuah dari berbagai jenis tanaman. Mereka berteduh di gua gua, ceruk selama beberapa waktu, sebelum melanjutkan pengembaraan. Sumber makanan sangat bervariasi, mereka tergolong omnivora ( pemakan segalanya ), walaupun pada dasarnya, berdasarkan bentuk gigi dan usus, manusia adalah mahluk herbivora. Dapat dikatakan makanan manusia pada masa itu kaya akan nutrisi, memiliki kandungan protein, serat, lemak dan karbohidrat. Usia harapan hidup rata rata antara 30 - 40 tahun. Hal ini disebabkan karena tingkat mortalitas ( kematian ) yang tinggi di kalangan anak balita. Rata rata mereka cukup sehat, berbadan langsing, hampir tidak ada ada kasus obesitas, gerakannya lincah dan gesit. Tingkat keausan gigi, infeksi pada gusi dan karang gigi cukup tinggi, karena kurang perawatan.
Kemampuan menciptakan dan mengendalikan api telah mengubah tekstur makanan manusia pada masa itu menjadi lebih halus dan lunak. Di samping itu metode pemasakan makanan dengan api juga telah meningkatkan mutu cita rasa makanan. Kerja otot rahang untuk mengunyah makanan berkurang, akibatnya ukuran otot rahang, bentuk dan ukuran rahang jadi mengecil. Akibat selanjutnya ukuran gigi juga menjadi lebih kecil.
Manusia membuat perkakas untuk berburu dari bahan batu dan kayu. Oleh karena proses pelapukan, peralatan yang sampai kepada kita hanya yang terbuat dari batu. Ada beberapa macam bentuk peralatan batu yang banyak digunakan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, seperti kapak penetak, kapak genggam, kapak perimbas ( paleolitik ), alat alat serpih dan bilah, mata panah, mata tombak ( mesolitik ).
Dengan jumlah orang yang terbatas dan kepadatan rendah, sumber makanan yang relatif banyak, manusia pada masa itu tidak kekurangan makanan dan hampir tidak ada kasus orang mati karena kelaparan. Kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan tidak menguras tenaga dan membutuhkan waktu sepanjang hari. Manusia masa itu banyak memiliki waktu luang untuk bersantai dan bermain. Tidak terdapat cukup alasan bagi manusia meninggalkan cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan, untuk beralih ke cara hidup membudidayakan tanaman dan hewan.
Masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan bersifat egaliter. Ketua kelompok yang dianggap memiliki skill berburu terbaik, mendapatkan hasil tidak berbeda jauh dengan anggota lain. Jika ketua kelompok mengambil jatah jauh lebih banyak, maka saat itu juga dia akan diabaikan oleh anggota lain. Demikian juga dengan ketua adat dan pemuka spiritual, tidak mendapat perlakuan istimewa. Pada masa itu belum terbentuk situasi dan suasana yang kondusif bagi terbentuknya keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak anak. Komposisi jenis kelamin tidak berimbang dan tidak tetap di dalam tiap kelompok. Intensitas interaksi antara laki laki dan perempuan terhitung jarang, karena mereka bekerja di dua tempat terpisah. Lali laki pergi berburu sampai radius beberapa puluh kilo meter dari gua hunian. Perempuan mengumpulkan umbi umbian dan buah buahan tidak terlalu jauh dari gua. Durasi satu kali berburu membutuhkan waktu beberapa hari. Pekerjaan laki laki dan perempuan tidak memiliki kaitan fungsional secara langsung. Nilai anak rendah, hal ini ditunjukkan dengan populasi anak anak yang sedikit. Temuan rangka anak anak relatif jarang. Hal ini dapat dimengerti karena dalam masyarakat pengembara, anak anak menghambat pergerakan. Kondisi ini belum cukup matang untuk terbentuknya struktur keluarga inti.
Masyarakat Pertanian dan Peternakan
Selama satu juta tahun sejak manusia menggunakan api, hampir tidak ada perubahan yang signifikan dalam cara hidupnya. Perubahan besar baru terlihat sejak 12.000 - 10.000 tahun lalu di kawasan Timur Tengah ( kawasan Bulan Sabit Subur, kaki pegunungan Zagros, kawasan Mesopotamia ). Perubahan mendasar terlihat pada cara hidup. Manusia mulai mendomestikasi tanaman rumput liar dengan buah berupa bulir bulir biji bijian yang sekarang disebut sebagai gandum dan padi. Kegiatan ini pertama kali dirintis oleh perempuan yang memiliki waktu senggang lebih banyak. Para wanita melakukan observasi tanaman dan perilaku hewan. Mereka melakukan eksperimen terhadap rumpun rumpun tanaman gandum. Melalui kegiatan persemaian biji gandum, penggemburan tanah, penyiraman air, gandum dapat tumbuh lebih subur dan memberikan hasil lebih besar. Beberapa hewan liar yang berkeliaran di sekitar gua, mulai didekati, diberikan biji bijian dan buah buahan. Beberapa hewan yang mendekat, mulai dijinakkan seperti anjing, ayam, domba. Para laki laki ketika pulang berburu, mengamati hasil kegiatan "ekstrakurikuler" para wanita, mulai tertarik dan terlibat aktif memperluas skala kegiatan itu. Kemudian terbentuk petak petak ladang gandum.
Gagasan memperluas areal ladang awalnya dikira dapat memberikan kelimpahan makanan sepanjang tahun, sehingga mereka dapat hidup menetap tanpa harus berkelana berpindah pindah. Laki laki membuka areal ladang, benih ditabur dan ditanam di dalam lubang bersama perempuan. Perawatan tanaman dan membersihkan rumput serta panen dilakukan bersama. Laki laki dan perempuan bekerja di lahan yang sama dan pekerjaan mereka memiliki kaitan fungsional secara langsung. Intensitas interaksi cukup tinggi, terjadi setiap hari sepanjang tahun. Nilai anak meningkat, karena dapat membantu pekerjaan di ladang. Hal ini terlihat pada temuan rangka anak anak mulai banyak. Selain itu komposisi jenis kelamin pada tiap kelompok mulai terlihat berimbang. Kondisi ini sudah cukup matang untuk terbentuknya norma keluarga inti yang terdiri ayah, ibu dan anak. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perempuan adalah pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap lahirnya bentuk dan norma keluarga inti. Hewan hewan peliharaan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein. Kegiatan berburu masih dilakukan khususnya terhadap mamalia besar ( gajah, sapi, kerbau, domba, kijang, rusa, bison ).
Jebakan Peradaban Pertanian
Pada mulanya manusia mengira perubahan cara hidup dari berburu dan mengumpulkan makanan ke budidaya tanaman dan hewan akan memberikan surplus makanan dalam jumlah besar, sekaligus memberikan waktu istirahat yang lebih banyak. Akan tetapi apa yang didapatkan manusia dari peradaban pertanian?. Semua gambaran indah tersebut hanya ada di alam khayal. Manusia terjebak dalam rutinitas kerja keras sepanjang hari dari pagi hingga sore. Perawatan tanaman dan hewan telah menguras habis energi laki laki, perempuan, tidak terkecuali anak anak. Aktivitas fisik berlebihan telah mendera tubuh mereka. Dilihat dari struktur dan bentuk rangka, terjadi kerusakan pertumbuhan tulang dan banyak diantaranya menderita patah tulang dan terkilir, artritis, hernia dan kerusakan ruas tulang punggung. Kerusakan pada lapisan email gigi dan pertumbuhan karang gigi bertambah banyak, karena diet karbohidrat berlebihan. Variasi jenis makanan menyusut drastis. Karbohidrat bersumber dari beberapa jenis tanaman seperti gandum, padi, jagung. Sumber protein sebagian besar berasal dari ayam, sedikit domba, sapi, kerbau dan babi. Hidup bersama hewan peliharaan dan konsentrasi jumlah penduduk yang tinggi dalam areal sempit, menimbulkan persoalan sanitasi yang buruk, ditambah sisa sisa makanan yang berserakan merupakan faktor yang memicu pertumbuhan bakteri, kuman dan virus. Semua itu memicu timbulnya wabah penyakit yang di masa lalu tidak mereka temukan. Pola hidup menetap memicu ledakan jumlah penduduk yang tidak pernah terjadi di era sebelumnya. Kondisi tersebut memicu terbentuknya struktur masyarakat yang baru, munculnya segelintir elit yang memiliki pengaruh dan kuasa mengendalikan orang banyak. Peradaban pertanian dengan pola hidup menetap telah mengubah sifat sumberdaya dari open access ke close access. Orang mulai mengklaim petak lahan tertentu dengan sumber air sebagai milik pribadi. Selanjutnya terbentuk kelas kelas dalam masyarakat, kelas tuan tanah dan kelas pekerja, kelas penguasa dan yang dikusai. Para elit politik, ekonomi, militer, agama berkonpirasi mengeksploitasi masyarakat. Masyarakat dipaksa bekerja keras, dan sebagian besar hasilnya wajib disetor kepada para elit penguasa untuk menopang gaya hidup mewah, kampanye politik dan membiayai peperangan. Surplus pertanian yang besar mengundang kelompok lain untuk merampas hasil kerja keras para petani dan peternak. Untuk mempertahankannya, terpaksa dibentuk pasukan militer yang dibiayai dari surplus produksi. Berbagai macam pajak mulai diberlakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup birokrasi pemerintahan dan militer. Semua itu merupakan jebakan yang kemunculannya tidak pernah diduga sebelumnya. Para petani itu sudah tidak dapat lagi keluar dari kubangan jebakan untuk kembali ke pola hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Jumlah penduduk sudah terlanjur banyak dan cara hidup berburu dan mengumpulkan makanan tidak mungkin mampu menopang kehidupan sekian banyak orang. Langkah paling realistis adalah terus menerus meningkatkan surplus produksi untuk mencapai posisi aman. Surplus besar akan mendorong terciptanya kesatuan politik dan militer yang mapan dengan bentuk negara kota seperti Ur, Elam, Korsabat, Nipur, Niniveh, Babilonia, Mohenjo Daro, Harappa, Kul Tepe, Catal Huyuk, Jerico dan kerajaan kerajaan Assyria, Babilonia, Mesir, Persia. Dengan kata lain tidak ada jalan untuk kembali, kecuali jalan terus, sambil berharap keadaan akan membaik.
Ada paradoks di masyarakat pertanian. Manusia merasa telah mampu mendomestikasi tanaman dan hewan. Akan tetapi apa yang terjadi adalah sebaliknya. Bukan tanaman dan hewan yang didomestikasi oleh manusia, tetapi justru manusia yang didomestikasi oleh tanaman dan hewan. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia bebas bepergian kemanapun dan tidak terikat oleh jadwal. Pada masa pertanian, manusia tidak lagi bebas bepergian lebih dari satu hari. Dirinya terikat pada lahan pertanian dan kandang hewan peliharaannya. Dirinya dikurung oleh tanaman dan hewan. Menjadi jelas siapa mendomestikasi siapa dan banyak orang yang tidak menyadari hal ini. Ada satu hal lagi yang mengherankan pada peradaban pertanian. Walaupun para elit mengambil sebagian besar hasil kerja orang biasa, tetapi mereka tetap menerima saja. Hal ini tidak mungkin terjadi pada peradaban berburu dan mengumpulkan makanan. Kondisi ini dapat terjadi berkat manipulasi yang dijalankan oleh para elit agama. Para elit agama mendoktrin masyarakat agar menerima saja kondisi yang tidak adil ketika hidup di dunia ini, karena mereka akan diganjar dengan kemewahan dan hidup abadi di alam akhirat ( surga ) kelak. Kondisi peradaban pertanian ini berlangsung selama 8000 - 9000 ribu tahun.
Peradaban pertanian menghasilkan karya monumental yang menimbulkan tragedi dan catatan kelam di dalam sejarah peradaban, tiga kelas di masyarakat yaitu kelas penguasa, tuan tanah, kelas masyarakat biasa dan kelas budak. Munculnya kelas kelas ini tidak pernah dibayangkan oleh pionir pembentukan peradaban pertanian. Produk tidak terelakkan ini muncul karena pada dasarnya kemampuan semua manusia tidak seragam, bervariasi. Manusia yang unggul mengklaim berhak jadi pemimpin, dan otomatis harus mendapat bagian terbesar dari surplus produksi yang katanya akan didistribusikannya kepada orang yang lemah, tua, cacat. Ketika penguasa terus menerus mengambil bagian terbesar, dia kehilangan kemampuan untuk membedakan di mana batas antara kebutuhan dan keinginan. Maka dia menjelma menjadi diktator dan tiran sejati, abai terhadap kaum lemah dan tertindas.
Masyarakat Industri
Peradaban industri seperti peradaban pertanian, tidak seketika muncul tiba tiba, tetapi dikondisikan / benihnya disemaikan pada masa renaisance ( abad XV dan XVI ). Di masa renaisance, orang mulai melepaskan diri kungkungan dogma agama katolik, mulai berpikir bebas. Akibatnya ilmu pengetahuan berkembang pesat dan kondisi ini menyebabkan perkembangan teknologi. Kemajuan teknologi, tak pelak lagi pasti memicu perkembangan industri. Kemampuan mesin produksi di era industri telah banyak menciptakan nilai tambah di berbagai sektor produksi. Nilai tambah yang diciptakan, telah mendongkrak nilai jual produk produk teknologi. Peningkatan nilai tambah produk industri telah mendorong timbulnya penumpukan modal pada kaum industrialis. Penumpukan modal ini telah melahirkan ideologi kapitalisme, yang kemudian melahirkan anak kandungnya yaitu liberalisme. Peradaban industri diharapkan dapat menciptakan keadilan, kedamaian, ibarat menciptakan surga di muka bumi. Itulah slogan yang dihembuskan oleh penyokong peradaban industri.
Di era masyarakat Industri terjadi fenomena goyahnya sendi sendi norma keluarga inti. Paham liberlisme mendorong lahirnya gerakan feminisme dan kesetaraan gender, persamaan hak antara laki laki dengan wanita dan wanita menuntut hak yang sama dengan laki laki, termasuk hak untuk bekerja di luar rumah. Hak itu didengungkan secara gencar dan akhirnya masyarakat menerima konsep kesetaraan gender, dan hak berkarir di luar rumah. Jarang sekali pasangan suami isteri bekerja di tempat yang sama, kantor yang sama. Tempat bekerja mereka terpisah jauh dan baru bertemu setelah pulang dalam keadaan lelah fisik dan mental. Interaksi menjadi jarang dan nilai ekonomi anak merosot tajam. Anak dianggap sebagai beban karena tidak dapat dimanfaatkan tenaganya di sektor industri. Ikatan perkawinan dianggap sebagai penghambat gerak kebebasan. Masyarakat industri di perkotaan lebih suka hidup bebas tanpa diikat oleh norma perkawinan. Mereka tinggal di flat / apartemen dan compaund dengan komposisi jenis kelamin yang tidak tetap. Ciri ciri kondisi masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan muncul lagi dan faktor utama yang memicu timbulnya fenomena itu tersebut adalah wanita. Dapat disimpulkan bahwa wanita adalah pencipta, pendorong, tetapi sekaligus penghancur norma keluarga inti.
Jebakan Peradaban Industri
Lahirnya teknologi mekanis diharapkan dapat meringankan beban kerja fisik manusia. Tingkat produktivitas mesin yang tinggi diharapkan dapat mengurangi jam kerja manusia, sehingga tersedia waktu luang yang lebih banyak. Produktivitas mesin yang tinggi juga diharapkan dapat meningkatkan upah yang diterima para pekerja. Agaknya semua harapan itu hanya ilusi dan halusinasi. Pada kenyataannya mesin pabrik pabrik bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa jeda. Jam kerja justru ditambah demi mengejar target yang ditetapkan oleh pemilik modal. Sesudah menyelesaikan jam kerja lembur, dimasukkan rombongan pekerja yang masih segar untuk memberikan kesempatan buruh gelombang pertama untuk beristirahat memulihkan staminanya. Begitu selanjutnya bergantian para buruh bekerja. Tidak ada istilah dan terminologi istirahat bagi mesin. Jika pada masa pertanian ritme kerja manusia disesuaikan dengan siklus alam. Ketika hari sudah senja, matahari condong ke ufuk barat, maka pekerjaan dihentikan. Pada masa industri, manusia menciptakan matahari artifisial berupa bola lampu berukuran besar sebagai upaya menyiasati kondisi gelap akibat tiadanya sinar matahari. Semua dilakukan demi mencapai target produksi yang tidak pernah stagnan , apalagi turun. Kondisi ini melahirkan jebakan baru berupa paradoks yang memprihatinkan. Manusia berharap mesin dapat melayani kebutuhan manusia, meringankan beban kerja, tetapi pada kenyataannya justru mesin yang dilayani oleh manusia sebagai operator dengan beban kerja yang lebih berat dibandingkan pada masa pertanian. Para buruh ingin kembali menjadi petani?. Tidak ada jalan kembali, karena sudah banyak terjadi perubahan penggunaan lahan untuk beragam keperluan. Di samping itu biaya hidup di kota yang relatif tinggi, penghasilan yang rendah, menyebabkan buruh pabrik terjebak beban hutang kepada para industrialis. Kondisi ini membuat para buruh pasrah menjalani aktivitas rutin, sambil berharap akan ada perbaikan nasib.
Peradaban industri menghasilkan monumen peradaban berupa lahirnya dua kelas, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kondisi nasib buruh dideskripsikan dan diartikulasikan dengan sangat baik oleh para filsuf dari periode Aufklarung ( pencerahan ) seperti Frederich Hegel, Proudon, Karl Marx dan Frederich Engels. Gagasan dan ideologi yang dirumuskan oleh Marx dioperasionalkan oleh Lenin. Di sini terjadi lagi paradoks yang memilukan. Marxisme yang berjuang ingin membebaskan manusia dari belenggu penindasan oleh para borjuis, justru menjerumuskan manusia ke dalam penindasan oleh dan atas nama negara. Jika dipikirkan secara mendalam, sungguh malang nasib manusia yang tidak lain adalah kera besar yang pintar. Dari satu masa ke masa lain, nasibnya sungguh malang, jadi korban penindasan oleh sesama spesies. Menurut catatan data arkeologis, geologis dan sejarah, tidak ada spesies yang sanggup membantai sesamanya dalam skala jutaan selain homo sapiens. Nasib buruk yang dialaminya sejak masa pertanian hingga masa industri sama sekali tidak pernah dibayangkannya ketika masih menjalani hidup sebagai pemburu dan pengumpul. Pilihan menjadi petani dan buruh industri ternyata keputusan keliru, tetapi pintu jalan balik arah telah tertutup. Pilihannya hanya tinggal tiga , jalan lurus ke depan atau serong ke kanan, kiri, membentuk garis diagonal. Titik akhir dari ke tiga jalan itu masih gelap, belum dapat diprediksi.
Masyarakat Informasi
Masyarakat Informasi memiliki kredo suci yaitu siapapun yang menguasai informasi akan menguasai dunia. Informasi adalah bahan bakar / motor penggerak peradaban informasi. Seluruh keputusan/ kebijakan diambil berdasarkan hasil kajian yang diekstrak dari tumpukan menggunung informasi. Di masa peradaban industri, informasi didapat dengan susah payah melalui observasi dan pengukuran berbagai fakta, kemudian diklasifikasi menurut ciri atribut tertentu menjadi data. Data kemudian diberi nilai, makna, disimulasi, dimanipulasi dan dimodelkan menjadi informasi. Informasi menjadi bahan bakar bagi organisasi yang kemudian menghasilkan kebijakan. Kebijakan dieksekusi agar dapat memberi manfaat. Informasi dapat menghasilkan pengetahuan dan pengetahuan memberikan kearifan.
Jebakan Peradaban Informasi
Peradaban informasi menawarkan dua hal utama yaitu smart dan fast, tetapi menuntut persyaratan harus memiliki ketelitian, akurasi. Aliran materi, energi dan informasi berputar sangat kencang seperti gasing. Banyak peralatan hasil peradaban industri berubah karakter menjadi platform pada peradaban informasi. Sebuah perangkat handphone yang mono fungsi sebagai sarana komunikasi, diubah menjadi platform yang multi fungsi ( alat komunikasi verbal, perekam suara, perekam gambar stasioner dan bergerak, mengolah data, mengirim data dalam bentuk aksara, suara, grafis, menyimpan data, manipulasi dan simulasi data, editing, alat transaksi bisnis ) yang disebut gadget / smartphone. Kredo peradaban informasi adalah conecting, smart, fast, record, up load, share menjadi mantra suci. Platform yang dimaksud dikenal sebagai life style.
Semua kemudahan yang dijanjikan untuk membuat hidup lebih mudah, nyaman, ternyata hanya ilusi belaka. Peradaban informasi menjanjikan prestise tanpa prestasi, hasil tanpa proses. Seorang awam biasa, tidak terkenal, dalam sekejap dapat disulap menjadi tenar, kaya seperti para grazy rich, tetapi dalam sekejap juga dapat terhempas ke batu karang, hancur berkeping keping. Seorang yang kaya raya karena usaha keras dalam proses yang panjang dalam sekejap dapat menjadi kere, kekayaannya menguap, karena kalah bertransaksi di pasar uang, bursa saham dan future trading. Untuk mempertahankan semua kekayaan yang dipertaruhkan di di dunia maya, seseorang harus terus memelototi layar monitor perangkatnya selama berjam jam tanpa berkedip, memantau pergerakan indeks harga saham, agar tidak dalam posisi kalah ketika menutup transaksinya. Manusia dipaksa mengubah jam biologisnya dan waktu untuk tidurpun semakin jauh berkurang
Peradaban informasi menjanjikan aktivitas yang serba mudah cepat, sehingga masih banyak tersisa waktu untuk bersantai, tetapi coba simak realitanya. Dulu orang menulis surat rata rata sebulan atau dua bulan sekali dan menerima balasan dalam waktu yang hampir sama. Sekarang orang menerima puluhan surat elektronik dalam sehari dan dituntut untuk membalasnya segera. Beberapa jam harus dialokasikan untuk mengerjakan itu semua dan tidak ada lagi waktu yang tersisa untuk bersantai.
Di masa lalu, perangkat manusia yang diretas, tetapi sekarang justru manusia itu sendiri yang diretas. Berbagai aplikasi yang dibangun dengan algoritma canggih dapat meretas manusia. Algoritma melalui aplikasi tertentu pada awalnya berperan seperti pembantu setia yang siap melayani manusia kapan saja. Manusia merasa terbantu dan senang dengan pelayanan itu. Kemudian algoritma mengubah sifat dan tampilannya dari pelayan menjadi agen dengan posisi tawar yang lebih tinggi. Manusia masih belum sadar dan menerima semua permintaan agen. Pada akhirnya algoritma datang sebagai penguasa yang mendiktekan kemauannya. Algoritma mulai menunjukkan taring kekuatannya dan memaksa manusia menuruti kehendaknya, atau akan kehilangan pelayanannya jika manusia menolak kehendaknya. Wujud perintahnya : izinkan kami melacak posisi keberadaan anda, izinkan kami mengakses file file pribadi anda, foto foto anda. Manusia yang sudah tidak mampu hidup tanpa pelayanannya, dengan sangat terpaksa menyetujui permintaan algoritma untuk menembus privasinya yang paling dalam sekalipun. Dengan kata lain eksistensi manusia sudah tergadaikan dan digenggam oleh algoritma. Mengapa hal itu dapat terjadi?. Algoritma dapat melakukan itu berkat bisikan para ahli mikro biologi, mikro elektronika, neuro sains, genetika, bio kimia yang mengatakan bahwa semua fenomena alam termasuk manusia adalah algoritma yang tersusun dari komposisi senyawa senyawa bio kimia molekuler yang dapat diproses dan dikendalikan oleh algoritma. Bisikan ini menggoda para ahli algoritma untuk meretas dan memanipulasi manusia.
Penumpang Kereta Kematian Menuju Kepunahan Besar Ke Enam
Manusia yang hidup di bumi masa kini ibarat menumpang kereta super cepat yang melaju kencang ke arah jurang yang dalam. Kereta tidak dapat diperlambat kecepatannya, dihentikan, atau pindah jalur, konon pula berbalik ke arah semula. Sebagian besar penumpang tidak sadar akan nasib buruk yang bakal menimpanya. Segelintir orang yang memiliki pengetahuan jauh di atas rata rata, juga tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kereta berikut seluruh penumpangnya. Mereka sendiri bingung atas situasi yang sedang terjadi. Mereka sadar ada sesuatu yang salah dengan kereta peradaban ini, tetapi tidak tahu pasti apa dan di mana letak pasti kesalahan itu. Kondisinya demikian rumit, dan waktu yang tersisa tidak banyak lagi. Akhirnya para cerdik pandai itu hanya terdiam seribu bahasa, saling menatap kosong sambil menggelengkan kepala ke kiri dan kanan. Semua pasrah menunggu datangnya kehancuran peradaban ini. Sampai sekarang segerombolan besar pekerja sedang sibuk memasang rel lintasan kereta di bagian etape terakhir yang bakal segera dilewati oleh kereta kematian itu.
Leluhur manusia ketika lebih mengaktifkan tangan kanan, sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa keturunannya bakal mampu berbicara dan bertukar gagasan untuk menyebarkan pengetahuan. Pilihan menggunakan tangan kanan terjadi secara acak. Seandainya para leluhur itu memilih menggunakan tangan kiri, mungkin sampai sekarang kita tdak memiliki kemahiran berbicara dan mengembangkan peradaban. Ketika leluhur kita di masa lebih kemudian tidak menggunakan api, mungkin kita masih hidup di gua, melewati suasana gelap gulita di malam hari. Jika saja para wanita leluhur kita tidak "gatal tangan" melakukan eksperimen penjinakan tanaman dan hewan, mungkin hari ini jumlah populasi manusia hanya beberapa puluh juta jiwa dan masih hidup mengembara tanpa tujuan dan tidak menempuh peradaban industri dan peradaban informasi. Kita tidak perlu menyesali apa yang sudah terjadi dan menyalahkan para leluhur yang secara acak sudah memilih lintasan jalan yang harus kita lewati. Sekarang sudah tertutup jalan kembali ke cara hidup lama, karena situasi kondisi bentang alam masa lalu juga sudah berubah banyak. Pilihan satu satunya adalah menjalani lintasan rel yang ada.
Epilog
Penjelajahan di lintasan rel peradaban sejak 2,5 juta tahun lalu hingga masa kini telah memberikan pelajaran berharga. Keputusan apapun yang diambil manusia masa lalu, masa kini dan juga di masa depan, baik secara acak, determinisme atau gabungan keduanya pasti membawa implikasi, akibat yang tidak pernah diperkirakan atau dibayangkan. Berbagai jebakan yang muncul, sama sekali tidak diharapkan oleh pencetus ide yang membawa perubahan. Walaupun prediksi sudah dibuat, arah perubahan terlalu liar untuk dapat dikendalikan. Terlalu banyak variabel yang berinteraksi, sehingga pada level identifikasi variabel, kita sudah dihadang oleh berbagai keterbatasan kemampuan. Belum lagi memperhitungkan nilai tiap variabel membuat kajian prediksi penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Semua kekacauan itu seharusnya tidak membuat manusia kehilangan nyali dan keberanian menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Tidak ada yang perlu terlalu dicemaskan. Mungkin sudah waktunya spesies homo sapiens turun panggung, setelah berkiprah di bumi. selama 4 juta tahun. Walaupun manusia harus punah, kehidupan akan jalan terus, karena kehidupan pasti akan menemukan jalannya. Manusia boleh tergusur dari muka bumi, akan tetapi pasti ada spesies lain yang sudah antri di balik panggung dan siap mengisi posisi yang ditinggalkannya.
Comments
Post a Comment