BANGSA INDONESIA MEMIKUL RISIKO GANDA


Prolog

Ada dua fakta menonjol yang dialami oleh bangsa Indonesia. Dari hasil perenungan, observasi cermat dan kajian literatur dapat diartikulasikan kondisi objektif alam dan karakter bangsa Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa dua fakta dimaksud memberikan kontribusi signifikan terhadap nasib tragis yang dialami bangsa ini sejak dahulu hingga sekarang, bahkan mungkin juga sampai ke masa depan. Bangsa Indonesia Ibarat seorang petarung yang menghadapi dua lawan tangguh secara simultan dari dua arah. Akibatnya dia menerima pukulan ganda yang membuatnya sempoyongan. Pukulan pertama datang dari arah luar dirinya dan pukulan kedua justru datang dari dalam dirinya.




Negeri Cincin Api

Letak / posisi Indonesia di multi persilangan membuatnya serba unik baik dari segi geografi, geomorfologi, geologi, maupun biogeografi, biodiversity, culturaldiversity. Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, di antara dua samudera, Hindia dan Pasifik, diapit oleh tiga lempeng tektonik, Indo Australia, Eurasia,  Pasifik. Lempeng Indo Australia bergerak dari arah selatan menuju arah utara, menabrak dan menghujam  lempeng Eurasia, menimbulkan subduksi,  menyebabkan timbulnya pegunungan dan gunung api di pulau pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Lempeng   Pasifik bergerak ke arah barat menabrak lempeng Indo Australia dan lempeng Eurasia, menimbulkan pegunungan di Papua bagian utara, daerah Kepala Burung dan Maluku bagian utara. Kondisi demikian membuat Indonesia memiliki gunung api lebih dari 100, mencakup 60 % dari populasi gunung api di dunia. Ironinya di Indonesia tidak ada satupun pusat studi gunung api. Justru negara Singapura yang tidak memiliki satupun gunung api, tetapi  memiliki pusat studi gunung api yang berwibawa. Di samping itu wilayah Indonesia merupakan tempat bertemunya jajaran / rangkaian dua pegunungan muda, Mediterania  dan Circum Pasifik. Kondisi demikian membuat Indonesia seperti dikelilingi oleh sabuk pegunungan dan gunung api, sehingga dijuluki Negeri Cincin Api.
Sebagai negeri Cincin Api,  Indonesia dikenal sebagai wilayah paling dinamis, terus bergolak tanpa henti. Akibatnya Indonesia kerap mengalami gempa bumi, erupsi dan letusan gunung api. Oleh karena peristiwa alam itu menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti, maka diberi label bencana alam. Sebenarnya peristiwa itu tergolong peristiwa alam biasa, tetapi karena terkait dengan kepentingan manusia, maka diberi label bencana. Suatu peristiwa gempa bumi dengan  nilai magnitude berskala 2 Skala Richter ( SR ) dari range skala 1 - 10,  dan nilai intensitas  nya berskala 3 MMI, dari range skala 1 - 12, tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan properti, tidak disebut sebagai bencana. Suatu peristiwa alam baru disebut bencana jika ada korban jiwa dan kerusakan properti. Jadi konsep bencana  pada dasarnya bias manusia.  Posisi dan kedudukan Indonesia sebagai Negeri Cincin Api, membawa  beberapa konsekuensi logis. Indonesia sering didera oleh peristiwa gempa tektovolcano, dan letusan gunung api.
Sebenarnya erupsi dan letusan gunung api tidak hanya semata mata membawa bencana bagi manusia, tetapi juga membawa manfaat. Setelah kondisi mulai normal, terhampar endapan  material debu vulkanik yang dàpat menyuburkan tanah. Tanah mendapat pasokan unsur hara yang  dibutuhkan tanaman. Dapat dikatakan peristiwa tersebut sebagai upaya alam untuk memperbaharui dirinya. Posisi Indonesia sebagai negeri cincin api, adalah risiko pertama yang harus ditanggung oleh penduduknya. Sebenarnya risiko itu walaupun berasal dari luar dirinya dan seolah olah berada di luar kemampuan manusia untuk mengatasinya, masih dapat dilakukan mitigasi untuk meminimalisir efek destruktifnya. Diperlukan pengetahuan manajemen risiko yang mumpuni, untuk mencapai tujuan tersebut. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh bangsa Indonesia, atau kalaupun pengetahuan itu dimiliki, tetapi kurang memiliki komitmen dan tidak konsisten dalam pelaksanaannya. Kondisi ini berkaitan erat dengan risiko ke dua  yang akan diuraikan di bawah ini.

Pandangan Filosofi, Mental dan Karakter Bangsa Indonesia


Tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa gempa bumi atau letusan gunung api ditentukan oleh beberapa faktor : 
  1. Besaran magnitude dan intensitas gempa.
  2. Letak dan  kedalaman posisi episentrum  ( pusat gempa ).
  3. Tingkat kestabilan tanah dan  formasi batuan geologis dan   kemiringan topografi.
  4. Tingkat kerapatan bangunan dan kekokohan bangunan di atas permukaan tanah.
  5. Tingkat kemampuan infrastruktur dan suprastruktur
  6. Tingkat kesiapsiagaan  warga masyarakat dalam merespon peristiwa itu.
Point no 4, 5 dan 6  merupakan faktor internal manusia. Jika berbicara soal manusia, maka faktor pandangan filosofi jadi faktor penting di dalam diskusi ini. 
Setiap pandangan filsafat pasti memberikan cara pandang tentang dunia, termasuk manusia. Sebagian besar penduduk Indonesia menganut dan meyakini beberapa postulat di bawah ini : 

  1. Manusia adalah sosok/ mahluk lemah, tidak berdaya menghadapi kekuatan alam di luar dirinya. 
  2. Manusia tidak kuasa menentukan nasib dan jalan hidupnya, yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta Segalanya di alam. Manusia tidak lebih dari wayang yang dikendalikan sepenuhnya oleh Sang Dalang. 
  3. Semua peristiwa alam terjadi karena sudah menjadi ketetapan Yang Maha Kuasa. Manusia tidak dapat berbuat apapun, selain pasrah pada nasib yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. 
Pandangan filsafat seperti itu telah melahirkan sikap fatalistik,  mencari penjelasan bersifat metafisika terhadap peristiwa fisika. Fenomena inilah yang ingin dirubah oleh tokoh kharismatik Mbah Marijan, juru Kunci gunung  Merapi. Beliau mengorbankan dirinya menjadi martir, tewas terpanggang diterpa awan panas dari gunung Merapi. Mbah Marijan ingin menunjukkan realita kepada para pengagumnya agar taat pada kaidah alam, tidak ada mahluk hidup yang mampu bertahan hidup setelah diterpa awan panas berkecepatan lebih dari 200 Km per jam dengan temperatur di atas 1000° C. 

Mengatasi hal demikian suka atau tidak suka, postulat postulat tersebut harus dirubah dengan membuat postulat yang berlawanan. Dengan  demikian mindset orang tentang peristiwa alam harus dirubah, dan pendekatan metafisika harus diganti dengan pendekatan fisika. Masyarakat dididik agar lebih bersikap rasional dalam menyikapi suatu peristiwa alam.

Selain faktor pandangan filsafat, mental dan karakter koruptif adalah faktor penting yang menyebabkan tingginya angka korban jiwa dan besarnya tingkat kerugian materi akibat peristiwa gempa bumi dan letusan gunung api ataupun banjir. Ada pula peristiwa alam yang dipicu oleh aktivitas manusia yang cenderung serakah, akhirnya menimbulkan malapetaka, seperti banjir, erosi dan tanah longsor.
Beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa mental koruptif menjadi faktor penyebab tingginya angka korban tewas dan luka luka dalam peristiwa gempa bumi dan tsunami di Indonesia antara lain : 

  1. Sebagian besar korban tewas dan luka luka dalam peristiwa gempa bumi disebabkan karena   tertimpa oleh bangunan yang runtuh. Bangunan bangunan yang runtuh sebagian besar dibangun dengan spesifikasi yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang dituntut . Kondisi itu diduga kuat akibat adanya korupsi dalam proses  pembangunannya. Selain itu banyak bangunan dibangun di lokasi yang tidak tepat, menyalahi Rencana Umum Tata Ruang ( RUTR ), Rencana Tata Ruang Wilayah ( RTRW ). 
  2. Banyak peralatan EWS ( Early  Warning System ) tidak berfungsi karena rusak dan banyak yang hilang karena dicuri orang, sementara alat itu sangat penting sebagai upaya mitigasi untuk  mengurangi angka korban.
  3. Penderitaan para korban gempa bumi diperparah oleh tabiat koruptif aparat / petugas yang terang terangan menyunat dana dan logistik bantuan dari pihak luar. 
Untuk membuktikan dugaan di atas dibutuhkan fakta dan data konkrit, agar tidak timbul gugatan atau bantahan dari pihak pihak lain.  Angka korban adalah bukti sahih yang tidak terbantahkan. Agar lebih fair disajikan data banding yang sekelas, sehingga argumentasi yang  diajukan tidak terbantahkan. Angka korban tewas dan hilang ketika terjadi peristiwa gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 mencapai hampir 280.000 jiwa dengan kekuatan gempa mencapai 8,9 Skala Richter. Jepang memiliki karakter geologis, geomorfologi yang mirip dengan Indonesia sebagai negeri cincin api.  Angka korban ketika terjadi gempa dan tsunami di Jepang pada tahun 2011 dengan kekuatan  mencapai 9,0 Skala Richter adalah 9.199 orang tewas, 13.786 orang hilang dan 7.222 orang luka luka. Sementara itu kerapatan bangunan di Jepang jauh lebih tinggi daripada di Aceh. Angka korban di Jepang tidak sampai sepersepuluh dari korban di Aceh. Data angka korban diatas menunjukkan bahwa sistem adminstrasi kependudukan di Jepang jauh lebih baik daripada di Indonesia karena dapat mengetahui jumlah korban dengan akurat, sementara di Indonesia angka itu hanya bersifat prakiraan.

Fakta dan data di atas sudah membuktikan bahwa bangsa Jepang hanya memikul satu risiko akibat tinggal menetap di negeri cincin api, yaitu hanya faktor eksternal.  Jepang tidak memiliki masalah atau risiko pada aspek pandangan filsafat dan mental serta karakter bangsanya. Dengan demikian bangsa Jepang hanya berkonsentrasi pada kesiapan dan kehandalan Sistem Manajemen Kebencanaan. Sebaliknya pada bangsa  Indonesia yang masih harus memikul risiko ganda yaitu risiko eksternal dan risiko internal. 

Beberapa Implikasi

Beberapa implikasi yang dapat diajukan pada tulisan ini antara lain : 
  1. Bangsa Indonesia tidak dapat memanfaatkan secara optimal potensi keuntungan keuntungan yang  ditawarkan oleh alam sebagai kompensasi dari risiko tinggal di Negeri Cincin Api. Keuntungan yang diperoleh dari meningkatnya kesuburan tanah, habis tersedot oleh pengeluaran ekstra untuk kegiatan rehabilitasi terus menerus, karena buruknya kualitas properti dan infrastruktur, akibat  mental dan perilaku koruptif.
  2. Tinggal menetap di negeri Cincin Api dengan mental dan karakter koruptif seperti Indonesia memiliki risiko lebih besar, karena harus memikul beban risiko ganda. Akibatnya indeks biaya hidup menjadi lebih mahal. Implikasi berikutnya , perusahaan perusahaan asuransi akan menetapkan harga premi yang tinggi sebagai kompensasi dari tingginya risiko yang akan ditanggungnya. Begitu juga dengan besarnya nilai provosisi yang ditetapkan oleh Bank kepada Nasabahnya.
Epilog

Tinggal menetap di negeri Cincin Api seperti Indonesia, ternyata  tidak senyaman dán kondisinya tidak seindah lagu  Kolam Susu, ciptaan grup musik legendaris Koes Plus. Mental dan Karakter korupsi dari bangsa Indonesia telah mengikis habis potensi manfaat   yang diberikan alam, sekaligus meningkatkan bobot risiko tinggal menetap di Negeri Cincin Api. Bangsa Indonesia harus sadar untuk segera merubah pandangan filosofi, mental dan karakternya agar dapat meningkatkan harkat dan  martabatnya sejajar dengan bangsa bangsa lain.


Comments