PERUBAHAN CARA PANDANG ISU LINGKUNGAN PADA ANTAR DEKADE
Sejak
jaman awal perkembangan ilmu pengetahuan, issue lingkungan selalu jadi topik menarik
untuk didiskusikan di berbagai kalangan. Cara orang memandang issue lingkungan berbeda
beda di setiap jaman. Tulisan ini memusatkan perhatian pada cara orang melihat issue
lingkungan pada kurun waktu 60 tahun terakhir, yaitu periode setelah perang dunia II.
Setelah
perang dunia II, Jepang sebagai negara
yang kalah perang, mulai giat membangun
kembali negaranya yang hancur. Jepang membangun negaranya dengan berbasiskan
industri manufaktur. Pada akhir dekade
50 an dan awal 60 an, hasilnya mulai
tampak, Jepang tampil sebagai negara
industri. Pada periode itu mulai timbul
masalah pencemaran lingkungan akibat limbah industri. Penduduk yang tinggal di sekitar kawasan teluk
Minamata menderita kebutaan permanen secara massal. Penelitian membuktikan bahwa
kebutaan itu disebabkan oleh kandungan merkuri (Hg) yang dikenal
sebagai bahan beracun berbahaya (B3) yang tinggi. Merkuri itu berasal dari limbah industri yang
dibuang ke teluk Minamata. Ikan yang ada di perairan teluk, terkontaminasi dan ikan itu lalu dikonsumsi oleh
penduduk. Di kalangan dunia medis, penyakit itu dikenal sebagai penyakit Minamata.
Pada
tahun 1963 seorang mahasiswa tingkat doktoral di Inggris, bernama Rachel Carlson menerbitkan
buku berjudul The Silent Spring. Buku itu memaparkan bahwa lingkungan kampus
tempatnya belajar telah sepi dari suara kicauan burung. Burung burung telah pergi dari kota, karena tidak tahan lagi menghirup udara kotor
di kota yang disebabkan oleh asap hitam tebal yang dimuntahkan dari cerobong
asap pabrik pabrik. Kehadiran buku
tersebut tersebut dan kasus minamata telah menggemparkan dunia dan
menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya masalah lingkungan. Pada waktu itu issue lingkungan
dipandang sebagai masalah lokal yang solusinya diatasi
dengan cara parsial dan reaktif. Para pelaku industri diwajibkan melakukan
upaya pengolahan limbah sebelum dilepas ke media lingkungan ( air, tanah dan udara). Cara ini disebut juga dengan
istilah end - off - pipe, atau pendekatan ujung pipa. Kelak terbukti pendekatan ini tidak efektif dan
tidak efisien, karena investasi
yang mahal dan tidak dapat mengatasi masalah secara mendasar. Pendekatan end - off pipe memfokuskan
perhatian pada bagian ujung dari lintasan proses produksi. Fokusnya pada aspek penanggulangan, bukan pencegahan, limbah sudah terbentuk, baru ditanggulangi.
Pada
periode tahun 70 an, terjadi fenomena
hujan asam di kawasan benua Eropa. Hujan
asam yang jatuh di kawasan Eropa Tengah, Selatan dan Tenggara, telah merusakkan tanaman gandum, bit, kentang, sayuran dan mematikan hewan hewan ternak. Dari penelitian dibuktikan bahawa hujan asam
terbentuk oleh asap hitam tebal yang keluar dari cerobong asap industri di
Eropa Barat, terutama Jerman di kawasan
Rhur, pusat industri Jerman. Asap itu dibawa oleh angin melintas batas
negara dan jatuh sebagai hujan asam di negara negara Eropa Tengah, Tenggara dan Selatan. Dengan demikian issue lingkungan
bergeser dari masalah lokal ke masalah regional. Pada era 70 an, sekelompok orang terkemuka mendirikan Club
of Rome dan menerbitkan suatu hasil riset berjudul The Limit
To Growth (Batas Pertumbuhan). Riset ini dilakukan oleh tim yang
beranggotakan ilmuwan ilmuwan dari garda terdepan , dipimpin oleh Dennis
Meadow Riset itu memformulasikan dan mendefinisikan model dunia ke
dalam lima variabel utama dan dikaitkan dengan faktor perubahan oleh waktu. Hasilnya adalah sebuah gambaran mengejutkan
dan menakutkan. Jika semua bangsa ingin mencapai level kemakmuran dan
tingkat konsumsi yang setara dengan negara negara maju, maka bumi akan kolaps pada akhir abad XX. Walaupun model itu banyak mendapat kritik
tajam terutama dari para ahli matematika, modeling dan komputer, di antaranya Jay W Forrester ,
tetapi tetap menimbulkan kegemparan dan
kepanikan. Untuk merespon situasi itu
PBB ( Perserikatan Bangsa Bangsa ) berinisiatif mensponsori Konferensi
Internasional Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia. Pada hari penutupan konferensi tanggal
5 Juni diumumkan Deklarasi Stockholm, yang berisi langkah langkah untuk
mengatasi masalah lingkungan. Dennis Meadow kemudian meminta bantuan Jay W
Forrester untuk menyempurnakan model yang dibuat oleh Club of Rome.
Pada
dekade 80 an, PBB melihat ada krisis
global yang dapat mengancam kelangsungan peradaban manusia. Krisis itu meliputi bidang kependudukan,
energi dan lingkungan. Tiga krisis itu saling terkait dan mengunci
satu sama lain, sehingga tidak dapat
diatasi secara parsial, melainkan harus
terpadu dan melibatkan semua pihak. Tahun 1983 PBB membentuk komisi yang
bertugas untuk mencari solusi guna mengatasi krisis tersebut. Komisi itu diberi
nama World Commission Environment Development ( WCED) yang diketuai
oleh Perdana Menteri Norwegia Gro Harlem Brundtland. Setelah bekerja 4 tahun, komisi Brundtland merampungkan tugasnya dan
hasilnya diterbitkan dalam laporan berjudul Our Common Future (Hari
Depan Kita Bersama). Karya monumental ini memuat konsep pembangunan
yang terkenal dan sampai hari ini masih menjadi rujukan semua pihak yang
terlibat dalam urusan pembangunan. Konsep ini dikenal dengan nama Pembangunan
Berkelanjutan ( Sustainable Development). Konsep pembangunan berkelanjutan diartikan
sebagai pembangunan hari ini yang tidak menghilangkan atau mengurangi
kesempatan generasi mendatang untuk melakukan pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan telah banyak
melahirkan berbagai instrument pengelolaan lingkungan. Pada
periode 80 an, issue lingkungan tidak
lagi dipandang sebagai masalah regional tetapi dikaitkan dengan pembangunan
ekonomi.
Pada
penghujung millenium ke dua awal millenium ke tiga muncul fenomena
globalisasi di berbagai penjuru dunia. Globalisasi diartikan sebagai hilangnya sekat
sekat pembatas antar negara. Materi, energi dan informasi bebas melintas masuk -
keluar antar negara atau sistem. Di era
globalisasi nilai nilai universal wajib dijunjung tinggi seperti penghargaan
kepada HAM ( hak asasi manusia), Kesetaraan gender, Perlindungan hak hak wanita dan anak anak, Demokratisasi dan otonomi derah, penghargaan kepada hak hak para buruh /
pekerja, Pelestarian Lingkungan. Negara dan bangsa yang mengabaikan nilai nilai
tersebut akan dikucilkan dari pergaulan antar bangsa dan tidak dilibatkan dalam
tata perdagangan global. Semua produk
dari negara tersebut diboikot oleh seluruh negara di dunia. Dengan demikian menjadi jelas bahwa terjadi
lagi pergeseran cara pandang dunia terhadap issue lingkungan. Masalah
lingkungan telah dikaitkan dengan tata perdagangan dunia global.
Pada era
globalisasi terjadi perubahan mendasar pada paradigma pengelolaan lingkungan
dari penanggulangan ke pencegahan melalui pendekatan front - off - pipe.
Dalam lintasan proses produksi, sejak di pintu terdepan sudah dilakukan
berbagai upaya pengurangan dan pencegahan terbentuknya limbah hingga di titik
terujung. Pendekatan ini bersifat
proaktif, sehingga hasilnya lebih efektif.
Berbagai instrumen pengelolaan
lingkungan yang berbasis teknologi dikembangkan seperti PLCA (
Product Life Cycle Assessment), WTP (Waste
Treatment Plan), juga yang
berbasiskan finansial seperti Carbon Trade, Clean
Development Mechanisme, Tax Reduction. Di samping itu juga dikembangkan instrumen
berbasiskan tata kelola proses dan administrasi seperti Sertifikasi
sistem produksi dan sertifikasi produk bertaraf internasional seperti ISO
Seri 9000, 14000, OHSAS 18000, ISO 22000, ISO 26000, ISO 31000, ISO 37000 dan ISO 50000. Instrumen yang berbasiskan hukum juga
dikembangkan dalam berbagai level seperti Undang Undang sampai pada Keputusan
Menteri.
Kesimpulan
Perubahan
cara pandang terhadap issue lingkungan dari satu dekade ke dekade berikutnya disebabkan
karena adanya dinamika yang terus berkembang di alam. Pemahaman terhadap proses perubahan dari masa
ke masa akan membuat kita lebih dewasa dan arif dalam menyikapi setiap fenomena
perubahan yang terjadi.
Comments
Post a Comment