HUTAN BELANTARA JARGON KOSONG DI REPUBLIK
Prolog
Di Republik hampir setiap hari orang disuguhi berbagai jargon kosong tak bermakna. Banyak orang, kelompok, institusi saling berlomba mengumbar jargon yang mereka sendiri tidak tahu proses berpikir dalam pembuatannya. Mereka ibarat berjalan di dalam rimba belantara jargon yang gelap, tidak mampu menentukan titik awal dan titik tujuan. Hal ini terlihat pada mereka yang sangat sering menggunakan konsep konsep seperti kelompok konsep konsep tantangan, ancaman. Misalnya bunyi jargon Tantangan Generasi Muda di Era Globalisasi, Tantangan Mahasiswa Di Era Digital. Kemudian ada jargon jargon yang berbunyi Memperkuat Ketahanan Nasional Dalam Menghadapi Ancaman Disintegerasi Negara KesatuanRepublikIndonesia, Meningkatkan Kapasitas Kemampuan Generasi Muda Dalam Menghadapi Ancaman Artificial Intelligence.
Para perumus jargon itu tidak mampu berpikir sistematis logis. Ancaman tidak mungkin dapat dirumuskan ada tanpa didahului oleh adanya rumusan tantangan dan rumusan tantangan tidak mungkin ada tanpa didahului oleh adanya rumusan hambatan / kendala / halangan. Hambatan tidak mungkin dapat dirumuskan tanpa didahului oleh adanya rumusan kondisi existing dan kondisi yang ingin dicapai. Celah atau gap yang memisahkan antara kondisi existing dengan tujuan yang ingin diraih diisi oleh hambatan dan kendala. Kegagalan menutup celah tersebut akan berakibat munculnya tantangan. Jika celah tersebut sudah ditutupi, praktis tidak ada lagi tantangan. Dengan hilangnya tantangan maka praktis hilang pula ancaman. Kondisi existing tidak mungkin dapat dirumuskan dan diartikulasikan, jika tidak didahului dengan adanya kajian menyeluruh dan mendalam yang disebut due diligence ( uji tuntas ).
Tulisan ini berupaya menunjukkan peta jalan ( road map ), bagaimana proses berpikir membuat jargon yang bermutu, dapat dicapai, tidak muluk muluk, dan dapat dipertanggungjawabkan jawabkan, serta mrnenuhi persyaratan kaidah keilmuan. Dengan demikian diharapkan orang tidak lagi membuat jargon jargon asal asalan, tidak bermutu, sekadar ingin gagah gagahan saja, tetapi kosong tidak bermakna. Untuk memudahkan pembaca memahami proses berpikir logis, analisis dan sistemik tentang pembentukan sebuah atau beberapa jargon.
Merumuskan dan Mengartikulasikan Kondisi Existing dan Target / Tujuan yang Ingin Dicapai
Pada tahap ini pembuat jargon dituntut untuk dapat memerikan kondisi objektif saat ini ( To ). Kondisi pada saat To akan menjadi base line ( garis dasar ) titik tolak dalam membuat kajian prediksi, proyeksi. Setiap kajian prediksi dan proyeksi pasti bermula dari kondisi base line dan dilanjutkan dengan membuat asumsi asumsi yang yang logis. Tulisan ini mengambil contoh jargon yang sering ditampilkan :
Mempersiapkan Generasi Muda Dalam Menghadapi Tantangan di Era Digital / Disrupsi Untuk Memenangkan Kompetisi Global.
Memperkuat Ketahanan Nasional Untuk Menghadapi Tantangan Global Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Untuk pembahasan selanjutnya, atas saran beberapa peserta diskusi, dipilih jargon ke dua, dengan pertimbangan lebih bersifat komphrehensif. Langkah pertama adalah merumuskan kondisi objektif dalam berbagai aspek kehidupan. Kondisi pada saat ini menjadi base line yang menjadi dasar melakukan kajian selanjutnya. Konsep ketahanan nasional yang bersifat abstrak harus diterjemahkan ke dalam bentuk yang lebih konkrit. Misalnya ketahanan nasional dijabarkan menjadi ketahanan pangan, sandang, papan, energi, air dan sumberdaya mineral, kesehatan, pendidikan, teknologi, pertahanan, transportasi, telekomunikasi. Ketahanan pangan, sandang, papan masih harus dijabarkan lagi dengan menggunakan indikator dan parameter terukur, seperti misalnya ketersediaan secara kuantitas dan kualitas yang memadai dan keterjangkauannya pada aspek harga dan aksesibilitas. Keterjangkauan harga diukur berdasarkan kemampuan daya beli sebagian besar rakyat.
Ketahanan pada bidang bidang lain seperti kesehatan juga jelaskan dengan langkah yang sama. Ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan, tenaga medis / paramedis, obat obatnya. Setelah semua variabel dijabarkan, kemudian dihitung tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan per kapita, tingkat usia harapan hidup, jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk, rasio beban tanggungan. Pada tahap menyusun kajian base line dapat dilakukan dengan metode branistorming, delphi. Setelah berhasil merumuskan kondisi pada to, kemudian dirumuskan tujuan / kondisi yang ingin dicapai. Setelah mengetahui kondisi objektif pada saat ini dan merumuskan target yang ingin dicapai, maka segera terlihat gap di antara keduanya. Kemudian dilakukan kajian gap analysis.
Gap Analysis, Identifikasi / Inventarisasi Masalah / Kendala / Hambatan
Dalam contoh ketahanan pangan, masalah yang dapat diidentifikasi dan diinventarisasi adalah tingkat produksi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk. Kekurangan produksi pangan dalam negeri ditutupi dengan cara import. Cara ini mengandung risiko dan mengurangi bobot nilai ketahanan pangan nasional. Untuk mencukupi kebutuhan pangan ditemukan ada masalah yaitu laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara konversi lahan pertanian untuk tujuan non pertanian terus meningkat. Kecepatan konversi lahan pertanian tidak dapat diimbangi dengan pencetakan lahan pertanian yang baru. Masalah ketersediaan makanan pokok bukan saja disebabkan karena tiadanya diversifikasi sumber pangan. .
Masalah lain di bidang ketahanan pangan adalah berkurangnya diversifikasi jenis makanan pokok di antara suku suku bangsa di Indonesia. Pada masa lalu di beberapa daerah makanan pokok penduduk beragam, antara lain jagung di NTT, sagu di Maluku, talas dan ubi, sagu di Papua. Pada masa pemerintahan rejim Suharto, dilakukan penyeragaman makan pokok menjadi beras. Seandainya keanekaragaman makan pokok dikembangkan lebih jauh, kebutuhan pangan nasional dapat dipenuhi tanpa mengimport. Walaupun beragam jenis sumber pangan tersedia, masih ada kendala pada mindset sebagian besar penduduk, bahwa kalau belum makan nasi dianggap belum makan. Walaupun sudah mengkonsumsi jagung atau ubi, orang tetap harus makan nasi. Perubahan mindset ini harus dilakukan dengan upaya rekayasa sosial budaya. Masalah lain dalam urusan pangan adalah banyaknya ketimpangan ( multi ketimpangan ), antara lain ketimpangan distribusi penduduk, distribusi jenis dan kualitas tanah, fasilitas infrastruktur, suprastruktur, pembangkit listrik, ketersediaan sumber air bersih, pusat pusat pendidikan, pusat pusat riset.
Semua masalah di atas adalah masuk kategori masalah / kendala / hambatan / halangan, yang harus dapat diatasi. Kegagalan mengatasi masalah sama artinya dengan kegagalan menjawab tantangan. Ketahanan pangan baru satu dari banyak masalah yang membelit dan mendera Republik. Masalah masalah lain yang mempersulit Republik mencapai target time line ( 2045 ), antara lain buruknya tata kelola pemerintahan, korporasi milik negara, perekonomian. Buruknya berbagai tata kelola tersebut menghasilkan buah yang sungguh pahit dirasakan, seperti tingginya tingkat korupsi di segala bidang, munculnya kelompok oligarki yang menggerogoti kekayaan negara, rusaknya sistem meritokrasi di birokrasi pemerintahan, kekayaan sumberdaya alam non renewable dikuras, meninggalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sumberdaya alam yang bersifat renewable ( biota air ) tiap tahun rutin dicuri oleh bangsa asing. Luasnya wilayah perairan Republik menyebabkan sulitnya menjaga kedaulatan wilayahnya. Tiap tahun kerugian negara di sektor perikanan tangkap mencapai milyaran $ US dollar. Penggunaan sumber energi berbasis bahan bakar fosil tidak pernah berkurang, sementara cadangannya terus menyusut. Dapat dikatakan Republik abai, minimal sangat terlambat melakukan transformasi sumber energi dari yang bersifat non renewable ke sumber energi renewable, sementara ketersediaannya melimpah. Diduga ada peranan para mafia kartel dan oligarki yang menghambat proses transformasi penggunaan sumber energi. Kegagalan Republik mengatasi kendala / hambatan / halangan membawa konsekuensi pada kegagalan mengatasi tantangan.
Target Time Frame 100 Tahun Kemerdekaan
Waktu yang tersisa untuk mencapai target ( time frane ) hanya tinggal 20 tahun. Dibutuhkan keajaiban untuk mencapai target Indonesia Emas. Harap diketahui bahwa desain alam semesta tidak mengijinkan terjadinya keajaiban seperti mukjizat. Ini satu lagi konsep yang masih kabur ( Indonesia Emas ), tidak dijabarkan dengan rinci dan akurat. Apa yang disebut dengan Indonesia Emas? Oleh karena konsep itu masih kabur, sulit dilakukan penjabaran indikator dan parameternya. Penulis mencoba menafsirkan konsep Indonesia Emas, sebagai keberhasilan Indonesia melakukan transformasi dari negara berkembang menjadi negara maju, modern, makmur setara dengan negara negara Eropa Barat, Utara dan Amerika Utara yang berpendapatan per kapita di atas 50.000 $ US per tahun. Dengan melihat demikian banyak masalah yang membelit Republik, sepertinya nyaris mustahil target tersebut dapat dicapai. Kegagalan Republik mengatasi tantangan akan membawa konsekuensi logis berikutnya yaitu Republik berada dalam kondisi terancam.
Ancaman Yang Bakal Diterima Republik
Kegagalan Republik mengatasi tantangan global, lebih tepatnya gagal memenangkan kompetisi / persaingan di tingkat global, membawa konsekuensi logis yang menggiriskan. Ada dua kemungkinan konsekuensi buruk yang bakal diderita Republik, yaitu :
1 Republik berpotensi besar menjadi NEGARA GAGAL.
2 Sebaik baik posisi yang mungkin dapat dicapai, Republik berpotensi besar mengalami penurunan peringkat dari negara berkembang menjadi negara terbelakang.
Epilog
Skenario di atas jika terjadi, hal itu semata mata disebabkan karena bangsa Republik sering terbuai, terlena dengan jargon jargon kosong tak bermutu, serba bombastis, serba kabur, tidak dapat dijabarkan secara akurat, tidak terukur, sulit diimplementasikan. Dikiranya membuat rumusan jargon itu dapat dilakukan secara sembarang, sesuka hati, asal asalan. Merumuskan jargon dan semboyan itu butuh pengetahuan yang mumpuni, penuh perhitungan dengan target terukur yang dapat dicapai.
Sepanjang tahun waktu dihabiskan menikmati nyanyian merdu menghanyutkan, bermimpi menjadi negara maju pada tahun 2045, sehingga lupa berupaya keras untuk mewujudkannya. Jika tahu masalah yang menghadang demikian besar dan banyak, mengapa harus terpaku pada target yang tak masuk akal untuk mencapainya ( 20 tahun )?. Apakah bangsa Republik suka dengan angka angka tertentu yang penuh dengan makna simbol?, seperti angka angka tiga, lima, tujuh, sembilan, seratus, seribu. Tidak ada masalah jika target Republik menjadi negara maju setelah 120 atau 130 tahun merdeka.
Sebaiknya bangsa Republik melupakan saja target muluk yang tidak dapat dicapai. Mulai sekarang belajar, bekerja sebaik baiknya tanpa dihantui target tak masuk akal, tanpa jargon jargon kosong bombastis. Alam tidak pernah mengkhianati proses dan melanggar dalilnya sendiri. Jika prosesnya benar, maka pasti hasilnya akan baik.
Comments
Post a Comment